Translate

Senin, 27 Januari 2014

contoh laporan praktek kerja lapang (PKL) tentang Oryctes rhinoceros



I.     PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang
Komoditi perkebunan memiliki peranan yang nyata dalam memajukan perekonomian dan pertanian di Indonesia. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan meningkatnya taraf hidup petani, terciptanya lapangan kerja, dan meningkatnya devisa negara. Salah satu komoditas perkebunan penting di Indonesia adalah kelapa sawit. Kelapa sawit merupakan primadona ekspor non migas, oleh karena itu komoditi ini selalu menjadi pilihan banyak pengusaha untuk menanamkan modalnya.
Perkebunan kelapa sawit di Indonesia dimulai sejak tahun 1911 di Sumatra Utara (syarif, 2009). Sejak saat itu perkebunan kelapa sawit mengalami banyak kemajuan sampai dengan pecahnya perang pasifik pada tahun 1940. Kemajuan perkebunan kelapa sawit ini didukung oleh lembaga – lembaga penelitian yang telah berdiri sampai sekarang ini (Mangunsoekarjo & Toyib, 2003).
Berdasarkan hasil penelitian kondisi iklim dan keadaan tanah, wilayah Sumatera Utara dianggap cocok untuk pengembangan tanaman kelapa sawit sehingga pihak Belanda, Inggris, dan Belgia mulai untuk mendirikan perkebunan kelapa sawit.  
Hal yang mendasari untuk memilih PT. Asam Jawa sebagai tempat tujuan PKL yakni dengan beberapa informasi yang terkait, baik dari referensi dosen maupun senior yang telah melakukan PKL di PT. Asam Jawa bahwa, banyaknya hal yang dapat di pelajari dan adanya areal perluasan maupun peremajaan pada tanaman sawit sedang digalakkan. Sehingga pemilihan tema dalam Praktek Kerja Lapang (PKL) ini adalah prihatinnya melihat kondisi tanaman pada areal TBM (Tanaman Belum Menghasilkan) yang sangat rentan terhadap hama Oryctes rhinoceros ini. Hal ini terjadi di PT Asam Jawa khususnya di divisi H. Pengaruh adanya serangan hama ini sangat memprihatinkan dan sangat merugikan dalam perkebunan kelapa sawit ini. Hal ini sangat berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan produktifitas dari tanaman sawit tersebut. Oleh sebab itu, pembahasan mengenai hama Oryctes rhinoceros ini sangat penting untuk di pelajari. Dengan pembelajaran serta pengetahuan tentang hama maupun cara pengendaliannya dapat meminimalisir kerugian yang ditimbulkan dari hama tersebut.

1.2.  Tujuan
Kegiatan kerja praktek lapang ini bertujuan untuk:
a.       Mengetahui cara pengendalian hama Oryctes rhinoceros pada tanaman kelapa sawit di PT. Asam Jawa.

1.3.  Manfaat
Setelah melaksanakan Praktek Kerja Lapang, diharapkan mahasiswa:
1.      Mempunyai pengalaman serta keterampilan kerja di dunia kerja khususnya mengenai hama Oryctes rhinoceros di area TBM kelapa sawit.
2.      Meningkatkan keterampilan dan memperluas ilmu pengetahuan mahasiswa baik secara akademik maupun secara praktek melalui Praktek Kerja Lapang khususnya hama Oryctes rhinoceros (kumbang badak) pada areal TBM (Tanaman Belum Menghasilkan) kelapa sawit di PT Asam Jawa dan Meningkatkan keterampilan kerja dan profesionalise mahasiswa dalam dunia pekerjaan.
3.      Dapat menerapkan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang telah diperoleh selama Praktek Kerja Lapang.
4.      Menjalin kerja sama antara PT Asam Jawa Sumatera Utara dengan Fakultas Pertanian dan Peternakan terutama Jurusan Agroteknologi Universitas Islam Negri Sultan Syarif Kasim Riau.









II.  TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah Kelapa Sawit di Indonesia
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacg.) merupakan salah satu tanaman perkebunan di Indonesia yang mempunyai masa depan cukup cerah. Tanaman kelapa sawit berasal dari Nigeria, Afrika Barat, tetapi adapula yng mengatakan tanaman ini berasal dari Brazil, Amerika Selatan (Setyamidjaja, 2006). Sedangkan menurut Sunarko (2007) Tanaman kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1848 di Sumatra Utara dan dan Nanggroe Aceh Darussalam oleh pemerintah kolonia Belanda dan mulai diusahakan pada tahun 1911, perintis kebun kelapa sawit di indonesia adalah Adrian Hallet seorang warga Negara Belgia.
Pada waktu Belanda meninggalkan Indonesia, Jepang mengambil alih perkebunan kelapa sawit, tetapi pada saat Jepang mengambil ahli, perkebunan kelapa sawit mengalami kemunduran Secara keseluruhan produksi kelapa sawit terhenti total, lahan perkebunan mengalami penyusutan sebesar 16% dari total luas lahan yang ada, sehingga produksi minyak sawit indonesia hanya mencapai 56.000 ton pada tahun 1948, sedangkan pada tahun 1940, produksi minyak kelapa sawit sebanyak 250.000 ton. Setelah jepang meninggalkan indonesia, pemerintah mengambil ahli perkebunan kelapa sawit. Pemerintah terus mendorong pembukaan lahan baru untuk tanaman kelapa sawit. Sampai tahun 1980 luas lahan mencapai 294.560 ha, dengan produksi Crude Palm Oil (CPO) mencapai 721.127 Ton (Fauzi, 2002).

2.2. Klasifikasi Tanaman Kelapa Sawit
Menurut Pahan (2012), Kelapa sawit diklasifikasikan sebagai berikut : Regnum: Plantae, Diviso : Embryophyta Siphonagama, Classis : Angiospermae, Ordo : Monocotyledonae, Familia : Areacaceae, Subfamilia : Cocoideae, Genus : Elaeis, Spesies : 1. Elaeis guineensis jacq.,2. Elaeis oleifera, 3. Elaeis odora.



