MATERI
V
EFEK
XENIA PADA JAGUNG
5.1
Tujuan
Tujuan
dari praktikum ini adalah mempelajari dan memahami peristiwa xenia pada tanaman
jagung.
5.2
Pendahuluan
Jagung
di Indonesia merupakan bahan pangan penting sumber karbohidrat kedua setelah
beras. Disamping itu jagung juga digunakan sebagai bahan pakan ternak dan bahan
baku indusrti. Kebutuhan jagung di Indonesia untuk konsumsi meningkat 5,16% per tahun, sedangkan untuk kebutuhan
pakan ternak dan industri naik 10,87% per tahun.
Jagung
yang berkembang di Indonesia saat ini memiliki kelemahan dari segi nutrisi.
Perbaikan kandungan protein pada jagung sangatlah penting untuk daerah-daerah
yang mengkonsumsi jagung sebagai makanan pokok dan bahan baku untuk ternak.
Varietas jagung yang ada di Indonesia memiliki sifat biji yang keras karena
dikembangkan dalam rangka proteksi terhadap serangan hama penyakit. Varietas
sejenis ini memiliki karakteristik kandungan protein yang rendah karena tidak
memiliki gen opaque-2 yang mengendalikan kadar protein. Salah satu upaya untuk
meningkatkan kadar protein biji jagung adalah dengan memanfaatkan efek xenia,
dimana efek xenia dapat diartikan efek polen dari persilangan jantan dengan
betina yang berkembang pada biji.
Xenia
merupakan gejala genetik berupa pengaruh langsung dari serbuk sari (pollen)
pada fenotipe biji dan buah yang dihasilkan tetua betina. Pada kajian pewarisan
sifat, ekspresi dari gen yang dibawa dari tetua jantan dan tetua betina
diasumsikan baru diekspresikan pada generasi berikutnya. Dengan adanya xenia,
ekspresi gen yang dibawa tetua jantan secara dini sudah diekpresikan pada organ
tetua betina (buah) atau generasi berikut selagi masih belum mandiri (embrio
dan/atau endospermia). Xenia yang mempengaruhi fenotipe buah jagung disebut
metaxenia.
Xenia
bukanlah penyimpangan dari hukum pewarisan dari mendel, melainkan konsekuensi
langsung dari pembuahan berganda (double fertilisation) yang terjadi pada
tumbuhan berbunga dan proses perkembangan embrio tumbuhan hingga biji masak.
Embrio dan endospermia merupakan hasil penyatuan dua gamet (jantan dan betina)
dan pada tahap perkembangan embrio sejumlah gen pada embrio dan endospermia
berekspresi dan mempengaruhi penampilan biji, bulir, atau buah. Beberapa alasan
diajukan untuk menjelaskan mekanisme gejala ini, antara lain:
1. Teori
dosis alel;
2. Imprinting,
sebuah mekanisme yang mengatur ekspresi gen;
3. Transposon,
urutan DNA yang dapat bergerak keposisi yang berbeda dalam genom dari satu sel
ke sel lain yang menyebabkan terjadinya mutasi; dan
4. Paramutasi
Xenia
telah dimanfaatkan sebagai teknologi untuk menghasilakn butir jagung dengan
kadar minyak tinggi. Selain itu, efek xenia ini juga dapat digunakan untuk
meningkatkan kadar protein dalam biji jagung. Efek xenia dapat diartika sebagai
efek pollen dari tetua jantan dari persilangan jantan dengan betina yang
berkembang pada biji.
5.3
Bahan
dan Metode
Bahan
dan alat yang dibutuhkan antara lain populasi tanaman jagung manis A; populasi
jagung manis B; dan perlengkapan polinasi (kantong kertas, gunting, label,
paper clip, kuas dll). Persilangan yang dilakukan:
a.
♀ jagung A x ♂ jagung A
b.
♀ jagung B x ♂ jagung B
c.
♀ jagung A
x ♂
jagung B
d.
♀ jagung
B x ♂ jagung A
Metode yang digunakan dalam
praktikum ini adalah Tassel bag methode. Dimana dalam metode ini, baik bunga
jantan maupun bunga betina dibungkus sebelum mekar menggunakan kantong kertas
minyak. Malai bunga jantatn yang keluar dari pucuk tanaman dikerodong
menggunakan kantong kertas. Untuk bunga betian (tongkol), dikerodong sebelum
kepala putik (rambut jagung keluar). Hari berikutnya, tongkol diperiksa untuk
melihat laju keluarnya rambut jagung. Rambut jagung yang sudah keluar 1-2 cm
diatas permukann ujung kelobot dipotong menggunakan gunting. Pemotongan ini
dimaksudkan untuk mencegah rambut tongkol keluar dari kantong sehingga terjadi
penyerbukan dengan pollen yang tidak dikehendaki. Pemotongan dapat dilakukan
2-3 kali sampai seluruh rambut tongkol telah keluar. Tongkol yang seluruh
rambutnya telah keluar dari kelobot menunjukan telah siap diserbuki. Malai
bunga jantan yang telah dikerodong dikumpulkan serbuk sarinya untuk digunakan
sebagai tetua jantan.
Penyerbukan buatan dilakukan
dengan cara menaburkan serbuk sari/pollen yang telah terkumpul tersebut di atas
permukaan potongan rambut jagung. Prosedur ini dapat diulang sebanyak 2-3 kali
untuk meyakinkan seluruh putik telah tersebuki. Tanda-tanda bunga jantan siap
menyerbuki adalah adanya serbuk sari yang melekat pada kantong pembungkus.
Hasil
dan Pembahasan
|
Jumlah Biji A
|
Jumlah biji B
|
Total
|
J A X J A
|
237
|
0
|
237
|
J B X J B
|
0
|
222
|
222
|
J A X J B
|
130
|
25
|
155
|
J B X JA
|
199
|
6
|
205
|
Persilangan
tanaman merupakan salah satu cara yang digunakan untuk memperoleh keturunan
yang bervariasi. Persilangan tanaman bisa dibedakan menjadi persilangan sendiri
(selfing) dan pembastaran (crossing). Selfing adalah persilangan yang dilakukan terhadap tanaman itu
sendiri. Artinya, tidak ada perbedaan antara genotipe kedua tanaman yang
disilangkan. Sedangkan crossing atau
pembastaran adalah persilangan antara dua individu yang berbeda karakter atau
genotipnya. Tujuan melakukan persilangan adalah untuk menggabungkan semua sifat
baik ke dalam satu genotipe baru, memperluas keragaman genetic, dan menguji
potensi tetua (uji turunan). Pada praktikum ini dilakukan persilangan pada
tanaman jagung (Zea mays). Tanaman
jagung dipilih karena penyerbukan buatan yang dapat dilakukan relative mudah.
Selain itu periode tumbuh atau masa tanam jagung juga tidak terlalu lama,
sekitar dua bulan.
Ketika menyilangkan tanaman ada beberapa hal yang
harus diperhatikan seperti pemilihan tetua dalam hubungannya dengan tujuan
dilakukannya persilangan, pengetahuan tentang morfologi dan metode reproduksi
tanaman, waktu tanaman bunga (waktu bunga mekar/tanaman berbunga), dan keadaan
cuaca saat penyerbukan. Tetua dipilih sesuai dengan persilangan yang akan
dilakukan. Pemilihan bunga dalam persilangan tanaman juga penting. Bunga yang
akan berperan sebagai betina maupun jantan harus sudah mencapai tahap siap
kawin (siap dilakukan penyerbukan) pada saat yang bersamaan. Bunga betina yang
akan diserbuki harus belum terkontaminasi oleh serbuk sari yang lain (masih
steril). Pada tanaman jagung yang akan digunakan untuk persilangan, bunga
betina si bungkus menggunakan kantong kertas untuk mencegah tongkol
terkontaminasi (terserbuki) oleh serbuk sari malai lain. Begitu juga dengan
malai atau bunga jantan yang belum pecah dibungkus menggunakan kantong kertas
agar nantinya ketika malai sudah siap menyerbuki, serbuk sarinya dapat
tertampung di kantong kertas tersebut. Keadaan cuaca saat penyerbukan juga
penting, apabila penyerbukan dilakukan pada saat kecepatan angin cukup kencang
maka dimungkinkan akan banyak serbuk sari yang hilang terbawa angin, sehingga
penyerbukan tidak terjadi secara maksimal.
Berdasarkan praktikum ini hasil yang diperoleh
adalah pada persilangan Selfing JA x JA dihasilkan biji A sebanyak 237.
Persilangan Crossing JA x JB dan dihasilkan jumlah JB sebanyak 6 dan biji
JA sebanyak 199. Pada persilangan Selfing JB x JB dihasilkan biji JB 222 dan JA 0. Pada persilangan Crossing JB x JA
dihasilkan biji JB 25 dan biji JA 130.
Pada persilangan jagung Selfing JA x
JA didapat hasil 100% biji A. Hasil persilangan ini menunjukkan bahwa persilangan tersebut berhasil
karena betina tidak terbuahi oleh serbuk sari dari jagung lain. Persilangan ini
sesuai dengan teori Mendel yaitu Complete
Dominance, dimana keturunan 100% seperti induk.
Dari hasil persilangan crossing didapatkan hasil yang
hampir sama, dimana biji warna merah lebih mendominasi daripada warna biji
warna putih dan kuning . Pada persilangan persilangan Crossing JB x JA ,
hasilnya telah sesuai dengan teori, dimana tetua jantan (A) memberikan pengaruh
lebih dominan daripada tetua betina (B), sehingga menghasilkan biji A lebih
banyak dibandingkan biji B. Persilangan Crossing JA x JB hasil yang didapat
lebih banyak biji JA, tetapi hasil didapat pada persilangan crossing
terdapat biji dengan warna yang setengah B dan setengah A atau warna kuning, hal ini diakibatkan selama
waktu berlangsungnya praktikum, terlalu sering berganti-ganti sungkup/kantong
kertas sehingga dapat mengakibatkan adanya kontaminasi dari jagung JB. Hal
tersebut juga terjadi pada persilangan Selfing JB x JB.
Pada percobaan ini dilakukan penyerbukan jagung yang
dilakukan oleh manusia, di alam pada umumnya dibantu oleh angin. Jagung
termasuk tanaman berputik tunggal, dimana benang sari dan putik berada dalam
satu tanaman namun berbeda bunga. Faktor utama yang berpengaruh terhadap
keberhasilan persilangan adalah waktu dan proses penyerbukan yang dilakukan.
Waktu yang optimal untuk melakukan proses penyerbukan pada tanaman jagung
adalah pada pagi hari yaitu antara pukul 07.00 hingga pukul 09.00 WIB. Faktor
lainnya adalah proses penyerbukan, setelah serbuk sari jagung A diserbukkan ke
jagung B harus segera ditutup rapat dengan sungkup untuk melindungi jagung
betina agar serbuk sari dari tanaman jagung lain tidak dapat mengenai putik
jagung betina tersebut. Selain itu untuk menghindari adanya kemungkinan
pencucian Faktor biji kerut selain disebabkan oleh faktor genetik, kemungkinan
besar bisa saja terjadi bila jagung terlalu lama dipanen.adapun beberapa
gangguan dari faktor luar seperti adanya serangga vektor penyakit, ulat yang
memakan biji jagung sehingga tongkol kosong.
Dalam praktikum ini, hasil yang didapat menunjukkan
keberhasilan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya prosentase jumlah biji
jagung yang dihasilkan. Keberhasilan ini dapat ditunjang dengan adanya cuaca
yang tidak banyak hujan, walau ditengah-tengah masa setelah penyerbukan terjadi
hujan lebat, tetapi hasil yang didapat dapat sesuai dengan harapan. Dan apabila
terjadi kegagalan, hal ini dapat diakibatkan adanya hujan yang terlalu lebat
yang mengakibatkan suasana menjadi lembab dan seringnya terserang hama dan
penyakit sehingga mudah busuk. Selain itu, pada saat penyerbukan tanpa
diketahui praktikan, tongkol yang akan diserbuki sudah diserbuki terdahulu oleh
serbuk sari dari jantan lain melalui perantara angin. Dan juga adanya
kematangan yang tidak bersamaan antara malai dan tongkol pada satu pohon
jagung, sehingga waktu penyerbukan menjadi lama tertunda.
KESIMPULAN
1.
Peristiwa xenia merupakan gejala genetik
berupa pengaruh langsung serbuk sari (pollen) pada fenotipe biji dan buah yang
dihasilkan tetua betina.
2.
Peristiwa xenia pada jagung dalam praktikum
ini terjadi pada persilangan antara ♀ B x ♂ A..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar