A.
PENGERTIAN DAN CAKUPAN
1.
Pengertian Kesuburan Tanah
Tanah
yang subur lebih disukai untuk usaha
pertanian, karena menguntungkan. Sebaliknya
terhadap tanah yang kurang subur dilakukan usaha untuk menyuburkan tanah
tersebut sehingga keuntungan yang diperoleh meningkat.
Kesuburan
Tanah adalah kemampuan suatu tanah untuk menghasilkan produk tanaman yang
diinginkan, pada lingkungan tempat tanah itu berada. Produk tanaman tersebut
dapat berupa: buah, biji, daun, bunga, umbi, getah, eksudat, akar, batang,
biomassa, naungan atau penampilan.
Tanah memiliki kesuburan yang
berbeda-beda tergantung faktor pembentuk tanah yang merajai di lokasi tersebut,
yaitu: Bahan induk, Iklim, Relief, Organisme, atau Waktu. Tanah merupakan
fokus utama dalam pembahasan kesuburan tanah, sedangkan tanaman merupakan
indikator utama mutu kesuburan tanah.
2.
Istilah
yang Berhubungan dengan Kesuburan Tanah
Kebutuhan lahan yang semakin meningkat,
langkanya lahan pertanian yang subur dan potensial, serta adanya persaingan
penggunaan lahan antara sektor pertanian dan non-pertanian, memerlukan
teknologi tepat guna dalam upaya mengoptimalkan penggunaan lahan secara
berkelanjutan. Untuk dapat memanfaatkan sumber daya lahan secara terarah dan
efisien diperlukan tersedianya data dan informasi yang lengkap mengenai keadaan
iklim, tanah dan sifat lingkungan fisik lainnya, serta persyaratan tumbuh
tanaman yang diusahakan, terutama tanaman-tanaman yang mempunyai peluang pasar
dan arti ekonomi cukup baik. Data iklim, tanah, dan sifat fisik lingkungan
lainnya yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman serta terhadap aspek
manajemennya perlu diidentifikasi melalui kegiatan survei dan pemetaan sumber
daya lahan. Data sumber daya lahan ini diperlukan terutama untuk kepentingan
perencanaan pembangunan dan pengembangan pertanian. Data yang dihasilkan dari
kegiatan survei dan pemetaan sumber daya lahan masih sulit untuk dapat dipakai
oleh pengguna (users) untuk suatu perencanaan tanpa dilakukan interpretasi bagi
keperluan tertentu. Evaluasi lahan merupakan suatu pendekatan atau cara untuk
menilai potensi sumber daya lahan. Hasil evaluasi lahan akan memberikan informasi
dan/atau arahan penggunaan lahan yang diperlukan, dan akhirnya nilai harapan
produksi yang kemungkinan akan diperoleh. Beberapa sistem evaluasi lahan yang
telah banyak dikembangkan dengan menggunakan berbagai pendekatan, yaitu ada
yang dengan sistem perkalian parameter, penjumlahan, dan sistem matching atau
mencocokkan antara kualitas dan sifat-sifat lahan (Land Qualities/Land
Characteritics) dengan kriteria kelas kesesuaian lahan yang disusun berdasarkan
persyaratan tumbuh komoditas pertanian yang berbasis lahan. Sistem evaluasi
lahan yang pernah digunakan dan yang sedang dikembangkan di Pusat Penelitian
dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Balai Penelitian Tanah Bogor
diantaranya:
1.
|
Klasifikasi
kemampuan wilayah (Soepraptohardjo, 1970)
|
2.
|
Sistem
pendugaan kesesuaian lahan secara parametrik (Driessen, 1971)
|
3.
|
Sistem
yang digunakan oleh Proyek Penelitian Pertanian Menunjang Transmigrasi atau
P3MT (Staf PPT, 1983)
|
4.
|
Sistem
yang digunakan dalam Reconnaissance Land Resources Surveys 1:250.000 scale
Atlas Format Procedures (CSR/FAO, 1983)
|
5.
|
Land
Evaluation Computer System atau LECS (Wood, and Dent, 1983)
|
6.
|
Automated
Land Evalution System atau ALES (Rossiter D.G., and A.R. Van Wambeke, 1997)
|
Adanya berbagai sistem atau metode yang
digunakan dalam evaluasi lahan tanpa mempertimbangkan tingkat dan skala peta
dalam hubungannya dengan ketersediaan dan kehandalan (accuracy) data, dapat
mengakibatkan terjadinya kerancuan dalam interpretasi dan evaluasi lahan.
Sebagai contoh sistem Atlas Format (CSR/FAO, 1983) yang pada awalnya ditujukan
untuk keperluan evaluasi lahan pada tingkat tinjau (reconnaissance) skala
1:250.000, sering juga digunakan untuk evaluasi lahan pada skala yang lebih
besar (semi detil atau detil). Hal ini mengakibatkan informasi dan data yang
begitu lengkap dari hasil pemetaan semi detil dan detil, tidak nampak
peranannya dalam hasil evaluasi lahan, sehingga hasil tersebut masih sulit
digunakan untuk keperluan alih teknologi dalam perencanaan pembangunan
pertanian khususnya untuk skala mikro. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan
adanya suatu Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan yang dapat digunakan sesuai dengan
tingkat pemetaan dan skala peta, serta tujuan dari evaluasi lahan yang akan dilakukan
dalam kaitannya dengan ketersediaan dan validitas data. Petunjuk teknis ini
disusun mengacu kepada “Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Komoditas Pertanian
Versi 3.0” (Djaenudin et al., 2000), dan dirancang untuk keperluan pemetaan
tanah tingkat semi detil (skala peta 1:50.000).
Dasar
Evaluasi Lahan
Dalam
melaksanakan evaluasi lahan perlu terlebih dahulu memahami istilah-istilah yang
digunakan, baik yang menyangkut keadaan sumber daya lahan, maupun yang
berkaitan dengan kebutuhan atau persyaratan tumbuh suatu tanaman. Berikut
diuraikan secara ringkas mengenai: pengertian lahan, penggunaan lahan,
karakteristik lahan, kualitas lahan, dan persyaratan penggunaan lahan.
Lahan
Lahan merupakan bagian dari bentang alam (landscape) yang mencakup pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi/relief, tanah, hidrologi, dan bahkan keadaan vegetasi alami (natural vegetation) yang semuanya secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan (FAO, 1976). Lahan dalam pengertian yang lebih luas termasuk yang telah dipengaruhi oleh berbagai aktivitas flora, fauna dan manusia baik di masa lalu maupun saat sekarang, seperti lahan rawa dan pasang surut yang telah direklamasi atau tindakan konservasi tanah pada suatu lahan tertentu. Penggunaan yang optimal memerlukan keterkaitan dengan karakteristik dan kualitas lahannya. Hal tersebut disebabkan adanya keterbatasan dalam penggunaan lahan sesuai dengan karakteristik dan kualitas lahannya, bila dihubungkan dengan pemanfaatan lahan secara lestari dan berkesinambungan. Pada peta tanah atau peta sumber daya lahan, hal tersebut dinyatakan dalam satuan peta yang dibedakan berdasarkan perbedaan sifat-sifatnya terdiri atas: iklim, landform (termasuk litologi, topografi/relief), tanah dan/atau hidrologi. Pemisahan satuan lahan/tanah sangat penting untuk keperluan analisis dan interpretasi potensi atau kesesuaian lahan bagi suatu tipe penggunaan lahan (Land Utilization Types = LUTs). Evaluasi lahan memerlukan sifat-sifat fisik lingkungan suatu wilayah yang dirinci ke dalam kualitas lahan (land qualities), dan setiap kualitas lahan biasanya terdiri atas satu atau lebih karakteristik lahan (land characteristics). Beberapa karakteristik lahan umumnya mempunyai hubungan satu sama lainnya di dalam pengertian kualitas lahan dan akan berpengaruh terhadap jenis penggunaan dan/atau pertumbuhan tanaman dan komoditas lainnya yang berbasis lahan (peternakan, perikanan, kehutanan).
Lahan merupakan bagian dari bentang alam (landscape) yang mencakup pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi/relief, tanah, hidrologi, dan bahkan keadaan vegetasi alami (natural vegetation) yang semuanya secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan (FAO, 1976). Lahan dalam pengertian yang lebih luas termasuk yang telah dipengaruhi oleh berbagai aktivitas flora, fauna dan manusia baik di masa lalu maupun saat sekarang, seperti lahan rawa dan pasang surut yang telah direklamasi atau tindakan konservasi tanah pada suatu lahan tertentu. Penggunaan yang optimal memerlukan keterkaitan dengan karakteristik dan kualitas lahannya. Hal tersebut disebabkan adanya keterbatasan dalam penggunaan lahan sesuai dengan karakteristik dan kualitas lahannya, bila dihubungkan dengan pemanfaatan lahan secara lestari dan berkesinambungan. Pada peta tanah atau peta sumber daya lahan, hal tersebut dinyatakan dalam satuan peta yang dibedakan berdasarkan perbedaan sifat-sifatnya terdiri atas: iklim, landform (termasuk litologi, topografi/relief), tanah dan/atau hidrologi. Pemisahan satuan lahan/tanah sangat penting untuk keperluan analisis dan interpretasi potensi atau kesesuaian lahan bagi suatu tipe penggunaan lahan (Land Utilization Types = LUTs). Evaluasi lahan memerlukan sifat-sifat fisik lingkungan suatu wilayah yang dirinci ke dalam kualitas lahan (land qualities), dan setiap kualitas lahan biasanya terdiri atas satu atau lebih karakteristik lahan (land characteristics). Beberapa karakteristik lahan umumnya mempunyai hubungan satu sama lainnya di dalam pengertian kualitas lahan dan akan berpengaruh terhadap jenis penggunaan dan/atau pertumbuhan tanaman dan komoditas lainnya yang berbasis lahan (peternakan, perikanan, kehutanan).
Penggunaan
lahan
Penggunaan lahan untuk pertanian secara umum
dapat dibedakan atas: penggunaan lahan semusim, tahunan, dan permanen.
Penggunaan lahan tanaman semusim diutamakan untuk tanaman musiman yang dalam
polanya dapat dengan rotasi atau tumpang sari dan panen dilakukan setiap musim
dengan periode biasanya kurang dari setahun. Penggunaan lahan tanaman tahunan
merupakan penggunaan tanaman jangka panjang yang pergilirannya dilakukan
setelah hasil tanaman tersebut secara ekonomi tidak produktif lagi, seperti
pada tanaman perkebunan. Penggunaan lahan permanen diarahkan pada lahan yang
tidak diusahakan untuk pertanian, seperti hutan, daerah konservasi,
perkotaan,desa dan sarananya, lapanganterbang, dan pelabuhan. Dalam Juknis ini
penggunaan lahan untuk keperluan evaluasi diarahkan pada: kelompok tanaman
pangan (serealia, umbi-umbian, dan kacang-kacangan), kelompok tanaman
hortikultura (sayuran, buah-buahan, dan tanaman hias), kelompok tanaman
industri/perkebunan, kelompok tanaman rempah dan obat, kelompok tanaman hijauan
pakan ternak, dan perikanan air payau.
Dalam
evaluasi lahan penggunaan lahan harus dikaitkan dengan tipe penggunaan lahan
(Land Utilization Type) yaitu jenis-jenis penggunaan lahan yang diuraikan
secara lebih detil karena menyangkut pengelolaan, masukan yang diperlukan dan
keluaran yang diharapkan secara spesifik. Setiap jenis penggunaan lahan dirinci
ke dalam tipe-tipe penggunaan lahan. Tipe penggunaan lahan bukan merupakan
tingkat kategori dari klasifikasi penggunaan lahan, tetapi mengacu kepada
penggunaan lahan tertentu yang tingkatannya dibawah kategori penggunaan lahan
secara umum, karena berkaitan dengan aspek masukan, teknologi, dan keluarannya.
Sifat-sifat penggunaan lahan mencakup data dan/atau asumsi yang berkaitan
dengan aspek hasil, orientasi pasar, intensitas modal, buruh, sumber tenaga,
pengetahuan teknologi penggunaan lahan, kebutuhan infrastruktur, ukuran dan
bentuk penguasaan lahan, pemilikan lahan dan tingkat pendapatan per unit
produksi atau unit areal. Tipe penggunaan lahan menurut sistem dan modelnya
dibedakan atas dua macam yaitu multiple dan compound.
- Multiple: Tipe penggunaan lahan yang tergolong multiple terdiri lebih dari satu jenis penggunaan (komoditas) yang diusahakan secara serentak pada suatu areal yang sama dari sebidang lahan. Setiap penggunaan memerlukan masukan dan kebutuhan, serta memberikan hasil tersendiri. Sebagai contoh kelapa ditanam secara bersamaan dengan kakao atau kopi di areal yang sama pada sebidang lahan. Demikian juga yang umum dilakukan secara diversifikasi antara tanaman cengkih dengan vanili atau pisang.
- Compound: Tipe penggunaan lahan yang tergolong compound terdiri lebih dari satu jenis penggunaan (komoditas) yang diusahakan pada areal-areal dari sebidang lahan yang untuk tujuan evaluasi diberlakukan sebagai unit tunggal. Perbedaan jenis penggunaan bisa terjadi pada suatu sekuen atau urutan waktu, dalam hal ini ditanam secara rotasi atau secara serentak, tetapi pada areal yang berbeda pada sebidang lahan yang dikelola dalam unit organisasi yang sama. Sebagai contoh suatu perkebunan besar sebagian areal secara terpisah (satu blok/petak) digunakan untuk tanaman karet, dan blok/petak lainnya untuk kelapa sawit. Kedua komoditas ini dikelola oleh suatu perusahaan yang sama.
Karakteristik Lahan
Karakteristik lahan adalah sifat lahan yang
dapat diukur atau diestimasi. Dari beberapa pustaka menunjukkan bahwa penggunaan
karakteristik lahan untuk keperluan evaluasi lahan bervariasi. Sebagai gambaran
Tabel 1 menunjukkan variasi dari karakteristik lahan yang digunakan sebagai
parameter dalam evaluasi kesesuaian lahan oleh beberapa sumber (Staf PPT, 1983;
Bunting, 1981; Sys et al., 1993; CSR/FAO, 1983; dan Driessen, 1971).
Tabel
1. Karakteristik lahan yang digunakan sebagai parameter dalam evaluasi lahan.
Staf
PPT (1983)
|
Bunting
(1981)
|
Sys
et al. (1993)
|
CSR/FAO
(1983)
|
Driessen
(1971)
|
Tipe
hujan (Oldeman et al.)
|
Periode
pertumbuhan tanaman
|
Temperatur
rerata (°C) atau elevasi
|
Temperatur
rerata (°C) atau elevasi
|
Lereng
|
Kelas
drainase
|
Temperatur
rerata pada periode pertumbuhan
|
Curah
hujan (mm)
|
Curah
hujan (mm)
|
Mikrorelief
|
Sebaran
besar butir (lapisan atas)
|
Curah
hujan tahunan
|
Lamanya
masa kering (bulan)
|
Lamanya
masa kering (bulan)
|
Keadaan
batu
|
Kedalaman
efektif
|
Kelas
drainase
|
Kelembaban
udara
|
Kelembaban
udara
|
Kelas
drainase
|
Ketebalan
gambut
|
Tekstur
tanah
|
Kelas
Drainase
|
Kelas
drainase
|
Regim
kelembaban
|
Dekomposisi
gambut/jenis gambut
|
Kedalaman
perakaran
|
Tekstur/Struktur
|
Tekstur
|
Salinitas/
alkalinitas
|
KTK
|
Reaksi
tanah (pH)
|
Bahan
kasar
|
Bahan
kasar
|
Kejenuhan
basa
|
Kejenuhan
basa
|
Salinitas/
DHL
|
Kedalaman
tanah
|
Kedalaman
tanah
|
Reaksi
tanah (pH)
|
Reaksi
tanah (pH)
|
Pengambilan
hara (N, P, K) oleh tanaman
|
KTK
liat
|
Ketebalan
gambut
|
Kadar
pirit
|
C-organik
|
Pengurasan
hara (N, P, K) dari tanah
|
Kejenuhan
basa
|
Kematangan
gambut
|
Kadar
bahan organik
|
P-tersedia
|
Reaksi
tanah (pH)
|
KTK
liat
|
Tebal
bahan organik
|
|
Salinitas/DHL
|
C-organik
|
Kejenuhan
basa
|
Tekstur
|
|
Kedalaman
pirit
|
Aluminium
|
Reaksi
tanah (pH)
|
Struktur,
porositas, dan tingkatan
|
|
Lereng
(%)/mikrorelief
|
Salinitas/DHL
|
C-organik
|
Macam
liat
|
|
Erosi
|
Alkalinitas
|
Aluminium
|
Bahan
induk/ cadangan mineral
|
|
Kerusakan
karena banjir
|
Lereng
|
Salinitas/DHL
|
Kedalaman
efektif
|
|
Batu
dan kerikil, penghambat pengolahan tanah
|
Genangan
|
Alkalinitas
|
||
Pori
air tersedia
|
Batuan
di permukaan
|
Kadar
pirit
|
||
Penghambat
pertumbuhan karena kekurangan air
|
CaCO3
|
Lereng
|
||
Kesuburan
tanah
|
Gypsum
|
Bahaya
erosi
|
||
Permeabilitas
lapisan atas
|
Jumlah
basa total
|
Genangan
|
||
Batuan
di permukaan
|
||||
Singkapan
batuan
|
Karakteristik
lahan yang digunakan pada Juknis ini adalah: temperatur udara, curah hujan,
lamanya masa kering, kelembaban udara, drainase, tekstur, bahan kasar,
kedalaman tanah, ketebalan gambut, kematangan gambut, kapasitas tukar kation
liat, kejenuhan basa, pH H2O, C-organik, salinitas, alkalinitas, kedalaman
bahan sulfidik, lereng, bahaya erosi, genangan, batuan di permukaan, dan
singkapan batuan.
-
temperatur udara :
|
merupakan
temperatur udara tahunan dan dinyatakan dalam °C
|
-
curah hujan :
|
merupakan
curah hujan rerata tahunan dan dinyatakan dalam mm
|
-
lamanya masa kering :
|
merupakan
jumlah bulan kering berturut-turut dalam setahun dengan jumlah curah hujan
kurang dari 60 mm
|
-
kelembaban udara :
|
merupakan
kelembaban udara rerata tahunan dan dinyatakan dalam %
|
-
drainase :
|
merupakan
pengaruh laju perkolasi air ke dalam tanah terhadap aerasi udara dalam tanah
|
-
tekstur :
|
menyatakan
istilah dalam distribusi partikel tanah halus dengan ukuran <2 mm
|
-
bahan kasar :
|
menyatakan
volume dalam % dan adanya bahan kasar dengan ukuran >2 mm
|
-
kedalaman tanah :
|
menyatakan
dalamnya lapisan tanah dalam cm yang dapat dipakai untuk perkembangan
perakaran dari tanaman yang dievaluasi
|
-
ketebalan gambut :
|
digunakan
pada tanah gambut dan menyatakan tebalnya lapisan gambut dalam cm dari
permukaan
|
-
kematangan gambut :
|
digunakan
pada tanah gambut dan menyatakan tingkat kandungan seratnya dalam bahan
saprik, hemik atau fibrik, makin banyak seratnya menunjukkan belum
matang/mentah (fibrik)
|
-
KTK liat :
|
menyatakan
kapasitas tukar kation dari fraksi liat
|
-
kejenuhan basa :
|
jumlah
basa-basa (NH4OAc) yang ada dalam 100 g contoh tanah.
|
-
reaksi tanah (pH) :
|
nilai
pH tanah di lapangan. Pada lahan kering dinyatakan dengan data laboratorium
atau pengukuran lapangan, sedang pada tanah basah diukur di lapangan
|
-
C-organik :
|
kandungan
karbon organik tanah.
|
-
salinitas :
|
kandungan
garam terlarut pada tanah yang dicerminkan oleh daya hantar listrik.
|
-
alkalinitas :
|
kandungan
natrium dapat ditukar
|
-
kedalaman bahan sulfidik :
|
dalamnya
bahan sulfidik diukur dari permukaan tanah sampai batas atas lapisan
sulfidik.
|
-
lereng :
|
menyatakan
kemiringan lahan diukur dalam %
|
-
bahaya erosi :
|
bahaya
erosi diprediksi dengan memperhatikan adanya erosi lembar permukaan (sheet
erosion), erosi alur (reel erosion), dan erosi parit (gully erosion), atau
dengan memperhatikan permukaan tanah yang hilang (rata-rata) per tahun
|
-
genangan :
|
jumlah
lamanya genangan dalam bulan selama satu tahun
|
-
batuan di permukaan :
|
volume
batuan (dalam %) yang ada di permukaan tanah/lapisan olah
|
-
singkapan batuan :
|
volume
batuan (dalam %) yang ada dalam solum tanah
|
-
sumber air tawar :
|
tersedianya
air tawar untuk keperluan tambak guna mempertahankan pH dan salinitas air
tertentu
|
-
amplitudo pasang-surut :
|
perbedaan
permukaan air pada waktu pasang dan surut (dalam meter)
|
-
oksigen :
|
ketersediaan
oksigen dalam tanah untuk keperluan pertumbuhan tanaman/ikan
|
Setiap satuan peta lahan/tanah yang dihasilkan
dari kegiatan survei dan/atau pemetaan sumber daya lahan, karakteristik lahan
dapat dirinci dan diuraikan yang mencakup keadaan fisik lingkungan dan tanahnya.
Data tersebut digunakan untuk keperluan interpretasi dan evaluasi lahan bagi
komoditas tertentu.
Setiap karakteristik lahan yang digunakan secara langsung dalam evaluasi ada yang sifatnya tunggal dan ada yang sifatnya lebih dari satu karena mempunyai interaksi satu sama lainnya. Karenanya dalam interpretasi perlu mempertimbangkan atau memperbandingkan lahan dengan penggunaannya dalam pengertian kualitas lahan. Sebagai contoh ketersediaan air sebagai kualitas lahan ditentukan dari bulan kering dan curah hujan rata-rata tahunan, tetapi air yang dapat diserap tanaman tentu tergantung pula pada kualitas lahan lainnya, seperti kondisi atau media perakaran, antara lain tekstur tanah dan kedalaman zone perakaran tanaman yang bersangkutan.
Setiap karakteristik lahan yang digunakan secara langsung dalam evaluasi ada yang sifatnya tunggal dan ada yang sifatnya lebih dari satu karena mempunyai interaksi satu sama lainnya. Karenanya dalam interpretasi perlu mempertimbangkan atau memperbandingkan lahan dengan penggunaannya dalam pengertian kualitas lahan. Sebagai contoh ketersediaan air sebagai kualitas lahan ditentukan dari bulan kering dan curah hujan rata-rata tahunan, tetapi air yang dapat diserap tanaman tentu tergantung pula pada kualitas lahan lainnya, seperti kondisi atau media perakaran, antara lain tekstur tanah dan kedalaman zone perakaran tanaman yang bersangkutan.
Kualitas Lahan.
Kualitas lahan adalah sifat-sifat pengenal
atau attribute yang bersifat kompleks dari sebidang lahan. Setiap kualitas
lahan mempunyai keragaan (performance) yang berpengaruh terhadap kesesuaiannya
bagi penggunaan tertentu dan biasanya terdiri atas satu atau lebih
karakteristik lahan (land characteristics). Kualitas lahan ada yang bisa
diestimasi atau diukur secara langsung di lapangan, tetapi pada umumnya
ditetapkan dari pengertian karakteristik lahan (FAO, 1976).
Dalam evaluasi lahan sering kualitas lahan tidak digunakan tetapi langsung menggunakan karakteristik lahan (Driessen, 1971; Staf PPT, 1983), karena keduanya dianggap sama nilainya dalam evaluasi. Metode evaluasi yang menggunakan kualitas lahan antara lain dikemukakan pada CSR/FAO (1983), FAO (1983), Sys et al. (1993) (lihat Tabel2).
Dalam evaluasi lahan sering kualitas lahan tidak digunakan tetapi langsung menggunakan karakteristik lahan (Driessen, 1971; Staf PPT, 1983), karena keduanya dianggap sama nilainya dalam evaluasi. Metode evaluasi yang menggunakan kualitas lahan antara lain dikemukakan pada CSR/FAO (1983), FAO (1983), Sys et al. (1993) (lihat Tabel2).
Tabel
2. Kualitas lahan yang dipakai pada metode evaluasi lahan menurut CSR/FAO
(1983), FAO (1983), dan Sys et al. (1993).
CSR/FAO,
1983
|
FAO,
1983
|
Sys
et.al., 1993
|
Temperatur
|
Kelembaban
|
Sifat
iklim
|
Ketersediaan
air
|
Ketersediaan
hara
|
Topografi
|
Ketersediaan
oksigen
|
Ketersediaan
oksigen
|
Kelembaban
|
Media
perakaran
|
Media
untuk perkembangan akar
|
Sifat
fisik tanah
|
Retensi
hara
|
Kondisi
untuk pertumbuhan
|
Sifat
kesuburan tanah
|
Toksisitas
|
Kemudahan
diolah
|
Salinitas/alkalinitas
|
Sodisitas
|
Salinitas
dan alkalinitas/ toksisitas
|
|
Bahaya
sulfidik
|
Retensi
terhadap erosi
|
|
Bahaya
erosi
|
Bahaya
banjir
|
|
Penyiapan
lahan
|
Temperatur
|
|
Energi
radiasi dan fotoperiode
|
||
Bahaya
unsur iklim (angin, kekeringan)
|
||
Kelembaban
udara
Periode kering untuk pemasakan (ripening) tanaman |
Kualitas
lahan dapat berperan positif atau negatif terhadap penggunaan lahan tergantung
dari sifat-sifatnya. Kualitas lahan yang berperan positif sifatnya
menguntungkan bagi suatu penggunaan. Sebaliknya kualitas lahan yang bersifat
negatif akan merugikan (merupakan kendala) terhadap penggunaan tertentu,
sehingga merupakan faktor penghambat atau pembatas. Setiap kualitas lahan dapat
berpengaruh terhadap satu atau lebih dari jenis penggunaannya. Demikian pula
satu jenis penggunaan lahan tertentu akan dipengaruhi oleh berbagai kualitas
lahan.
Sebagai contoh bahaya erosi dipengaruhi oleh: keadaan sifat tanah, terrain (lereng) dan ikim (curah hujan). Ketersediaan air bagi kebutuhan tanaman dipengaruhi antara lain oleh: faktor iklim, topografi, drainase, tekstur, struktur, dan konsistensi tanah, zone perakaran, dan bahan kasar (batu, kerikil) di dalam penampang tanah. Kualitas lahan yang menentukan dan berpengaruh terhadap manajemen dan masukan yang diperlukan adalah:
Sebagai contoh bahaya erosi dipengaruhi oleh: keadaan sifat tanah, terrain (lereng) dan ikim (curah hujan). Ketersediaan air bagi kebutuhan tanaman dipengaruhi antara lain oleh: faktor iklim, topografi, drainase, tekstur, struktur, dan konsistensi tanah, zone perakaran, dan bahan kasar (batu, kerikil) di dalam penampang tanah. Kualitas lahan yang menentukan dan berpengaruh terhadap manajemen dan masukan yang diperlukan adalah:
- Terrain berpengaruh terhadap mekanisasi dan/atau pengelolaan lahan secara praktis (teras, tanaman sela/alley cropping, dan sebagainya), konstruksi dan pemeliharaan jalan penghubung.
- Ukuran dari unit potensial manajemen atau blok area/lahan pertanian.
- Lokasi dalam hubungannya untuk penyediaan sarana produksi (input), dan pemasaran hasil (aspek ekonomi).
Dalam
Juknis ini kualitas lahan yang dipilih sebagai berikut: temperatur,
ketersediaan air, ketersediaan oksigen, media perakaran, bahan kasar, gambut,
retensi hara, toksisitas, salinitas, bahaya sulfidik, bahaya erosi, bahaya
banjir, dan penyiapan lahan.
-
temperatur:
|
ditentukan
oleh keadaan temperatur rerata
|
–
ketersediaan air :
|
ditentukan
oleh keadaan curah hujan, kelembaban, lama masa kering, sumber air tawar,
atau amplitudo pasangsurut, tergantung jenis komoditasnya
|
-
ketersediaan oksigen :
|
ditentukan
oleh keadaan drainase atau oksigen tergantung jenis komoditasnya
|
-
media perakaran :
|
ditentukan
oleh keadaan tekstur, bahan kasar dan kedalaman tanah
|
-
gambut:
|
ditentukan
oleh kedalaman dan kematangan gambut
|
-
retensi hara :
|
ditentukan
oleh KTK-liat, kejenuhan basa, pH-H20, dan C-organik
|
-
bahaya keracunan :
|
ditentukan
oleh salinitas, alkalinitas, dan kedalaman sulfidik atau pirit (FeS2)
|
-
bahaya erosi :
|
ditentukan
oleh lereng dan bahaya erosi
|
-
bahaya banjir :
|
ditentukan
oleh genangan
|
-
penyiapan lahan :
|
ditentukan
oleh batuan di permukaan dan singkapan batuan
|
Fasilitas
yang berkaitan dengan aspek ekonomi merupakan penentu kesesuaian lahan secara
ekonomi atau economy land suitability class (Rossiter, 1995). Hal ini dengan
pertimbangan bagaimanapun potensialnya secara fisik suatu wilayah, tanpa
ditunjang oleh sarana ekonomi yang memadai, tidak akan banyak memberikan kontribusi
terhadap pengembangan wilayah tersebut. Evaluasi Lahan dari aspek ekonomi tidak
dibahas dalam Juknis ini.
Persyaratan
penggunaan lahan. Semua jenis komoditas pertanian termasuk tanaman pertanian,
peternakan, dan perikanan yang berbasis lahan untuk dapat tumbuh atau hidup dan
berproduksi optimal memerlukan persyaratan-persyaratan tertentu. Untuk
memudahkan dalam pelaksanaan evaluasi, persyaratan penggunaan lahan dikaitkan
dengan kualitas lahan dan karakteristik lahan yang telah dibahas. Persyaratan
karakteristik lahan untuk masing-masing komoditas pertanian umumnya berbeda,
tetapi ada sebagian yang sama sesuai dengan persyaratan tumbuh komoditas
pertanian tersebut.
Persyaratan
tersebut terutama terdiri atas energi radiasi, temperatur, kelembaban, oksigen,
dan hara. Persyaratan temperatur dan kelembaban umumnya digabungkan, dan
selanjutnya disebut sebagai periode pertumbuhan (FAO, 1983). Persyaratan lain
berupa media perakaran, ditentukan oleh drainase, tekstur, struktur dan
konsistensi tanah, serta kedalaman efektif (tempat perakaran berkembang). Ada
tanaman yang memerlukan drainase terhambat seperti padi sawah. Tetapi pada
umumnya tanaman menghendaki drainase yang baik, dimana pada kondisi demikian
aerasi tanah cukup baik, sehingga di dalam tanah cukup tersedia oksigen, dengan
demikian akar tanaman dapat berkembang dengan baik, dan mampu menyerap unsur
hara secara optimal. Persyaratan tumbuh atau persyaratan penggunaan lahan yang
diperlukan oleh masing-masing komoditas mempunyai batas kisaran minimum,
optimum, dan maksimum untuk masing-masing karakteristik lahan. Kisaran tersebut
untuk masing-masing komoditas pertanian dapat dilihat pada Lampiran 1 – 6.
Kualitas lahan yang optimum bagi kebutuhan tanaman atau penggunaan lahan
merupakan batasan bagi kelas kesesuaian lahan yang paling sesuai (S1).
Sedangkan kualitas lahan yang di bawah optimum merupakan batasan kelas
kesesuaian lahan antara kelas yang cukup sesuai (S2), dan/atau sesuai marginal
(S3). Di luar batasan tersebut merupakan lahan-lahan yang secara fisik
tergolong tidak sesuai (N).
Prosedur
Evaluasi Lahan
Evaluasi lahan umumnya merupakan kegiatan
lanjutan dari survei dan pemetaan tanah atau sumber daya lahan lainnya, melalui
pendekatan interpretasi data tanah serta fisik lingkungan untuk suatu tujuan
penggunaan tertentu. Sejalan dengan dibedakannya macam dan tingkat pemetaan
tanah, maka dalam evaluasi lahan juga dibedakan menurut ketersediaan data hasil
survei dan pemetaan tanah atau survei sumber daya lahan lainnya, sesuai dengan
tingkat dan skala pemetaannya.
Pendekatan
Dalam
evaluasi lahan ada 2 macam pendekatan yang dapat ditempuh mulai dari tahap
konsultasi awal (initial consultation) sampai kepada klasifikasi kesesuaian
lahan (FAO, 1976). Kedua pendekatan itu adalah: 1) pendekatan dua tahapan (two
stage approach); dan 2) pendekatan paralel (parallel approach).
- Pendekatan dua tahapan. Pendekatan dua tahap terdiri atas tahap pertama adalah evaluasi lahan secara fisik, dan tahap kedua evaluasi lahan secara ekonomi. Pendekatan tersebut biasanya digunakan dalam inventarisasi sumber daya lahan baik untuk tujuan perencanaan makro, maupun untuk studi pengujian potensi produksi (FAO, 1976). Klasifikasi kesesuaian tahap pertama didasarkan pada kesesuaian lahan untuk jenis penggunaan yang telah diseleksi sejak awal kegiatan survei, seperti untuk tegalan (arable land) atau sawah dan perkebunan. Konstribusi dari analisis sosial ekonomi terhadap tahap pertama terbatas hanya untuk mencek jenis penggunaan lahan yang relevan. Hasil dari kegiatan tahap pertama ini disajikan dalam bentuk laporan dan peta yang kemudian dijadikan subjek pada tahap kedua untuk segera ditindak lanjuti dengan analisis aspek ekonomi dan sosialnya.
- Pendekatan paralel. Dalam pendekatan paralel kegiatan evaluasi lahan secara fisik dan ekonomi dilakukan bersamaan (paralel), atau dengan kata lain analisis ekonomi dan sosial dari jenis penggunaan lahan dilakukan secara serempak bersamaan dengan pengujian faktor-faktor fisik. Cara seperti ini umumnya menguntungkan untuk suatu acuan yang spesifik dalam kaitannya dengan proyek pengembangan lahan pada tingkat semi detil dan detil. Melalui pendekatan paralel ini diharapkan dapat memberi hasil yang lebih pasti dalam waktu yang singkat.
Penyiapan
Data
Untuk
melakukan evaluasi lahan baik dengan menggunakan pendekatan dua tahapan maupun
pendekatan paralel perlu didahului dengan konsultasi awal. Konsultasi awal ini
untuk menentukan tujuan dari evaluasi yang akan dilakukan, data apa yang
diperlukan dan asumsi-asumsinya yang akan dipergunakan sebagai dasar dalam
penilaian. Evaluasi lahan yang akan dilakukan tergantung dari tujuannya yang
harus didukung oleh ketersediaan data dan informasi sumber daya lahan.
Pelaksanaan Evaluasi lahan dibedakan ke dalam
tiga tingkatan, yaitu: tingkat tinjau skala 1:250.000 atau lebih kecil; semi
detil skala 1:25.000 sampai 50.000; dan detil skala 10.000 sampai 25.000 atau
lebih besar. Jenis, jumlah, dan kualitas data yang dihasilkan dari ketiga
tingkat pemetaan tersebut bervariasi, sehingga penyajian hasil evaluasi lahan
ditetapkan sebagai berikut: pada tingkat tinjau dinyatakan dalam ordo, tingkat
semi detil dalam kelas/subkelas, dan pada tingkat detil dinyatakan dalam
subkelas/subunit. Petunjuk Teknis ini disarankan dipakai terutama untuk tingkat
pemetaan semi detil.
Pada prinsipnya penilaian kesesuaian lahan dilaksanakan dengan cara mencocokkan (matching) data tanah dan fisik lingkungan dengan tabel rating kesesuaian lahan yang telah disusun berdasarkan persyaratan penggunaan lahan mencakup persyaratan tumbuh/hidup komoditas pertanian yang bersangkutan, pengelolaan dan konservasi. Kriteria kelas kesuaian lahan untuk 112 jenis komoditas pertanian yang berbasis lahan disajikan pada Lampiran 1–6. Pada proses matching hukum minimum dipakai untuk menentukan faktor pembatas yang akan menentukan kelas dan subkelas kesesuaian lahannya. Dalam penilaian kesesuaian lahan perlu ditetapkan dalam keadaan aktual (kesesuaian lahan aktual) atau keadaan potensial (kesesuaian lahan potensial). Keadaan potensial dicapai setelah dilaksanakan usaha-usaha perbaikan (Improvement = I) terhadap masing-masing faktor pembatas untuk mencapai keadaan potensial.
Pada prinsipnya penilaian kesesuaian lahan dilaksanakan dengan cara mencocokkan (matching) data tanah dan fisik lingkungan dengan tabel rating kesesuaian lahan yang telah disusun berdasarkan persyaratan penggunaan lahan mencakup persyaratan tumbuh/hidup komoditas pertanian yang bersangkutan, pengelolaan dan konservasi. Kriteria kelas kesuaian lahan untuk 112 jenis komoditas pertanian yang berbasis lahan disajikan pada Lampiran 1–6. Pada proses matching hukum minimum dipakai untuk menentukan faktor pembatas yang akan menentukan kelas dan subkelas kesesuaian lahannya. Dalam penilaian kesesuaian lahan perlu ditetapkan dalam keadaan aktual (kesesuaian lahan aktual) atau keadaan potensial (kesesuaian lahan potensial). Keadaan potensial dicapai setelah dilaksanakan usaha-usaha perbaikan (Improvement = I) terhadap masing-masing faktor pembatas untuk mencapai keadaan potensial.
Asumsi-asumsi
dalam Evaluasi Lahan
Sebelum melaksanakan evaluasi lahan, terlebih
dahulu harus ditetapkan asumsi-asumsi yang akan diterapkan. Dalam hal ini
apakah evaluasi lahan akan dilakukan dengan asumsi pada kondisi tingkat
manajemen rendah (sederhana), sedang, atau tinggi. Evaluasi lahan untuk tujuan
perencanaan pembangunan pertanian perkebunan besar dengan masukan teknologi
tinggi, tentu berbeda asumsinya jika tujuan evaluasi lahan hanya untuk
perkebunan rakyat yang cukup dengan masukan teknologi menengah. Demikian pula
dalam hal penggunaan alat-alat pengolahan tanah dalam pembukaan lahan
pertanian. Jika lahan akan diolah secara manual (cangkul atau bajak) maka
asumsi yang dapat digunakan dalam menilai kualitas dan karakteristik lahan
berbeda dengan penggunaan alat-alat berat (mekanik). Sebagai contoh penilaian
terhadap tekstur tanah yang liat dan/atau berkerikil untuk pengolahan tanah
secara manual tidak terlalu bermasalah dibandingkan jika menggunakan alat
mekanik. Kasus serupa dalam menghadapi kualitas lahan terrain dalam hal ini
lereng. Pada lereng lebih besar dari 8% jika tanah diolah dengan menggunakan
traktor merupakan masalah, tetapi tidak demikian kalau diteras dengan
menggunakan alat pengolah tanah yang sederhana. Asumsi dapat dibedakan terutama
atas dua hal: (1) yang menyangkut areal
proyek; dan (2) yang menyangkut
pelaksanaan evaluasi/interpretasi serta waktu berlakunya dari hasil evaluasi
lahan. Beberapa contoh asumsi yang ditetapkan untuk evaluasi lahan secara
kuantitatif fisik adalah sebagai berikut:
- Data tanah yang digunakan hanya terbatas pada informasi atau data dari satuan lahan atau satuan peta tanah.
- Reliabilitas data yang tersedia: rendah, sedang, tinggi
- Lokasi penelitian atau daerah survei
- Kependudukan tidak dipertimbangkan dalam evaluasi
- Infrastruktur dan aksesibilitas serta fasilitas pemerintah tidak dipertimbangkan dalam evaluasi.
- Tingkat pengelolaan atau manajemen dibedakan atas 3 tingkatan yaitu rendah, sedang, dan tinggi.
- Pemilikan tanah tidak dipertimbangkan dalam evaluasi.
- Pemasaran hasil produksi serta harga jual tidak dipertimbangkan dalam evaluasi.
- Evaluasi lahan dilaksanakan secara kualitatif, kuantitatif fisik atau kuantitatif ekonomi.
- Usaha perbaikan lahan untuk mendapatkan kondisi potensial dipertimbangkan dan disesuaikan dengan tingkat pengelolaannya.
- Aspek ekonomi hanya dipertimbangkan secara garis besar.
Parameter
Evaluasi Lahan
Berikut karakteristik tanah atau lahan dan
cara memprediksi data secara praktis di lapangan maupun kriteria
pengelompokannya. Karakteristik tanah/lahan yang dipakai sebagai parameter
dalam evaluasi lahan tersebut antara lain: temperatur udara, drainase, tekstur,
alkalinitas, bahaya erosi, dan banjir/genangan. Estimasi temperatur berdasarkan
ketinggian tempat (elevasi)
Di tempat-tempat yang tidak tersedia data temperatur (stasiun iklim terbatas), maka temperatur udara dapat diduga berdasarkan ketinggian tempat (elevasi) dari atas permukaan laut. Pendugaan tersebut dengan menggunakan pendekatan rumus dari Braak (1928) dalam Mohr et al. (1972). Berdasarkan hasil penelitiannya di Indonesia temperatur di dataran rendah (pantai) berkisar antara 25-27ºC, dan rumus yang dapat digunakan (rumus Braak) adalah sebagai berikut: 26,3°C – (0,01 x elevasi dalam meter x 0,6°C)
Di tempat-tempat yang tidak tersedia data temperatur (stasiun iklim terbatas), maka temperatur udara dapat diduga berdasarkan ketinggian tempat (elevasi) dari atas permukaan laut. Pendugaan tersebut dengan menggunakan pendekatan rumus dari Braak (1928) dalam Mohr et al. (1972). Berdasarkan hasil penelitiannya di Indonesia temperatur di dataran rendah (pantai) berkisar antara 25-27ºC, dan rumus yang dapat digunakan (rumus Braak) adalah sebagai berikut: 26,3°C – (0,01 x elevasi dalam meter x 0,6°C)
Berdasarkan penelitian Braak tersebut
temperatur tanah pada kedalaman 50 cm di Indonesia lebih tinggi 3-4,5ºC,
sehingga untuk menduga temperatur tanah pada kedalaman 50 cm, maka rerata
temperatur udara ditambah sekitar 3,5ºC. Tetapi menurut Wambeke et al. (1986)
temperatur tanah lebih tinggi 2,5ºC dari temperatur udara. Hasil pendugaan
temperatur dan ditambah perbedaan temperatur udara dan temperatur tanah
tersebut digunakan untuk menentukan rejim temperatur tanah seperti yang
ditetapkan dalam Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff, 1992; 1998).
Drainase tanah
Kelas
drainase tanah dibedakan dalam 7 kelas sebagai berikut:
1.
|
Cepat
(excessively drained), tanah mempunyai konduktivitas hidrolik tinggi sampai
sangat tinggi dan daya menahan air rendah. Tanah demikian tidak cocok untuk
tanaman tanpa irigasi. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah
berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan aluminium serta warna
gley (reduksi).
|
2.
|
Agak
cepat (somewhat excessively drained), tanah mempunyai konduktivitas hidrolik
tinggi dan daya menahan air rendah. Tanah demikian hanya cocok untuk sebagian
tanaman kalau tanpa irigasi. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu
tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan aluminium serta
warna gley (reduksi).
|
3.
|
Baik
(well drained), tanah mempunyai konduktivitas hidrolik sedang dan daya
menahan air sedang, lembab, tapi tidak cukup basah dekat permukaan. Tanah
demikian cocok untuk berbagai tanaman. Ciri yang dapat diketahui di lapangan,
yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan/atau mangan
serta warna gley (reduksi) pada lapisan sampai = 100 cm.
|
4.
|
Agak
baik (moderately well drained), tanah mempunyai konduktivitas hidrolik sedang
sampai agak rendah dan daya menahan air rendah, tanah basah dekat ke
permukaan. Tanah demikian cocok untuk berbagai tanaman. Ciri yang dapat
diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan
besi dan/atau mangan serta warna gley (reduksi) pada lapisan sampai = 50 cm.
|
5.
|
Agak
terhambat (somewhat poorly drained), tanah mempunyai konduktivitas hidrolik
agak rendah dan daya menahan air rendah sampai sangat rendah, tanah basah
sampai ke permukaan. Tanah demikian cocok untuk padi sawah dan sebagian kecil
tanaman lainnya. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna
homogen tanpa bercak atau karatan besi dan/atau mangan serta warna gley
(reduksi) pada lapisan sampai =25 cm.
|
8.
|
Terhambat
(poorly drained), tanah mempunyai konduktivitas hidrolik rendah dan daya
menahan air rendah sampai sangat rendah, tanah basah untuk waktu yang cukup
lama sampai ke permukaan. Tanah demikian cocok untuk padi sawah dan sebagian
kecil tanaman lainnya. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah
mempunyai warna gley (reduksi) dan bercak atau karatan besi dan/atau mangan
sedikit pada lapisan sampai permukaan.
|
7.
|
Sangat
terhambat (very poorly drained), tanah dengan konduktivitas hidrolik sangat
rendah dan daya menahan air sangat rendah, tanah basah secara permanen dan
tergenang untuk waktu yang cukup lama sampai ke permukaan. Tanah demikian
cocok untuk padi sawah dan sebagian kecil tanaman lainnya. Ciri yang dapat
diketahui di lapangan, yaitu tanah mempunyai warna gley (reduksi) permanen
sampai pada lapisan permukaan.
|
Tekstur
Tekstur adalah merupakan gabungan komposisi
fraksi tanah halus (diameter =2 mm) yaitu pasir, debu dan liat. Tekstur dapat
ditentukan di lapangan seperti disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Menentukan kelas tekstur di lapangan
No
|
Tekstur
|
Sifat
Tanah
|
1.
|
Pasir
(S)
|
Sangat
kasar sekali, tidak membentuk bola dan gulungan, serta tidak melekat.
|
2.
|
Pasir
berlempung (LS)
|
Sangat
kasar, membentuk bola yang mudah sekali hancur, serta agak melekat.
|
3.
|
Lempung
berpasir (SL)
|
Agak
kasar, membentuk bola agak kuat tapi mudah hancur, serta agak melekat.
|
4
|
Lempung
(L)
|
Rasa
tidak kasar dan tidak licin, membentuk bola teguh, dapat sedikit digulung
dengan permukaan mengkilat, dan melekat.
|
5
|
Lempung
berdebu (SiL)
|
Licin,
membentuk bola teguh, dapat sedikit digulung dengan permukaan mengkilat,
serta agak melekat.
|
6
|
Debu
(Si)
|
Rasa
licin sekali, membentuk bola teguh, dapat sedikit digulung dengan permukaan
mengkilat, serta agak melekat.
|
7
|
Lempung
berliat (CL)
|
Rasa
agak kasar, membentuk bola agak teguh (lembab), membentuk gulungan tapi mudah
hancur, serta agak melekat.
|
8
|
Lempung
liat berpasir (SCL)
|
Rasa
kasar agak jelas, membentuk bola agak teguh (lembab), membentuk gulungan
tetapi mudah hancur, serta melekat.
|
9
|
Lempung
liat berdebu (SiCL)
|
Rasa
licin jelas, membentuk bola teguh, gulungan mengkilat, melekat.
|
10
|
Liat
berpasir (SC)
|
Rasa
licin agak kasar, membentuk bola dalam keadaan kering sukar dipilin, mudah
digulung, serta melekat.
|
11
|
Liat
berdebu (SiC)
|
Rasa
agak licin, membentuk bola dalam keadaan kering sukar dipilin, mudah
digulung, serta melekat.
|
12
|
Liat
(C)
|
Rasa
berat, membentuk bola sempurna, bila kering sangat keras, basah sangat
melekat.
|
Pengelompokan
kelas tekstur yang digunakan pada Juknis ini adalah:
Halus
(h)
|
Liat
berpasir, liat, liat berdebu
|
Agak
halus (ah)
|
Lempung
berliat, lempung liat berpasir, lempung liat berdebu
|
Sedang
(s)
|
Lempung
berpasir sangat halus, lempung, lempung berdebu, debu
|
Agak
kasar (ak)
|
Lempung
berpasir
|
Kasar
(k)
|
Pasir,
pasir berlempung
|
Sangat
halus (sh)
|
Liat
(tipe mineral liat 2:1)
|
Bahan kasar
Bahan
kasar adalah merupakan modifier tekstur yang ditentukan oleh jumlah persentasi
kerikil, kerakal, atau batuan pada setiap lapisan tanah, dibedakan menjadi:
Sedikit
|
<
15%
|
Sedang
|
15
– 35%
|
Banyak
|
35
– 60%%
|
sangat
banyak
|
>
60%
|
Kedalaman tanah
Kedalaman
tanah, dibedakan menjadi:
sangat
dangkal
|
<
20 cm
|
Dangkal
|
20
– 50 cm
|
Sedang
|
50
– 75 cm
|
Dalam
|
>
75 cm
|
Ketebalan gambut
Ketebalan
gambut, dibedakan menjadi:
Tipis
|
<
60 cm
|
Sedang
|
60
– 100 cm
|
agak
tebal
|
100
– 200 cm
|
Tebal
|
200
– 400 cm
|
sangat
tebal
|
>
400 cm
|
Saprik+,
hemik+, fibrik+ = saprik/ hemik/ fibrik dengan sisisipan/ pengkayaan bahan
mineral.
Alkalinitas
Menggunakan nilai exchangeable sodium percentage atau ESP (%) yaitu dengan perhitungan:
ESP = Na dapat tukar x 100/KTK tanah
Menggunakan nilai exchangeable sodium percentage atau ESP (%) yaitu dengan perhitungan:
ESP = Na dapat tukar x 100/KTK tanah
Nilai
ESP 15% adalah sebanding dengan nilai sodium adsorption ratio atau SAR 13
Bahaya erosi
Tingkat bahaya erosi dapat diprediksi
berdasarkan keadaan lapangan, yaitu dengan cara memperhatikan adanya erosi
lembar permukaan (sheet erosion), erosi alur (reel erosion), dan erosi parit
(gully erosion). Pendekatan lain untuk memprediksi tingkat bahaya erosi yang
relatif lebih mudah dilakukan adalah dengan memperhatikan permukaan tanah yang
hilang (rata-rata) pertahun, dibandingkan tanah yang tidak tererosi yang
dicirikan oleh masih adanya horizon A. Horizon A biasanya dicirikan oleh warna
gelap karena relatif mengandung bahan organik yang cukup banyak. Tingkat bahaya
erosi tersebut disajikan dalam Tabel 4.
Tabel
4. Tingkat bahaya erosi
Tingkat
bahaya erosi Jumlah tanah permukaan yang hilang (cm/tahun)
Sangat
ringan (sr)
|
<
0,15
|
Ringan
(r)
|
0,15
– 0,9
|
Sedang
(s)
|
0,9
– 1,8
|
Berat
(b)
|
1,8
– 4,8
|
Sangat
berat (sb)
|
>
4,8
|
Bahaya banjir/genangan.
Banjir
ditetapkan sebagai kombinasi pengaruh dari: kedalaman banjir (X) dan lamanya
banjir (Y). Kedua data tersebut dapat diperoleh melalui wawancara dengan
penduduk setempat di lapangan.
No
|
Kedalaman
banjir (X)
|
Lamanya
banjir (Y):
|
1.
|
<
25 cm
|
1.
< 1 bulan
|
2.
|
25
– 50 cm
|
2.
1 – 3 bulan
|
3.
|
50
– 150 cm
|
3.
3 – 6 bulan
|
4.
|
>
150 cm.
|
4.
> 6 bulan.
|
Bahaya
banjir diberi simbol Fx, y. (dimana X adalah simbol kedalaman air genangan, dan
Y adalah lamanya banjir). Kelas bahaya banjir tersebut disajikan dalam Tabel 5.
Kriteria
Kesesuaian Lahan
3.
URGENSI MENJAGA KESUBURAN
Jumlah penduduk Indonesia terus meningkat,
sehingga kebutuhan pangan terus bertambah. Sebaliknya luas lahan produktif
relatif tetap atau bahkan menyusut. Lahan-lahan yang bagus di Jawa
dialihfungsikan menjadi pemukiman atau kawasan industri. Peningkatan produksi
dapat dilakukan melalui intensifikasi untuk meningkatkan produktivitas atau
ekstensifikasi untuk mendapatkan lahan baru. Kunci utama dari kedua hal
tersebut adalah bagaimana memelihara atau meningkatkan status kesuburan
tanahnya.
Konsep
pembangunan berkelanjutan terus digalakkan agar kegiatan pertanian senantiasa
menguntungkan, aman, lestari dan ramah lingkungan. Perlu penyusunan rekomendasi
pemupukan terpadu yang bersifat spesifik lokasi disesuaikan dengan komoditas
yang diusahakan dan lahan tempat usahanya. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan
efisiensi pemupukan dan mengurangi dampak pencemaran terhadap lingkungan.
Beberapa
alasan kenapa harus memupuk:
- Aplikasi pupuk terhadap hara yang diketahui menjadi faktor pembatas, akan meningkatkan hasil.
- Pengusahaan tanaman dengan hasil tinggi (high yielding), membutuhkan tanah yang subur secara berkesinambungan.
- Hara yang diserap oleh tanaman harus digantikan.
- Penggunaan pupuk yang tepat akan meningkatkan keuntungan ekonomi.
Hubungan antara kesuburan tanah dengan keadaan
lingkungan dapat digambarkan sebagai berikut. Hara dapat bergerak menuju badan
air permukaan atau air dalam tanah. Hal ini disebabkan bentang lahan saling
berhubungan, lahan pertanian tidak terpisah dari lingkungan di sekitarnya.
Pengelolaan hara yang buruk, misalnya pemupukan yang berlebihan, pengelolaan
rabuk yang sembarangan, akan menimbulkan beaya lingkungan.
4.
KOMPONEN KESUBURAN TANAH
- Jeluk mempan perakaran yang memadai [nama lain solum, merupakan daerah jelajah akar, perlu dikonservasi menghadapi erosi].
- Struktur tanah yang optimum [mengatur imbangan air-udara dan kemudahan ditembus akar].
- Reaksi tanah yang optimum [mencerminakan ketersediann/kelarutan unsur hara serta dominansi mikrobia].
- Hara cukup dan seimbang [macam, jumlah dan nisbah].
- Penyimpanan dan penyediaan hara dan lengas yang optimum [berkaitan dengan Kapasitas Pertukaran Kation, buffering capacity, serta retensi lengas].
- Humus yang cukup [penyimpanan C-organik dalam tanah, berfungsi dalam khelasi, sebagai sumber materi dan energi bagi mikrobia].
- Mikrobia bermanfaat [melakukan sinergisme, pelaku aktif daur hara dan materi].
- Bebas bahan meracun [berupa senyawa toksin dan limbah].
ph memang sangat diperlukan di dalam tanah karena sangat berpengaruh terhadap tanaman yang akan ditanam, untuk itu anda perlu juga melakukan pengetesan PH tanah yang anda miliki. cara pengetesannya menggunakan Alat PH Meter tanah berikut:
BalasHapus1.pH Meter Tanah Manual
2.pH Meter Digital 4in1 AMT300
3.NPK Soil Fertility
4.pH Meter Tanah Manual Peluru Pendek
5.pH Meter Tanah Peluru Panjang
Info lengkap kunjungi phmetermurah.com