2.3. Syarat Tumbuh Kelapa Sawit 
Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh baik pada daerah tropikal basah di sekitar lintang utara-selatan 12o pada ketinggian 0-500 m diatas permukaan laut. Jumlah curah hujan yang baik adalah 2000-5000 mm/tahun, tidak memiliki defisit air, suhu optimal adalah 24-28o C dengan suhu minimum 18o C dan maksimal 32o C, kelembaban udara 80%, penyinaran matahari 5-7 jam/hari dan kecepatan angin 5-6 km/jam. Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah seperti podsolik, latosol, hidromorfik kelabu (HK), regosol, andosol, organosol dan aluvial. Sifat fisik tanah yang baik untuk kelapa sawit yaitu memiliki solum setebal 80 cm, tekstur ringan, memiliki pasir 20-60%, debu 10-40%, dan liat 20-50%, kemudian memiliki perkembangan struktur baik, konsistensi gembur sampai agak teguh dan permeabilitas sedang, pH tanah sekitar 5-5,5, dan memiliki kandungan unsur hara dalam tanah yang tinggi (Lubis, 1992).

2.4. Botani Kelapa Sawit
Menurut Setyamidjaja (2006) tanaman kelapa sawit termasuk tanaman monokotil sehingga kelapa sawit tidak memiliki akar tunggang dan akar cabang. Sistem perakaran kelapa sawit terdiri atas akar primer yang keluar dari bagian bawah batang (bulb) tumbuh secara vertikal atau mendatar. Akar sekunder yang tumbuh dari akar primer secara mendatar ataupun ke bawah dan akar tersier serta kuarter tumbuh di permukaan sehingga paling aktif mengambil hara dan air dalam tanah.

2.4.1. Daun
Kelapa sawit memiliki daun yang menyerupai bulu burung atau ayam. Dibagian pangkal pelepah daun terbentuk dua baris duri yang sangat tajam dan keras kedua sisinya. Anak-anak daun tersusun berbaris dua hingga ujung daun. Ujung pelepah daun sering tumbuh menyerupai buntut benang yang mencirikan kekurangan unsur boron. Ciri lainnya, ujung daun membentuk seperti ujung tombak. Boron merupakan unsur hara yang ada di dalam tanah, tetapi kadang jumlahnya tidak cukup untuk kebutuhan tanaman sehingga perlu ditambah melalui pemupukan (Sunarko, 2007).
2.4.2. Batang
Batang kelapa sawit berbentuk silinder dengan diameter sekitar 20-75 cm. Tinggi batang bertambah sekitar 45 cm per tahun. Dalam kondisi lingkungan yang sesuai pertambahan tinggi dapat mencapai 100 cm per tahun. Batang tanaman diselimuti bekas pelepah hingga umur 12 tahun. Setelah umur 12 tahun pelapah yang mengering akan terlepas sehingga penampilan menjadi mirip dengan kelapa. Kelapa sawit memiliki batang yang tidak bercabang. Pada pertumbuhan awal setelah fase muda (seedling), terjadi pembentukan batang yang melebar tanpa terjadi pemanjangan internodia. Titik tumbuh terletak dipucuk batang dan terbenam didalam tajuk daun. Bentuknya seperti kubis dan enak dimakan. Di batang terdapat pangkal-pangkal pelepah yang masih tertinggal di batang akan terkelupas, sehingga batang kelapa sawit tampak berwarna hitam beruas (Setyamidjaja, 2006).

2.4.3. Akar
Kelapa sawit merupakan tumbuhan monokotil yang tidak memiliki akar tungang. Radikula (bakal akar) pada bibit terus tumbuh memanjang kearah bawah selama enam bulan terus – menerus dan panjang akarnya mencapai 15 cm. Akar primer kelapa sawit terus berkembang. Susunan akar kelapa sawit terdiri dari serabut primer yang tumbuh vertikal ke dalam tanah dan horizontal ke samping (Dodik, 2012).
Perakaran tanaman kelapa sawit dapat mencapai kedalaman 8 m dan 16 m secara horizontal. Pemeliharaan akar akan meningkatkan absorpsi tanaman dalam mengambil unsur hara oleh tanaman melalui akar (Maksi, 2008).
Akar serabut kelapa sawit tumbuh diseluruh pangkal batang hingga 50 cm dibawah permukaan tanah. Akar ini terdiri dari atas akar primer, sekunder, tersier, hingga quarter yang biasa disebut akan feeder roots (Sunarko, 2009).

2.4.4. Bunga
Tanaman kelapa sawit merupakan tanaman berumah satu. Bunga jantan dan betina terpisah namun berada pada satu pohon (Monoecious) dan memiliki waktu pematangan berbeda sehingga sangat jarang terjadi penyerbukan sendiri sehingga pada umumnya tanaman kelapa sawit melakukan penyerbukan silang.  Kelapa sawit mengadakan penyerbukan bersilang (Cross pollination). Artinya, bunga betina dari pohon yang satu dibuahi oleh bunga jantan dari pohon lainnya dengan perantara angin dan serangga penyerbuk.
Kelapa sawit yang berumur tiga tahun sudah mulai dewasa dan mengeluarkan bunga jantan dan betina. Bunga tersebut keluar dari ketiak atau pangkal pelepah daun bagian dalam. Bunga jantan berbentuk lonjong memanjang, sedangkan bunga betina agak bulat. Bunga jantan memiliki bentuk lancip dan panjang sementara bunga betina terlihat lebih besar dan mekar (Abidin, 2008).
Perbandingan bunga betina dan bungan jantan sangat dipengaruhi pupuk dan air. Jika tanaman kekurangan pupuk dan kekurangan air, bunga jantan akan lebih banyak keluar. Produktivitas tanaman menjadi baik jika unsur hara dan air tersedia dalam jumlah yang cukup seimbang. Kecukupan unsur hara dan air didasarkan  pada analisis tanah, air, dan daun sesuai dengan umur tanaman. Sex ratio mulai terbentuk 24 bulan sebelum panen. Artinya, calon bunga (Primordial) telah terbentuk dua tahun sebelum panen. Karena itu, perencanaan produksi dihitung minimal tiga tahun sebelumnya, sehingga perencanaan pemupukan dapat dijadwalkan (Sunarko, 2007).

2.4.5. Buah
Buah sawit dengan tipe cangkang pisifera bersifat female steril sehingga sangat jarang menghasilkan tandan buah dan dalam produksi benih unggul digunakan sebagai tetua jantan. Buah sawit mempunyai warna bervareasi dari hitam,unggu, hingga merah tergantung bibit yang digunakan. Buah bergerombol dalam tandan yang muncul dari setiap pelepah. Minyak dihasilkan oleh buah. Kandungan minyak bertambah sesuai kematangan buah. Setelah melewati fase matang , kandungan asam lemak bebas FFA (Free Faty Acid) akan meningkat dan buah akan rontok dengan sendirinya (Pahan, 2007).
Buah terkumpul didalam  tandan dalam  satu tandan terdapat sekitar 1600 buah. Tanaman normal akan menghasilkan 20 – 22 tandan pertahun. Jumlah tandan buah pada tanaman tua sekitar 12 – 14 tandan pertahun. Berat setiap tandan  sekitar 25 -35 kg. Dura merupakan sawit yang buahnya memiliki cangkang tebal sehingga dianggap memperpendek umur mesin pengolah namun biasanya tandan buahnya besar-besar dan kandungan minyak pertandannya berkisar 18%. Pisifera buahnya tidak memiliki cangkang namun bunga betinanya steril sehingga sangat jarang menghasilkan buah. Jenis tenera adalah persilangan antara induk dura dan pisifera. Jenis ini dianggap bibit unggul sebab melengkapi kekurangan masing-masing induk dengan sifat cangkang buah tipis namun bunga betinanya tetap fertil. Beberapa tenera unggul presentase daging perbuahnya dapat mencapai 90% dan kandungan minyak pertandannya dapat mencapai 28% (Pahan, 2007).

2.5. Hama Oryctes rhinoceros
Pengendaian hama kumbang tanduk secara tuntas di areal peremajaan kelapa sawit sulit dilakukan dengan cepat dan membutuhkan biaya besar, walaupun sudah dilakukan pengendalian dengan memadukan teknik pengendalian secara manual dan khemis. Hal ini disebabkan breeding site hama tersebut tersedia secara melimpah di areal tersebut. Pada areal peremajaan yang dikelilingi tanaman kelapa rakyat atau palm lain, kondisi serangan akan lebih parah, karena sumber populasi hama berasal dari dalam dan luar areal kelapa sawit. Sehubungan dengan hal tersebut perlu diupayakan metode pengendalian terpadu.
Pengendalian hama penyakit serta tindakan – tindakan pengelolaan sumber daya lainnya merupakan rancangan manipulasi ekosistem untuk melestarikan kualitas sumber daya, meningkatkan kesehatan dan kenyamanan manusia, atau mempertinggi produsi makanan dan serat  (Pahan, 2012 ).










III.   BAHAN DAN METODE

3.1.  Waktu dan Tempat
Kegiatan Praktek Kerja Lapang dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus 2013. Tempat praktek kerja lapang di PT Asam Jawa (Divisi H) Provinsi Sumatera Utara.

3.2.  Pelaksanaan Kegiatan
Pelaksanaan kegiatan yang dilakukan selama praktek lapang adalah sebagai berikut :
1.      Kegiatan Secara Langsung
Kegiatan Praktek Kerja Lapang ini dilakukan mulai dari pengenalan kebun kelapa sawit, pembibitan, perawatan dan produksi tanaman kelapa sawit serta mengikuti pengendalian hama Oryctes rhinoceros. Seluruh kegiatan ini dilakukan sesuai dengan prosedur yang berlaku dalam perusahaan.
2.      Observasi
            Kegiatan wawancara dan sosialisasi mengenai sarana dan prasarana yang tersedia di PT Asam Jawa divisi H - Sumatera Utara, pengenalan secara umum tentang aspek budidaya tanaman kelapa.














IV.   HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Praktek Kerja Lapang

4.1.1. Letak Dan Keadaan Geografi
Secara geografis PT. Asam Jawa terletak di Kabupaten Labuhan Batu Selatan yang beribukota di Kota Pinang berada pada 01°26’00’’ – 02°12’55” Lintang Utara, 99°40’00’’ – 100°26’00’’ Bujur Timur, dengan ketinggian  0-700 m di atas permukaan laut.
Batas wilayah PT. Asam Jawa adalah sebagai berikut:
a)      Sebelah Utara berbatasan dengan PT SMA Sidodadi, Desa Bunut, PT
Melano dan Pengarungan.
b)      Sebelah Selatan berbatasan dengan Simpang Kanan, Pengarungan, PT
Melano dan Sulum.
c)      Sebelah Timur berbatasan dengan PT SMA dan Kampung 7.
d)     Sebelah Selatan berbatasan dengan Sumberdjo dan Desa Bunut.

4.1.2.      Sejarah PT. Asam Jawa
PT. Asam Jawa merupakan suatu perusahaan swasta nasional yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit dan industri pengolahan hasil perkebunan berupa Tandan Buah Segar (TBS) untuk menghasilkan minyak sawit (CPO), dan inti sawit (Kernel). Alasan pemberian nama Asam Jawa pada perusahaan perkebunan PT. Asam Jawa adalah karena pada saat perumusan nama perusahaan tersebut, rapat diadakan di Desa Asam Jawa, Kecamatan Kota Pinang. Perusahaan ini memiliki kantor pusat di Medan, sedangkan areal perkebunan dan pabrik berlokasi di kecamatan Kota Pinang Kabupaten Labuhan Batu Selatan.
Pendirian perkebunan PT. Asam Jawa berdasarkan Akta Notaris B. AR. Poeloengan SH di Medan pada tanggal 16 Januari 1982. Dilengkapi dengan legalitas lainya dari Pemerintah Daerah sampai Pemerintah Pusat antara lain : HGU, BKPMD, Ijin Perkebuna dan PKS. Penenaman pertama kelapa sawit dilakukan pada tahun 1983.
Dasar pemikiran Direksi untuk membangun Perusahaan Perkebunan PT. Asam Jawa  adalah :
a)      Untuk turut berkontribusi terhadap pembangunan di Labuhan Batu
Selatan.
b)      Mengembangkan potensi otonomi daerah dan menyerap tenaga kerja
khususnya di Daerah Labuhan Batu Selatan.
c)      Membudidayakan lahan non produktif menjadi lahan produktif.
Areal perkebuan kelapa sawit PT. Asam Jawa memiliki luas lahan ± 7.967,4 ha, yang terbagi menjadi 11 Divisi. Divisi A : 927,76 ha, Divisi B : 981,1 ha, Divisi C : 947,03 ha, Divisi D : 962,92 ha, Divisi E : 1.048,68 ha, Divisi F : 603,40 ha, Divisi G : 1.033,42 ha, Divisi H : 1.005,62 ha, Divisi L Payung : 237,02 ha, Divisi Pirpang : 39,49 ha dan Divisi PSD : 181,96 ha. Perkebunan kelapa sawit PT. Asam Jawa memiliki Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) dan juga Tanaman Mengehasilkan (TM).

a
b
c
d
 















Gambar 4.1. kondisi dan situasi PT. Asam Jawa. (a) Kantor PT. Asam Jawa, (b) Pabrik, (c)
Tanaman Belum Menghasilkan (TBM), (d) Tanaman Mengehasilkan (TM).


Visi dan Misi PT Asam Jawa
PT. Asam Jawa juga memiliki Visi dan Misi gua meningkatkat kesejahteraan, maka Visi yang mereka bangun yakni, Mencerdaskan kehidupan bangsa dan dengan Misi yakni, Memajukan kesejahteraan umum.
























Gambar 4.2. Peta PT. Asam Jawa, Peta PT. Asam jawa dan bagian yang dilingkari merah adalah
divisi H.



4.1.3. Fasilitas Kebun
Fasilitas dan sarana akomodasi yang disediakan oleh PT Asam Jawa secara langsung atau tidak langsung turut mendukung dan mempercepat terjadinya kegiatan produksi yang akan dilakukan dalam perkebunan. Beberapa sarana yang disediakan adalah perumahan, poliklinik, listrik, alat transportasi sekolah/truk, bengkel dan gudang dan lain-lain.
Perumahan, poliklinik disediakan untuk seluruh karyawan PT Asam Jawa. Sedangkan untuk tenaga kerja borongan biasanya mengikut pada tenaga kerja staf dan SKU (masih memiliki hubungan keluarga). Bengkel digunakan untuk sarana dalam pelaksanaan kegiatan produksi, seperti penyediaan truk, jonder, dan alat-alat bengkel yang digunakan untuk perbaikan sarana transportasi yang rusak. Sedangkan gudang digunakan untuk penyimpanan sementara sarana-sarana produksi seperti pupuk, pestisida, beras, dan sarana penunjang lainnya.

4.2. Pengertian Hama
Hama dalam arti luas adalah semua bentukgangguan balk pada manusia, temak dan tanaman. Pengertian hama dalam arti sempit yang berkaitan dengan kegiatan budidaya tanaman adalah semua hewan yang merusak tanaman atau hasilnya yang mana aktivitas hidupnya ini dapat menimbulkan kerugian secara ekonomis. Adanya suatu hewan dalam satu pertanaman sebelum menimbulkan kerugian secara ekonomis maka dalam pengertian ini belum termasuk hama. Namun demikian potensi mereka sebagai hama nantinya perlu dimonitor dalam suatu kegiatan yang disebut pemantauan (monitoring). Secara garis besar hewan yang dapat menjadi hama dapat dari jenis serangga, tungau, tikus, burung, atau mamalia besar. Mungkin di suatu daerah hewan tersebut menjadi hama, namun di daerah lain belum tentu menjadi hama.


4.3. Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros L.)
Salah satu kendala dalam budidaya tanaman kelapa sawit adalah serangan hama yang dapat menyebabkan kerusakan pada tanaman hingga berdampak pada penurunan tingkat produksi kelapa sawit. Hama dapat menyerang kelapa sawit sejak tahap pra-pembibitan hingga tahap menghasilkan (Klinik Sawit, 2012).
Hama Oryctes rhinoceros yang lebih dikenal sebagai kumbang tanduk atau kumbang badak atau kumbang penggerek pucuk kelapa pada saat ini menjelma sebagai hama utama di perkebunan kelapa sawit. Sebelumnya, hama ini banyak di kenal sebagai hama pada tanaman kelapa. penelitian yang mengkaji tentang kerugian yang ditimbulkan oleh hama Oryctes rhinoceros ini telah banyak dilakukan seperti pada beberapa kebun serangan Oryctes rhinoceros pada tanaman tua ini menyebabkan harus melakukan replanting lebih cepat (Susanto & Bahmana, 2008).
Oryctes rhinoceros yang diklasifikasikan sebagai anggota dari ordo Coleoptera, famili Scarabidae dan subfamili Dynastine (Kalshoven, 1981; Pracaya, 2009; Jumar, 2000; Gillot, 2005; cit. Susanto et al, 2012). Oryctes rhinoceros menggerek pucuk kelapa sawit yang mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan dan rusaknya titik tumbuh sehingga mematikan tanaman (Susanto, 2005).

4.3.1. Biologi dan Siklus Hidup
Telur Oryctes rhinoceros berwarna putih kekuningan dengan diameter 3-4 mm. Bentuk telur biasanya oval kemudian mulai membengkak sekitar satu minggu setelah peletakan. Kumbang tanduk betina dalam satu siklus hidup menghasilkan 30-70 butir (Pracaya, 2009). Kumbang tanduk bertelur pada bahan organik yang telah dalam proses pelapukan.
Larva Oryctes rhinoceros yang sering disebut gendon atau uret berwarna putih, kuning, berbentuk selinder, gemuk dan berkerut-kerut, melengkung membentuk setengah lingkaran seperti huruf C dengan panjang sekitar 60-100 mm atau lebih (Ooi, 1988; dalam Susanto et al, 2012). Kepala keras dan dilengkapi rahang yang kuat.
Stadia larva Oryctes rhinoceros terdiri dari 3 instar, instar I berlangsung selama 10-21 hari, instar II berlangsung selama 12-21 hari, instar III berlangsung selama 60-165 hari. Larva kemudian berubah menjadi prepupa dan kemudian menjadi pupa.
Pra pupa terlihat menyerupai larva, hanya saja lebih kecil dari larva instar terakhir dan menjadi berkerut serta aktif bergerak ketika diganggu. Lama stadia prepupa berlangsung 8-13 hari. Pupa berwarna cokelat kekuningan, berukuran sampai 50 mm dengan waktu 17-28 hari. Pupa kemudian berubah menjadi imago (Sudharto, 1990; Dalam Susanto et al, 2012).
Kumbang berwarna cokelat gelap sampai hitam, mengkilap, panjang 35-50 mm dan lebar 20-23 mm dengan satu tanduk yang menonjol pada bagian kepala seperti terlihat pada gambar 4.3. Oryctes Jantan memiliki tanduk yang lebih panjang dari betina. Jantan dapat dibedakan lebih akurat dengan ujung ruas abdomen terakhir dimana betina berambut (Word, 1968; cit. Susanto et al, 2012). Umur betina lebih panjang dari umur jantan. Imago betina mempunyai lama hidup 274 hari, sedangkan imago jantan mempunyai lama hidup 192 hari. Dengan demikian, satu siklus hidup hama ini dari telur sampai dewasa sekitar 6-9 bulan (sudharto, 1990; Dalam Susanto, 2012).

2
3
1
5
4
Gambar 4.3.  Fase hidup Oryctes rhinoceros, (1) Tahap Telur, (2) Tahap Larva, (3) Tahap Pre
Pupa, (4)  Tahap Pupa, (5) Tahap Imago.

4.3.2. Kerusakan dan Gejala Serangan
Makanan kumbang dewasa adalah tajuk tanaman, dengan menggerek melalui pangkal batang sampai pada titik tumbuh. Serangan yang berkali-kali pada tanaman dapat menyebabkan kematian dan menjadi rentan masuknya kumbang Rhyncophorus bilineatus juga bakteri ataupun jamur, sehingga terjadi pembusukan yang berkelanjutan. Dalam keadaan seperti ini tanaman mungkin menjadi mati atau terus hidup dengan gejala pertumbuhan yang tidak normal. Tanaman dapat mengalami gerekan beberapa kali, sehingga walaupun dapat bertahan hidup, per tumbuhannya terhambat dan mengakibatkan saat berproduksi menjadi terlambat.
Serangga ini menggerek pucuk kelapa sawit yang mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan dan rusaknya titik tumbuh sehingga mematikan tanaman (Susanto,  2005). Pada areal peremajaan kelapa sawit, serangan kumbang tanduk dapat mengakibatkan tertundanya masa produksi kelapa sawit sampai satu tahun dan tanaman yang mati dapat mencapai 25% (Winarto, 2005).

3
2
1
Gambar 4.4. Gambar serangan Oryctes pada tanaman kelapa sawit, (1) Tanaman  sawit yang
terserang Oryctes rhinoceros dan terpotong (gambar tanda  panah), (2) Tanaman yang rusak akibat serangan hama Oryctes rhinoceros, (3) batang sawit yang berlubang akibat serangan hama Oryctes rhinoceros.

4.3.3. Ekologi dan Tempat Berkembang Biak
Kumbang terbang dari tempat persembunyiannya menjelang senja sampai agak malam (sampai dengan jam 21.00 WIB), jarang dijumpai pada waktu larut malam. Kumbang meletakkan telurnya pada sisa-sisa bahan organik yang telah lapuk di sekitar areal.

4.4. Monitoring dan Sensus
Pengendalian Oryctes rhinoceros pada perkebunan kelapa sawit menggunakan sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Sistem PHT ini bertumpu pada kegiatan utama yaitu monitoring atau sensus populasi Oryctes rhinoceros atau intensitas kerusakan tanaman kelapa sawit. Hasil sensus ini selanjutnya digunakan sebagai dasar pengendalian Oryctes rhinoceros. Ada dua cara yang digunakan untuk melakukan monitoring Oryctes rhinoceros yaitu berdasarkan populasi kumbang di lapangan dan berdasarkan serangan baru atau intensitas kerusakan baru terlihat.

4.4.1. Sensus Populasi Kumbang
Dalam melakukan sensus populasi Kumbang ada beberapa tahapan yakni :
1.      Sensus dilaksanakan dengan memasang feromon agregat yang mampu menarik kumbang jantan maupun betina. Feromon ini berbahan aktif senyawa ethyl 4-methyloctanoate. Pemasangan ferotrap yang berisi feromon ini dilakukan dengan dosis 1 sachet untuk 2 ha. Pengamatan kumbang yang tertangkap dapat dilakukan setiap minggu.
2.      Data kumbang yang tertangkap dianalisis sehingga diperoleh jumlah kumbang tertangkap per ha per bulan. Data disusun untuk setiap blok perkebunan kelapa sawit.
3.      Batas ambang kumbang adalah 3 ekor kumbang tertangkap per ferotrap per ha per bulan untuk TBM, sedangkan untuk TM adalah 20 ekor per ferotrap per ha per bulan.

4.4.2. Sensus Gejala Serangan Baru
Untuk melakukan sensus gejala serangan baru hal yang harus dilakukan meliputi beberapa tahap yakni:
1.      Sensus gejala serangan baru Oryctes rhinoceros dilakukan setiap bulan pada perkebunan kelapa sawit. 
2.      Pengamatan dilakukan pada setiap blok perkebunan kelapa sawit.
3.      Pengamatan pada setiap blok dilakukan secara sampling sebanyak 143 sampel tanaman.
4.      Sampling yang digunakan menggunakan sistem diagonal terpilih yang mewakili blok pengamatan tersebut.
5.      Pengamatan intensitas kerusakan menggunakan formula sebagai berikut :
Kriteria serangan :
0 =       tidak ada gejala serangan baru
1 =       serangan baru atau kerusakan kurang dari 5% atau pelepah yang digerek hanya 1-2 pelepah.
2 =       serangan baru atau kerusakan 5-10% atau pelepah yang digerek 3-5 pelepah
3 =       serangan baru dengan kerusakan tanaman 10-25% atau sebagian besar pelepah tergerek dan membentuk seperti kipas
4 =       serangan baru dengan kerusakan 25-50% atau sebagian besar pelepah tergerek dan tanaman tampak kerdil
5 =       serangan berat dengan kerusakan lebih dari 50% atau pupus terpuntir atau pupus tidak ada atau tanaman mati
6 =       Batas ambang ekonomi yang digunakan adalah 5% untuk TBM dan 10% untuk TM 
       ∑ n x v
IS= --------- X 100%
         N x V
                                    IS        = Intensitas serangan
                                    n          = Jumlah sampel pada kriteria tertentu yang diamati
                                    v          = Nilai skor pada sampel yang diamati
                                    N         = Jumlah semua sampel yang diamati
                                    V         =  Nilai skor tertinggi pada metode tersebut (5)

2
1
Gambar 4.5. Sensus pada tanaman sawit TBM, (1) dan (2) kegiatan saat melakukan sensus.

Monitoring populasi kumbang tanduk dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan pengendalian secara manual. Kumbang dan bekas gerekan yang masih segar dicatat dan dihitung. Kumbang yang dijumpai pada tanaman terserang juga diambil dengan kait yang dibunuh.

1
2
4
3
6
5
Gambar 4.6. Gambar kriteria tanaman untuk sensus, (1) Tanaman   sehat skor 0, (2) Gejala
serangan skor 1, (3) Gejala serangan skor 2,  (4) Gejala serangan skor 3, (5) Gejala serangan skor 4, (6) Gejala  serangan skor 5.



4.5. Pengendalian
            Pengendalian hama Oryctes rhinoceros ini tidak hanya satu pengendalian saja namun menggunakan pengendalian terpadu yang memiliki kesinambungan agar dapat mengendalikan perkembangbiakan hama  ini. Berikut ini adalah beberapa metode pengendalian yang dilakukan di perkebunan PT. Asam Jawa:


4.5.1. Penggunaan Feromon Agregat
Pengendalian ini langsung ditujukan pada kumbang Oryctes rhinoceros yang secara langsung merusak tanaman kelapa sawit. Feromon yang digunakan untuk mengendalikan hama ini adalah feromon agregat (ethyl 4-methyloctanoate). Kemampuan feromon ini mampu menarik kumbang jantan maupun betina karena kedua-duanya merupakan hama yang makan kelapa sawit. Feromon produksi PPKS (FEROMONAS) dikemas dalam plastik berpori dengan ukuran 200 µm sehingga di lapangan mampu bertahan selama 2-3 bulan (Utomo et al., 2007).

1
2
Gambar 4.7. Alat pembuatan ferotrap, (1) Alat dan bahan pembuatan ferotrap, (2) feromon sebagai  
bahan pengundang Oryctes.

Fungsi feromon adalah memerangkap kumbang Oryctes rhinoceros sehingga tanpa feromon pun kumbang Oryctes rhinoceros akan datang ke kebun kelapa sawit. Selain untuk monitoring atau sensus (Tobing , 2007; Thomas, 2008; cit. Susanto, 2012), dalam hal ini feromon digunakan pemerangkapan massal (mass trapping) (Chung, 1997; Utomo, 2006; cit. Susanto, 2012). Oleh karena itu perlu strategi yang tepat dalam aplikasi feromon ini. Dosis yang digunakan untuk pengendalian adalah 1 sachet per 2 ha, sedangkan untuk serangan yang sangat berat dapat digunakan dosis 1 sachet per ha. Feromonas dapat bertahan selama 2-3 bulan di lapangan.
Ferotrap yang digunakan yakni ferotrap jenis ferotrap tipe terbuka.ferotrap ini terbuat dari jerigen plastik bekas pestisida 25 liter yang telah di robek bagian atasnya sehingga menyerupai ember, pada bagian atas di letakkan 2 buah plat seng yang saling dikaitkan sampai kurang lebih 30 cm di atas bibir jerigen. Pada bagian atas seng, bagian tengahnya di beri lubang segi empat sisi 10 cm, sebagai tempat pemasangan feromon, bagian bawahnya di lubangi agar jika hujan air tidak tertampung didalamnya.ferotrap ini di pasang pada tiang dengan tinggi kurang lebih 2,5 meter.
Ketinggian perangkap 4 meter yang lebih baik dalam memerangkap kumbang tanduk (O.rhinoceros) di areal kebun kelapa sawit yang belum menghasilkan. Total kumbang yang terperangkap rata-rata 14-50 ekor, yang banyak terperangkap adalah kumbang betina. Penambahan tinggi perangkap tidak memberikan pengaruh terhadap pemerangkapan kumbang O.rhinoceros.

1
2
Gambar 4.8. Pemasangan serta hasil ferotrap, (1) pemasangan ferotrap, (2) Oryctes rhinoceros
yang terperangkap didalam ferotrap setelah beberapa hari.

4.5.2. Pengendalian Kimiawi
Pengendalian kimiawi masih diperlukan dalam pengendalian hama Oryctes rhinoceros ini karena tidak semua Oryctes rhinoceros yang ditarik feromon masuk dalam ferotrap. Insektisida yang banyak digunakan yang berbahan aktif karbosulfan. Kelebihan pengendalian kimiawi adalah teknik ini langsung mematikan kumbang Oryctes rhinoceros apabila terjadi kontak antara kumbang dengan insektisida. Sedangkan kelemahannya adalah biaya yang mahal dan relatif mencemari lingkungan.
Insektisida Marshal merupakan insektisida yang berbahan aktif karbosulfan, berbentuk granul (butiran) berwarna merah hati. Pengaplikasiannya yakni dengan cara pemberian insektisida ini sebanyak 5 g. Dan di berikan pada bagian pucuk tanaman tersebut. Insektisida ini merupakan racun kontak dan lambung yang sistemik.

2
1
Gambar 4.9. Jenis insektisida,  (1) Insektisida Marshal, (2) Isi dari insektisida Marshal.

Racun kontak yakni jika insektisida memasuki tubuh serangga bila serangan berjalan diatas permukaan tanaman yang telah mengandung insektisida. Insektisida masuk kedalam tubuh serangga melalui dinding tubuh. Insektisida modern umumnya merupakan racun kontak. Namun apabila permukaan tanaman yang sudah mengandung insektisida dimakan serangga, racun tersebut juga memasuki tubuh serangga melalui saluran pencernaan. Meskipun suatu jenis pestisida dapat memasuki tubuh serangga melalui beberapa jalan namun untuk insektisida kontak jalan masuk utamanya tetap melalui dinding tubuh (Untung, 2006).
Racun perut yakni, insektisida memasuki tubuh serangga melalui saluran pencernaan makanan (perut). Namun ada juga insektisida modern yang aksinya pada serangga melalui perut yaitu kelompok insektisida sistemik. Insektisida sistemik dapat diserap oleh tanaman dan ditranslokasikan dalam jaringan tanaman.
2
1
3
4
Gambar 4.10. Teknik aplikasi insektisida dilapangan dan jenis insektisida, (1) Dosis pemberian
Marshal sebanyak 5 g, (2) Pemberian insektisida  Marshal dibagian pucuk tanaman sawit, (3) Insektisida STARTHENE, (4)  alat untuk penyemprotan.

Selain insektisida Marshal di divisi H juga memakai insektisida STARTHENE, insektisida ini bersifat racun kontak dan lambung, insektisida ini berbentuk granul berwarna putih dan memiliki bau yang sangat menyengat. Bahan aktif yang terkandung di dalam STARTHENE ini adalah Asefat 75%.  Insektisida ini diaplikasikan dengan cara pelarutan dengan air dengan dosis 2 g/ liter.
Pengaplikasian kedua insektisida baik marshal maupun STARTHENE di divisi H dilakukan secara bergantian. Dua minggu pengaplikasian insektisida marshal, kemudian dua minggu selanjutnya pengaplikasian insektisida STARTHENE.

4.5.3. Pengendalian Hayati
Dewasa ini telah terjadi peningkatan preferensi penggunaan agen hayati dalam pengelolaan hama tanaman ( Murdani et al., 2012). Pengendalian hayati di Divisi H yakni dilakukan pada saat tanaman akan di tanam serta pada waktu pengutipan larva, apabila ada hama Oryctes rhinoceros yang terserang jamur Metarizium maka hama tersebut di letakkan kembali ke tanaman sawit tersebut. Dengan indikasi agar apabila ada larva lain juga dapat terserang kembali oleh jamur tersebut.

2
1
Gambar 4.11. Pengendalian hayati, (1) Oryctes rhinoceros yang terinfeksi jamur
Metarhizium anisopliae, (2) Oryctes rhinoceros yang tidak terinfeksi jamur Metarhizium anisopliae.

4.5.4. Pengendalian Fisik Dan Mekanik
Bertujuan untuk mematikan hama secara langsung baik dengan tangan atau dengan bantuan alat atau bahan lain. Populasi larva Oryctes rhinoceros terlalu banyak pada tanaman TBM yang tidak memungkinkan untuk dilakukan pengutipan larva maka dapat dilakukan tindakan pengendalian secara fisik dan mekanik dengan menggunakan alat berat.
Pengutipan Larva dan Imago, Teknik pengendalian dengan pengitipan larva sangat di perlukan untuk memutus siklus hidup Oryctes rhinoceros. Teknik ini biasa sangat efektif menurunkan populasi Oryctes rhinoceros pada siklus berikutnya. Hasil pengutipan larva Oryctes rhinoceros sebaiknya digunakan sebagai bahan perbanyakan jamur Metarhizium anisopliae. Apabila larva-larva ini sudah terinfeksi maka hendaknya larva tersebut dikembalikan atau di letakkan pada tanaman sawit tersebut lagi, agar menginfeksi larva lainnya.
2
1
4
3
6
5
Gambar 4.12. Teknik pengendalian fisik dan mekanik, (1) dan (3) Pengutipan larva di areal TBM,
(2) Hasil pengutipan larva, (4) Pembuatan alat pengait, (5) Alat pengait untuk pengutipan Oryctes, (6) Oryctes rhinoceros yang telah dikutip.







V.  KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Hama Oryctes rhinoceros ini merupakan hama utama yang paling dominan pada tanaman sawit pada area TBM, terlebih setelah mengalami peremajaan sebelumnya. Hal ini diakibatkan banyaknya bahan organik sebagai makanan utama Oryctes rhinoceros ini. Akibat dari serangan hama ini yakni dapat merusak tanaman sawit sehingga menyebabkan tumbuh tidak normal, serta dapat memperlambat fase produksi, dan yang paling membahayakan adalah hama sekunder yang ada setelah penyerangan hama Oryctes rhinoceros tersebut dapat menyebabkan kematian pada tanaman. Pengendaliannya pun tidak hanya sekali ataupun hanya satu cara namun harus menggunakan pengendalian terpadu. Hal ini dilakukan karena hama ini hidupnya memiliki beberapa fase yang tidak dapat dikendalikan hanya satu cara saja. Pengendaliannya meliputi, penggunaan feromon agregat, pengendalian kimiawi, pengutipan larva dan imago, pengendalian hayati, pengendalian fisik mekanik. Dengan pengendalian terpadu tersebut diharapkan kuantitas dari hama tersebut dapat berkurang.

5.2. Saran
            Dalam melaksanakan PKL hendaknya kita lebih aktif bertanya sehingga informasi yang kita dapatkan jelas dan dapat membuat kita lebih mengerti. Selain itu hal yang terpenting dalam pengendalian Oryctes rhinoceros ini adalah pengendalian harus dilakukan secara rutin dan tidak hanya dilakukan hanya dengan pengendalian satu cara saja. Namun, keterkaitan cara satu dengan cara lainnya inilah yang akan memberikan hasil yang optimal.







DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 2008. Analisis Ekspor Minyak Kelapa Sawit (CPO) Indonesia. Jurnal
Aplikasi Manajemen, 6 (1) : 8 hal

Fauzi, Y. 2008. Kelapa sawit Budi Daya Pemanfaatan Hasil & Limbah Analisis
Usaha & Pemasaran. Penebar Swadaya. Jakarta. 137 hal.

Klinik Sawit. 2012. Hama Kelapa Sawit. http://www.kliniksawit.com. Diakses
18 Agustus 2013.

Lubis, A.U. 1992. Kelapa Sawit di Indonesia. Pusat Penelitian Perkebunan    
Marihat. Pemantang Siantar. 57 hal.

Maksi. 2008. Deskripsi Kelapa Sawit Varietas Sriwijaya. PT. Bina Sawit. Penebar
Swadaya. Palembang. 210 hal.

Mangoensoekarjo, S. dan A.T. Toyib.2003. Manajemen Budidaya Kelapa Sawit
dalam : Manajemen Agrobisnis Kelapa Sawit, Penyunting : S.  Mangoensoekarjo dan H. Semangun). Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. 78 hal.
           
Manurung E.M. 2012. Efikasi beberapa formulasi Metarhizium anisopliae
terhadap larva Oryctes rhinoceros L. (coleoptera: scarabaeidae) di Insektarium. Jurnal Online Agroekoteknologi, 1 (1): 15 hal.

Pahan, I. 2008. Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Penebar Swadaya: Jakarta. 213
hal.

Pahan, I. 2012. Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Penebar Swadaya: Jakarta. 220
hal.

Pratama,D. 2012. Morfologi Kelapa Sawit. Http://morfologi tanaman kelapa          sawit. Diakses pada Sabtu, 17 Agustus 2013.

Pracaya.  2009. Hama dan Penyakit Tanaman. Penebar Swadaya. Jakarta. 423 hal.

Setyatmidjaja, D. 2006. Kelapa Sawit Teknik Budidaya Panen dan Pengolahan.
Kanisius. Yogyakarta. 112 hal.

Sudharto P.S., M. Naim, A.D. Advento, dan A.W. Sulistyanto. 2011.
Pengendalian Terpadu Oryctes rhinoceros Pada Areal  Peremajaan Kelapa Sawit Di Lahan Gambut.

Sunarko. 2007. Petunjuk Praktis Budidaya dan Pengolahan Kelapa Sawit.
Agromedia Pustaka. Jakarta 120 hal

Susanto, A.R.Y. Purba dan C. Utomo. 2005. Penyakit-Penyakit Infeksi Pada
Kelapa Sawit. PPKS (Pusat Penelitian Kelapa Sawit), Medan. 12 hal.

Susanto. 2005. Pengurangan Populasi Larva Oryctes rhinoceros
pada Sistem Lubang Tanam Besar. J. Penelitian Kelapa Sawit 14 (1): 2-3.

Susanto. 2012. pengendalian terpadu Oryctes rhinoceros rhinocerosrhinocerosdi
perkebunan kelapa sawit. Mitra karya. Medan.
           
Syarif, HD. 2009. Sejarah kelapa sawit indonesia. http://sawitkita.blogspot.com.
Diakses 23 Agustus 2013


Untung. 2006. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu Gadjah Mada University
Press.Yogyakarta. 348 hal.

Utomo, C., T. Herawan, dan A. Susanto. 2007. Feromon: era baru pengendalian
hama ramah lingkungan di perkebunan kelapa sawit. 15(2):69-82.

Waryanto. 2011. hama kelapa sawit. http://Hama Kelapa Sawit.htm. Diakses
tanggal 28 Agustus  2013.

Winarto, L. 2005. Pengendalian Hama Kumbang Kelapa Secara Terpadu.
http://www.agroindonesia.com. Diakses tanggal 13 Agustus 2013.

Yahya, S. 1990. Budidaya Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.). Institut
Pertanian Bogor. Bogor. 80 hal.














LAMPIRAN
Lampiran 1. Peta Divisi H PT.Asam Jawa









Lampiran  2. Bagan Struktur Organisasi PT. Asam Jawa

 






























Lampiran 3. Kegiatan Praktek Kerja Lapang
 Table 1. Agenda Kegiatan Praktek Kerja Lapang di PT. Asam Jawa.

No
Hari/Tanggal
Kegiatan
1
Kamis, 4 Juli 2013
Temu ramah dengan General Manager (GM) dan beberapa Menager perkebunan PT Asam Jawa, Sarapan Bersama, Pengenalan tentang pembibitan oleh asisten pembibitan.
2
Jum,at, 5 Juli 2013
Mengikuti kegiatan di pembibitan meliputi; mempelajari teknik menanam sawit dari prenursery ke tahap meanursery.
3
Sabtu, 6 Juli 2013
Kunjungan ke PKS meliputi; mempelajari beberapa sistem pengolahan sawit, Kunjungan ke tempat pembuatan Bokasi padat.
4
Senin, 8 Juli 2013
Orientasi ke avdeling 9 meliputi; mempelajari tentang steking, cara pembubunan, melihat lokasi yang sering terkena banjir.
5
Selasa, 9 Juli 2013
Orientasi ke divisi H ( pengenalan dengan para pegawai, Survei lapangan (pada tanaman TBM dan TM).
6
Rabu, 10 Juli 2013
Mengamati pengaplikasian pupuk dolomit di tanaman TM, Mengamati pengaplikasian insektisida Marshal di lapangan.
7
Kamis,11 Juli 2013
Mengikuti agenda rapat pimpinan di kebun Sulum (gabungan divisi C, D, dan H), Bertemu dengan manajer kebun Sulum (Bapak Edi Batubara) membahas proker yang akan dilaksanakan selama di divisi h.
8
Jum’at, 12 Juli 2013
Mengamati kegiatan pemupukan Urea dan MOB, Mengamati kegiatan penyemprotan.


Lampiran Lanjutan 3. Kegiatan Praktek Kerja Lapang

No
Hari/ Tanggal
kegiatan
9
Sabtu, 13 Juli 2013
Mempelajari administrasi di divisi h (meliputi; penghitungan pengecekan dan harian kutip buah), Belajar mengidentifikasi tanaman kelapa sawit areal TBM yang terindikasi Oryctes rhinoceros.
10
Senin, 15 Juli 2013
Mengikuti dan mengamati pengaplikasian NORDOX
11
Selasa, 16 Juli 2013
mempelajari administrasi di kantor divisi h, Evaluasi (mengevaluasi hasil belajar).
12
Rabu, 17 Juli 2013
Mempelajari teknik pemanenan, Evaluasi kegiatan selama di divisi H.
13
Kamis, 18 Juli 2013
Mempelajari dan mengamati pembuatan fero-trap, Menghitung keberadaan Oryctes setelah pengaplikasian starthene selama 10 hari.
14
Jum’at, 19 Juli 2013
Sensus tanaman yang terserang Oryctes rhinoceros.
15
Sabtu, 20 Juli 2013
Membuat infus gulma epifit di tanaman sawit.
16
Senin, 22 Juli 2013
Evaluasi bersama di divisi G.
17
Selasa, 23 Juli 2013
Mengamati pemupukan dolomit, Mengamati pengaplikasian penyemprotan STARTHINE di lapangan, Mengikuti kegiatan Foging ulat api.
18
Rabu, 24 Juli 2013
Pemupukan dolomit, Mengikuti kegiatan kastrasi., Mengamati hasil infus epifit.
19
Kamis, 25 Juli 2013
Belajar menanam kecambah ke pre nurserry.
20
Jum’at, 26 Juli 2013
Tes evaluasi terhadap kegiatan selama PKL dan penilaian selama di divisi H.



Lampiran 4. Kegiatan selama PKL

3
1
2
4
5
6
7
9
8
(1)   Temu ramah dengan pimpinan PT. Asam Jawa, (2) sarapan bersama di kantor
(2)   pusat, (3) survei lapangan di avdeling 9, (4) acara “punggahan” awal
ramadhan, (5) pemilihan dan seleksi kecambah sawit untuk di tanam, (6) penanaman kecambah sawit, (7) belajar analisis pembukuan, (8) kantor divisi H, (9) Taman kanak-kanak divisi H.


Lanjutan Lampiran 4. Kegiatan Selama PKL

1
2
3
 
6
5
4
7
8
9
 
(1)   Kegiatan Menyemprot, (2) foto bersama tim peneliti hama penyakit, (3) foto
bersama para mandor dan kepala divisi H, (4) Bersama Pemanen, (5) Mengunjungi Penitipan Anak, (6) diskusi bersama setelah sensus hama Oryctes, (7) kegiatan foging, (8) kastrasi, (9) buka bersama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar