I.
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Komoditi perkebunan memiliki peranan yang nyata
dalam memajukan perekonomian dan pertanian di Indonesia. Hal tersebut dapat
dibuktikan dengan meningkatnya taraf hidup petani, terciptanya lapangan kerja,
dan meningkatnya devisa negara. Salah satu komoditas perkebunan penting di Indonesia
adalah kelapa sawit. Kelapa sawit merupakan primadona ekspor non migas, oleh
karena itu komoditi ini selalu menjadi pilihan banyak pengusaha untuk
menanamkan modalnya.
Perkebunan kelapa sawit di Indonesia dimulai sejak
tahun 1911 di Sumatra Utara (syarif, 2009). Sejak saat itu perkebunan kelapa
sawit mengalami banyak kemajuan sampai dengan pecahnya perang pasifik pada
tahun 1940. Kemajuan perkebunan kelapa sawit ini didukung oleh lembaga –
lembaga penelitian yang telah berdiri sampai sekarang ini (Mangunsoekarjo &
Toyib, 2003).
Berdasarkan hasil penelitian kondisi iklim dan
keadaan tanah, wilayah Sumatera Utara dianggap
cocok untuk pengembangan tanaman kelapa sawit sehingga pihak Belanda, Inggris,
dan Belgia mulai untuk mendirikan perkebunan kelapa sawit.
Hal yang mendasari untuk memilih PT. Asam Jawa
sebagai tempat tujuan PKL yakni dengan beberapa informasi yang terkait, baik
dari referensi dosen maupun senior yang telah melakukan PKL di PT. Asam Jawa
bahwa, banyaknya hal yang dapat di pelajari dan adanya areal perluasan maupun
peremajaan pada tanaman sawit sedang digalakkan. Sehingga pemilihan tema dalam
Praktek Kerja Lapang (PKL) ini adalah prihatinnya melihat kondisi tanaman pada
areal TBM (Tanaman Belum Menghasilkan) yang sangat rentan terhadap hama Oryctes rhinoceros ini. Hal ini terjadi
di PT Asam Jawa khususnya di divisi H. Pengaruh adanya serangan hama ini sangat
memprihatinkan dan sangat merugikan dalam perkebunan kelapa sawit ini. Hal ini
sangat berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan produktifitas dari tanaman
sawit tersebut. Oleh sebab itu, pembahasan mengenai hama Oryctes rhinoceros ini sangat penting untuk di pelajari. Dengan
pembelajaran serta pengetahuan tentang hama maupun cara pengendaliannya dapat
meminimalisir kerugian yang ditimbulkan dari hama tersebut.
1.2.
Tujuan
Kegiatan kerja praktek lapang ini bertujuan
untuk:
a.
Mengetahui cara pengendalian hama Oryctes rhinoceros pada tanaman kelapa sawit di PT. Asam Jawa.
1.3.
Manfaat
Setelah melaksanakan Praktek
Kerja Lapang, diharapkan mahasiswa:
1.
Mempunyai pengalaman serta
keterampilan kerja di dunia kerja khususnya mengenai hama Oryctes rhinoceros di area TBM kelapa
sawit.
2.
Meningkatkan keterampilan dan
memperluas ilmu pengetahuan mahasiswa baik secara akademik maupun secara
praktek melalui Praktek Kerja Lapang khususnya hama Oryctes rhinoceros (kumbang badak) pada
areal TBM (Tanaman Belum Menghasilkan) kelapa sawit di PT Asam Jawa dan
Meningkatkan keterampilan kerja dan profesionalise mahasiswa dalam dunia
pekerjaan.
3.
Dapat menerapkan ilmu pengetahuan
dan keterampilan yang telah diperoleh selama Praktek Kerja Lapang.
4.
Menjalin kerja sama antara PT Asam Jawa Sumatera
Utara dengan Fakultas Pertanian dan Peternakan terutama Jurusan Agroteknologi
Universitas Islam Negri Sultan Syarif Kasim Riau.
II.
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1. Sejarah Kelapa
Sawit di Indonesia
Kelapa sawit (Elaeis
guineensis Jacg.) merupakan salah satu tanaman perkebunan di Indonesia yang
mempunyai masa depan cukup cerah. Tanaman kelapa sawit berasal dari Nigeria,
Afrika Barat, tetapi adapula yng mengatakan tanaman ini berasal dari Brazil,
Amerika Selatan (Setyamidjaja, 2006). Sedangkan menurut Sunarko (2007) Tanaman
kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1848 di Sumatra
Utara dan dan Nanggroe Aceh Darussalam oleh pemerintah kolonia Belanda dan mulai
diusahakan pada tahun 1911, perintis
kebun kelapa sawit di indonesia adalah Adrian Hallet seorang warga Negara
Belgia.
Pada waktu Belanda meninggalkan Indonesia, Jepang
mengambil alih perkebunan kelapa sawit, tetapi pada saat Jepang mengambil ahli,
perkebunan kelapa sawit mengalami kemunduran Secara keseluruhan produksi kelapa
sawit terhenti total, lahan perkebunan mengalami penyusutan sebesar 16% dari
total luas lahan yang ada, sehingga produksi minyak sawit indonesia hanya
mencapai 56.000 ton pada tahun 1948, sedangkan pada tahun 1940, produksi minyak
kelapa sawit sebanyak 250.000 ton. Setelah jepang meninggalkan indonesia,
pemerintah mengambil ahli perkebunan kelapa sawit. Pemerintah terus mendorong
pembukaan lahan baru untuk tanaman kelapa sawit. Sampai tahun 1980 luas lahan
mencapai 294.560 ha, dengan produksi Crude
Palm Oil (CPO) mencapai 721.127 Ton (Fauzi, 2002).
2.2. Klasifikasi
Tanaman Kelapa Sawit
Menurut Pahan (2012), Kelapa sawit diklasifikasikan
sebagai berikut : Regnum: Plantae, Diviso
: Embryophyta Siphonagama, Classis : Angiospermae, Ordo :
Monocotyledonae, Familia : Areacaceae, Subfamilia : Cocoideae, Genus : Elaeis, Spesies : 1. Elaeis guineensis jacq.,2. Elaeis oleifera, 3. Elaeis odora.
2.3. Syarat Tumbuh
Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh baik pada daerah
tropikal basah di sekitar lintang utara-selatan 12o pada ketinggian
0-500 m diatas permukaan laut. Jumlah curah hujan yang baik adalah 2000-5000
mm/tahun, tidak memiliki defisit air, suhu optimal adalah 24-28o C
dengan suhu minimum 18o C dan maksimal 32o C, kelembaban
udara 80%, penyinaran matahari 5-7 jam/hari dan kecepatan angin 5-6 km/jam.
Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah seperti podsolik,
latosol, hidromorfik kelabu (HK), regosol, andosol, organosol dan aluvial.
Sifat fisik tanah yang baik untuk kelapa sawit yaitu memiliki solum setebal 80
cm, tekstur ringan, memiliki pasir 20-60%, debu 10-40%, dan liat 20-50%,
kemudian memiliki perkembangan struktur baik, konsistensi gembur sampai agak
teguh dan permeabilitas sedang, pH tanah sekitar 5-5,5, dan memiliki kandungan
unsur hara dalam tanah yang tinggi (Lubis, 1992).
2.4. Botani Kelapa Sawit
Menurut Setyamidjaja (2006) tanaman kelapa sawit
termasuk tanaman monokotil sehingga kelapa sawit tidak memiliki akar tunggang
dan akar cabang. Sistem perakaran kelapa sawit terdiri atas akar primer yang
keluar dari bagian bawah batang (bulb) tumbuh secara vertikal atau mendatar.
Akar sekunder yang tumbuh dari akar primer secara mendatar ataupun ke bawah dan
akar tersier serta kuarter tumbuh di permukaan sehingga paling aktif mengambil
hara dan air dalam tanah.
2.4.1. Daun
Kelapa sawit memiliki daun yang menyerupai bulu
burung atau ayam. Dibagian pangkal pelepah daun terbentuk dua baris duri yang
sangat tajam dan keras kedua sisinya. Anak-anak daun tersusun berbaris dua
hingga ujung daun. Ujung pelepah daun sering tumbuh menyerupai buntut benang
yang mencirikan kekurangan unsur boron. Ciri lainnya, ujung daun membentuk
seperti ujung tombak. Boron merupakan unsur hara yang ada di dalam tanah,
tetapi kadang jumlahnya tidak cukup untuk kebutuhan tanaman sehingga perlu
ditambah melalui pemupukan (Sunarko, 2007).
2.4.2. Batang
Batang kelapa sawit berbentuk silinder
dengan diameter sekitar 20-75 cm. Tinggi batang bertambah sekitar 45 cm per
tahun. Dalam kondisi lingkungan yang sesuai pertambahan tinggi dapat mencapai
100 cm per tahun. Batang tanaman diselimuti bekas pelepah hingga umur 12 tahun.
Setelah umur 12 tahun pelapah yang mengering akan terlepas sehingga penampilan
menjadi mirip dengan kelapa. Kelapa sawit memiliki batang yang tidak bercabang.
Pada pertumbuhan awal setelah fase muda (seedling), terjadi pembentukan
batang yang melebar tanpa terjadi pemanjangan internodia. Titik tumbuh
terletak dipucuk batang dan terbenam didalam tajuk daun. Bentuknya seperti
kubis dan enak dimakan. Di batang terdapat pangkal-pangkal pelepah yang masih
tertinggal di batang akan terkelupas, sehingga batang kelapa sawit tampak
berwarna hitam beruas (Setyamidjaja, 2006).
2.4.3. Akar
Kelapa sawit merupakan
tumbuhan monokotil yang tidak memiliki akar tungang. Radikula (bakal akar) pada
bibit terus tumbuh memanjang kearah bawah selama enam bulan terus – menerus dan
panjang akarnya mencapai 15 cm. Akar primer kelapa sawit terus berkembang.
Susunan akar kelapa sawit terdiri dari serabut primer yang tumbuh vertikal ke
dalam tanah dan horizontal ke samping (Dodik, 2012).
Perakaran tanaman
kelapa sawit dapat mencapai kedalaman 8 m dan 16 m secara horizontal. Pemeliharaan
akar akan meningkatkan absorpsi tanaman dalam mengambil unsur hara oleh tanaman
melalui akar (Maksi, 2008).
Akar
serabut kelapa sawit tumbuh diseluruh pangkal batang hingga 50 cm dibawah permukaan
tanah. Akar ini terdiri dari atas akar primer, sekunder, tersier, hingga
quarter yang biasa disebut akan feeder roots (Sunarko, 2009).
2.4.4. Bunga
Tanaman kelapa sawit merupakan tanaman berumah satu.
Bunga jantan dan betina terpisah namun berada pada satu pohon (Monoecious) dan
memiliki waktu pematangan berbeda sehingga sangat jarang terjadi penyerbukan
sendiri sehingga pada umumnya tanaman kelapa
sawit melakukan penyerbukan silang. Kelapa
sawit mengadakan penyerbukan bersilang (Cross
pollination). Artinya, bunga betina dari pohon yang satu dibuahi oleh bunga
jantan dari pohon lainnya dengan perantara angin dan serangga penyerbuk.
Kelapa sawit yang berumur tiga tahun sudah mulai
dewasa dan mengeluarkan bunga jantan dan betina. Bunga tersebut keluar dari
ketiak atau pangkal pelepah daun bagian dalam. Bunga jantan berbentuk lonjong
memanjang, sedangkan bunga betina agak bulat. Bunga jantan memiliki bentuk
lancip dan panjang sementara bunga betina terlihat lebih besar dan mekar
(Abidin, 2008).
Perbandingan bunga betina dan bungan jantan sangat dipengaruhi
pupuk dan air. Jika tanaman kekurangan pupuk dan kekurangan air, bunga jantan
akan lebih banyak keluar. Produktivitas tanaman menjadi baik jika unsur hara
dan air tersedia dalam jumlah yang cukup seimbang. Kecukupan unsur hara dan air
didasarkan pada analisis tanah, air, dan
daun sesuai dengan umur tanaman. Sex ratio mulai terbentuk 24 bulan
sebelum panen. Artinya, calon bunga (Primordial) telah terbentuk dua
tahun sebelum panen. Karena itu, perencanaan produksi dihitung minimal tiga
tahun sebelumnya, sehingga perencanaan pemupukan dapat dijadwalkan (Sunarko,
2007).
2.4.5. Buah
Buah sawit dengan tipe cangkang pisifera bersifat
female steril sehingga sangat jarang menghasilkan tandan buah dan dalam
produksi benih unggul digunakan sebagai tetua jantan. Buah sawit mempunyai
warna bervareasi dari hitam,unggu, hingga merah tergantung bibit yang
digunakan. Buah bergerombol dalam tandan yang muncul dari setiap pelepah.
Minyak dihasilkan oleh buah. Kandungan minyak bertambah sesuai kematangan buah.
Setelah melewati fase matang , kandungan asam lemak bebas FFA (Free Faty Acid) akan meningkat dan buah akan rontok dengan
sendirinya (Pahan, 2007).
Buah terkumpul didalam tandan dalam satu tandan terdapat sekitar 1600 buah.
Tanaman normal akan menghasilkan 20 – 22 tandan pertahun. Jumlah tandan buah
pada tanaman tua sekitar 12 – 14 tandan pertahun. Berat setiap tandan sekitar 25 -35 kg. Dura merupakan sawit yang
buahnya memiliki cangkang tebal sehingga dianggap memperpendek umur mesin
pengolah namun biasanya tandan buahnya besar-besar dan kandungan minyak
pertandannya berkisar 18%. Pisifera buahnya tidak memiliki cangkang namun bunga
betinanya steril sehingga sangat jarang menghasilkan buah. Jenis tenera adalah
persilangan antara induk dura dan pisifera. Jenis ini dianggap bibit unggul
sebab melengkapi kekurangan masing-masing induk dengan sifat cangkang buah
tipis namun bunga betinanya tetap fertil. Beberapa tenera unggul presentase
daging perbuahnya dapat mencapai 90% dan kandungan minyak pertandannya dapat
mencapai 28% (Pahan, 2007).
2.5. Hama Oryctes rhinoceros
Pengendaian hama kumbang tanduk secara tuntas di
areal peremajaan kelapa sawit sulit dilakukan dengan cepat dan membutuhkan
biaya besar, walaupun sudah dilakukan pengendalian dengan memadukan teknik
pengendalian secara manual dan khemis. Hal ini disebabkan breeding site hama
tersebut tersedia secara melimpah di areal tersebut. Pada
areal peremajaan yang dikelilingi tanaman kelapa rakyat atau palm lain, kondisi
serangan akan lebih parah, karena sumber populasi hama berasal dari dalam dan
luar areal kelapa sawit. Sehubungan dengan hal tersebut perlu diupayakan metode
pengendalian terpadu.
Pengendalian hama penyakit serta tindakan – tindakan
pengelolaan sumber daya lainnya merupakan rancangan manipulasi ekosistem untuk
melestarikan kualitas sumber daya, meningkatkan kesehatan dan kenyamanan manusia,
atau mempertinggi produsi makanan dan serat
(Pahan, 2012 ).
III.
BAHAN
DAN METODE
3.1. Waktu dan Tempat
Kegiatan Praktek Kerja Lapang
dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus 2013. Tempat praktek kerja lapang di PT Asam Jawa (Divisi H) Provinsi Sumatera Utara.
3.2.
Pelaksanaan
Kegiatan
Pelaksanaan kegiatan yang
dilakukan selama praktek lapang adalah sebagai berikut :
1.
Kegiatan Secara Langsung
Kegiatan Praktek Kerja Lapang
ini dilakukan mulai dari pengenalan kebun kelapa sawit, pembibitan, perawatan
dan produksi tanaman kelapa sawit serta mengikuti pengendalian hama Oryctes
rhinoceros. Seluruh kegiatan ini dilakukan sesuai dengan prosedur yang berlaku
dalam perusahaan.
2. Observasi
Kegiatan wawancara dan sosialisasi
mengenai sarana dan prasarana yang tersedia di PT Asam Jawa divisi H - Sumatera
Utara, pengenalan secara umum tentang aspek budidaya tanaman kelapa.
IV.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum
Lokasi Praktek Kerja Lapang
4.1.1. Letak Dan Keadaan Geografi
Secara
geografis PT. Asam Jawa terletak di Kabupaten Labuhan Batu Selatan yang
beribukota di Kota Pinang berada pada 01°26’00’’ – 02°12’55” Lintang Utara, 99°40’00’’
– 100°26’00’’ Bujur Timur, dengan ketinggian 0-700 m di atas permukaan
laut.
Batas
wilayah PT. Asam Jawa adalah sebagai berikut:
a) Sebelah
Utara berbatasan dengan PT SMA Sidodadi, Desa Bunut, PT
Melano dan Pengarungan.
b) Sebelah
Selatan berbatasan dengan Simpang Kanan, Pengarungan, PT
Melano dan Sulum.
c) Sebelah
Timur berbatasan dengan PT SMA dan Kampung 7.
d) Sebelah
Selatan berbatasan dengan Sumberdjo dan Desa Bunut.
4.1.2.
Sejarah
PT. Asam Jawa
PT. Asam Jawa merupakan suatu perusahaan swasta
nasional yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit dan industri
pengolahan hasil perkebunan berupa Tandan Buah Segar (TBS) untuk menghasilkan
minyak sawit (CPO), dan inti sawit (Kernel). Alasan pemberian nama Asam Jawa
pada perusahaan perkebunan PT. Asam Jawa adalah karena pada saat perumusan nama
perusahaan tersebut, rapat diadakan di Desa Asam Jawa, Kecamatan Kota Pinang.
Perusahaan ini memiliki kantor pusat di Medan, sedangkan areal perkebunan dan
pabrik berlokasi di kecamatan Kota Pinang Kabupaten Labuhan Batu Selatan.
Pendirian perkebunan PT. Asam Jawa berdasarkan Akta
Notaris B. AR. Poeloengan SH di Medan pada tanggal 16 Januari 1982. Dilengkapi
dengan legalitas lainya dari Pemerintah Daerah sampai Pemerintah Pusat antara
lain : HGU, BKPMD, Ijin Perkebuna dan PKS. Penenaman pertama kelapa sawit
dilakukan pada tahun 1983.
Dasar
pemikiran Direksi untuk membangun Perusahaan Perkebunan PT. Asam Jawa adalah :
a) Untuk
turut berkontribusi terhadap pembangunan di Labuhan Batu
Selatan.
b) Mengembangkan
potensi otonomi daerah dan menyerap tenaga kerja
khususnya di Daerah Labuhan Batu Selatan.
c) Membudidayakan
lahan non produktif menjadi lahan produktif.
Areal perkebuan kelapa sawit PT. Asam Jawa memiliki
luas lahan ± 7.967,4 ha, yang terbagi menjadi 11 Divisi. Divisi A : 927,76 ha,
Divisi B : 981,1 ha, Divisi C : 947,03 ha, Divisi D : 962,92 ha, Divisi E :
1.048,68 ha, Divisi F : 603,40 ha, Divisi G : 1.033,42 ha, Divisi H : 1.005,62
ha, Divisi L Payung : 237,02 ha, Divisi Pirpang : 39,49 ha dan Divisi PSD :
181,96 ha. Perkebunan kelapa sawit PT. Asam Jawa memiliki Tanaman Belum
Menghasilkan (TBM) dan juga Tanaman Mengehasilkan (TM).
a
|
b
|
c
|
d
|
Gambar
4.1. kondisi dan situasi PT. Asam Jawa. (a) Kantor PT. Asam Jawa, (b) Pabrik,
(c)
Tanaman Belum Menghasilkan (TBM), (d) Tanaman
Mengehasilkan (TM).
Visi dan Misi PT Asam
Jawa
PT. Asam Jawa juga memiliki Visi dan Misi gua
meningkatkat kesejahteraan, maka Visi yang mereka bangun yakni, Mencerdaskan kehidupan bangsa dan
dengan Misi yakni, Memajukan kesejahteraan umum.
Gambar 4.2. Peta PT. Asam Jawa, Peta PT. Asam jawa dan
bagian yang dilingkari merah adalah
divisi H.
4.1.3. Fasilitas Kebun
Fasilitas dan sarana akomodasi yang disediakan oleh
PT Asam Jawa secara langsung atau tidak langsung turut mendukung dan
mempercepat terjadinya kegiatan produksi yang akan dilakukan dalam perkebunan.
Beberapa sarana yang disediakan adalah perumahan, poliklinik, listrik, alat
transportasi sekolah/truk, bengkel dan gudang dan lain-lain.
Perumahan, poliklinik disediakan untuk seluruh
karyawan PT Asam Jawa. Sedangkan untuk tenaga kerja borongan biasanya mengikut
pada tenaga kerja staf dan SKU (masih memiliki hubungan keluarga). Bengkel
digunakan untuk sarana dalam pelaksanaan kegiatan produksi, seperti penyediaan
truk, jonder, dan alat-alat bengkel yang digunakan untuk perbaikan sarana
transportasi yang rusak. Sedangkan gudang digunakan untuk penyimpanan sementara
sarana-sarana produksi seperti pupuk, pestisida, beras, dan sarana penunjang
lainnya.
4.2. Pengertian Hama
Hama dalam arti luas adalah semua bentukgangguan
balk pada manusia, temak dan tanaman. Pengertian hama dalam arti sempit yang
berkaitan dengan kegiatan budidaya tanaman adalah semua hewan yang merusak
tanaman atau hasilnya yang mana aktivitas hidupnya ini dapat menimbulkan
kerugian secara ekonomis. Adanya suatu hewan dalam satu pertanaman sebelum
menimbulkan kerugian secara ekonomis maka dalam pengertian ini belum termasuk
hama. Namun
demikian potensi mereka sebagai hama nantinya perlu dimonitor dalam suatu
kegiatan yang disebut pemantauan (monitoring). Secara garis besar hewan yang
dapat menjadi hama dapat dari jenis serangga, tungau, tikus, burung, atau mamalia
besar. Mungkin di suatu daerah hewan tersebut menjadi hama, namun di daerah
lain belum tentu menjadi hama.
4.3. Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros L.)
Salah satu kendala dalam budidaya tanaman kelapa
sawit adalah serangan hama yang dapat menyebabkan kerusakan pada tanaman hingga
berdampak pada penurunan tingkat produksi kelapa sawit. Hama dapat menyerang
kelapa sawit sejak tahap pra-pembibitan hingga tahap menghasilkan (Klinik
Sawit, 2012).
Hama
Oryctes rhinoceros yang lebih dikenal
sebagai kumbang tanduk atau kumbang badak atau kumbang penggerek pucuk kelapa
pada saat ini menjelma sebagai hama utama di perkebunan kelapa sawit.
Sebelumnya, hama ini banyak di kenal sebagai hama pada tanaman kelapa. penelitian
yang mengkaji tentang kerugian yang ditimbulkan oleh hama Oryctes rhinoceros ini telah banyak dilakukan seperti pada
beberapa kebun serangan Oryctes
rhinoceros pada tanaman tua ini menyebabkan harus melakukan replanting
lebih cepat (Susanto & Bahmana, 2008).
Oryctes rhinoceros yang diklasifikasikan
sebagai anggota dari ordo Coleoptera, famili Scarabidae dan subfamili Dynastine
(Kalshoven, 1981; Pracaya, 2009; Jumar, 2000; Gillot, 2005; cit. Susanto
et al, 2012). Oryctes rhinoceros menggerek pucuk kelapa
sawit yang mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan dan rusaknya titik tumbuh
sehingga mematikan tanaman (Susanto, 2005).
4.3.1. Biologi dan Siklus Hidup
Telur Oryctes rhinoceros berwarna putih kekuningan
dengan diameter 3-4 mm. Bentuk telur biasanya oval kemudian mulai membengkak
sekitar satu minggu setelah peletakan. Kumbang tanduk betina dalam satu siklus
hidup menghasilkan 30-70 butir (Pracaya, 2009). Kumbang tanduk bertelur pada
bahan organik yang telah dalam proses pelapukan.
Larva Oryctes
rhinoceros yang sering disebut
gendon atau uret berwarna putih, kuning, berbentuk selinder, gemuk dan
berkerut-kerut, melengkung membentuk setengah lingkaran seperti huruf C dengan
panjang sekitar 60-100 mm atau lebih (Ooi, 1988; dalam Susanto et al, 2012). Kepala keras dan
dilengkapi rahang yang kuat.
Stadia larva Oryctes
rhinoceros terdiri dari 3 instar, instar I berlangsung selama 10-21 hari,
instar II berlangsung selama 12-21 hari, instar III berlangsung selama 60-165
hari. Larva kemudian berubah menjadi prepupa dan kemudian menjadi pupa.
Pra pupa terlihat menyerupai larva, hanya saja lebih
kecil dari larva instar terakhir dan menjadi berkerut serta aktif bergerak
ketika diganggu. Lama stadia prepupa berlangsung 8-13 hari. Pupa berwarna
cokelat kekuningan, berukuran sampai 50 mm dengan waktu 17-28 hari. Pupa
kemudian berubah menjadi imago (Sudharto, 1990; Dalam Susanto et al, 2012).
Kumbang berwarna cokelat gelap sampai hitam,
mengkilap, panjang 35-50 mm dan lebar 20-23 mm dengan satu tanduk yang menonjol
pada bagian kepala seperti terlihat pada gambar 4.3. Oryctes Jantan
memiliki tanduk yang lebih panjang dari betina. Jantan dapat dibedakan lebih
akurat dengan ujung ruas abdomen terakhir dimana betina berambut (Word, 1968; cit. Susanto et al, 2012). Umur betina lebih panjang dari umur jantan. Imago
betina mempunyai lama hidup 274 hari, sedangkan imago jantan mempunyai lama
hidup 192 hari. Dengan demikian, satu siklus hidup hama ini dari telur sampai
dewasa sekitar 6-9 bulan (sudharto, 1990; Dalam Susanto, 2012).
2
|
3
|
1
|
5
|
4
|
Gambar 4.3. Fase
hidup Oryctes rhinoceros, (1) Tahap Telur, (2) Tahap Larva, (3)
Tahap Pre
Pupa, (4) Tahap Pupa, (5) Tahap Imago.
4.3.2. Kerusakan dan
Gejala Serangan
Makanan kumbang dewasa adalah tajuk tanaman, dengan
menggerek melalui pangkal batang sampai pada titik tumbuh. Serangan yang
berkali-kali pada tanaman dapat menyebabkan kematian dan menjadi rentan
masuknya kumbang Rhyncophorus bilineatus juga bakteri ataupun
jamur, sehingga terjadi pembusukan yang berkelanjutan. Dalam keadaan seperti
ini tanaman mungkin menjadi mati atau terus hidup dengan gejala pertumbuhan
yang tidak normal. Tanaman dapat mengalami gerekan beberapa kali, sehingga
walaupun dapat bertahan hidup, per tumbuhannya terhambat dan mengakibatkan
saat berproduksi menjadi terlambat.
Serangga ini menggerek pucuk kelapa sawit yang
mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan dan rusaknya titik tumbuh sehingga
mematikan tanaman (Susanto, 2005). Pada areal peremajaan
kelapa sawit, serangan kumbang tanduk dapat mengakibatkan tertundanya masa
produksi kelapa sawit sampai satu tahun dan tanaman yang mati dapat mencapai
25% (Winarto, 2005).
3
|
2
|
1
|
Gambar 4.4.
Gambar serangan Oryctes pada tanaman
kelapa sawit, (1) Tanaman sawit yang
terserang
Oryctes rhinoceros dan terpotong
(gambar tanda panah), (2) Tanaman yang rusak akibat serangan hama Oryctes rhinoceros, (3) batang sawit yang berlubang akibat serangan
hama Oryctes rhinoceros.
4.3.3. Ekologi dan Tempat
Berkembang Biak
Kumbang terbang dari tempat persembunyiannya
menjelang senja sampai agak malam (sampai dengan jam 21.00 WIB), jarang
dijumpai pada waktu larut malam. Kumbang meletakkan telurnya pada sisa-sisa
bahan organik yang telah lapuk di sekitar areal.
4.4. Monitoring dan Sensus
Pengendalian Oryctes
rhinoceros pada perkebunan kelapa sawit menggunakan sistem Pengendalian
Hama Terpadu (PHT). Sistem PHT ini bertumpu pada kegiatan utama yaitu
monitoring atau sensus populasi Oryctes
rhinoceros atau intensitas kerusakan tanaman kelapa sawit. Hasil sensus ini
selanjutnya digunakan sebagai dasar pengendalian Oryctes rhinoceros. Ada dua cara yang digunakan untuk melakukan
monitoring Oryctes rhinoceros yaitu
berdasarkan populasi kumbang di lapangan dan berdasarkan serangan baru atau
intensitas kerusakan baru terlihat.
4.4.1. Sensus Populasi
Kumbang
Dalam melakukan sensus populasi Kumbang ada beberapa
tahapan yakni :
1. Sensus
dilaksanakan dengan memasang feromon agregat yang mampu menarik kumbang jantan
maupun betina. Feromon ini berbahan aktif senyawa ethyl 4-methyloctanoate. Pemasangan ferotrap yang berisi feromon
ini dilakukan dengan dosis 1 sachet untuk 2 ha. Pengamatan kumbang yang
tertangkap dapat dilakukan setiap minggu.
2. Data
kumbang yang tertangkap dianalisis sehingga diperoleh jumlah kumbang tertangkap
per ha per bulan. Data disusun untuk setiap blok perkebunan kelapa sawit.
3. Batas
ambang kumbang adalah 3 ekor kumbang tertangkap per ferotrap per ha per bulan
untuk TBM, sedangkan untuk TM adalah 20 ekor per ferotrap per ha per bulan.
4.4.2. Sensus Gejala Serangan
Baru
Untuk melakukan sensus gejala serangan baru hal yang
harus dilakukan meliputi beberapa tahap yakni:
1. Sensus
gejala serangan baru Oryctes rhinoceros dilakukan
setiap bulan pada perkebunan kelapa sawit.
2. Pengamatan
dilakukan pada setiap blok perkebunan kelapa sawit.
3. Pengamatan
pada setiap blok dilakukan secara sampling sebanyak 143 sampel tanaman.
4. Sampling
yang digunakan menggunakan sistem diagonal terpilih yang mewakili blok
pengamatan tersebut.
5. Pengamatan
intensitas kerusakan menggunakan formula sebagai berikut :
Kriteria serangan :
0 =
tidak ada gejala serangan baru
1 = serangan baru atau kerusakan kurang dari
5% atau pelepah yang digerek hanya 1-2 pelepah.
2 =
serangan baru atau kerusakan 5-10%
atau pelepah yang
digerek 3-5 pelepah
3 = serangan baru dengan kerusakan tanaman
10-25% atau sebagian
besar pelepah tergerek dan membentuk seperti kipas
4 = serangan baru dengan kerusakan 25-50%
atau sebagian besar pelepah tergerek dan tanaman tampak kerdil
5 =
serangan berat dengan kerusakan
lebih dari 50% atau pupus terpuntir atau pupus tidak ada atau tanaman mati
6 = Batas ambang ekonomi yang digunakan adalah
5% untuk TBM dan 10% untuk TM
∑ n x v
IS= --------- X 100%
N x V
IS = Intensitas serangan
n =
Jumlah sampel pada kriteria tertentu yang diamati
v =
Nilai skor pada sampel yang diamati
N =
Jumlah semua sampel yang diamati
V =
Nilai skor tertinggi pada metode
tersebut (5)
2
|
1
|
Gambar 4.5. Sensus pada tanaman sawit TBM, (1) dan (2)
kegiatan saat melakukan sensus.
Monitoring populasi kumbang tanduk dilakukan
bersamaan dengan pelaksanaan pengendalian secara manual. Kumbang dan bekas
gerekan yang masih segar dicatat dan dihitung. Kumbang yang dijumpai pada
tanaman terserang juga diambil dengan kait yang dibunuh.
1
|
2
|
4
|
3
|
6
|
5
|
Gambar 4.6.
Gambar kriteria tanaman untuk sensus, (1) Tanaman sehat skor 0, (2) Gejala
serangan
skor 1, (3) Gejala serangan skor 2, (4)
Gejala serangan skor 3, (5) Gejala serangan skor 4, (6) Gejala serangan skor 5.
4.5. Pengendalian
Pengendalian hama Oryctes rhinoceros ini tidak hanya satu
pengendalian saja namun menggunakan pengendalian terpadu yang memiliki
kesinambungan agar dapat mengendalikan perkembangbiakan hama ini. Berikut ini adalah beberapa metode
pengendalian yang dilakukan di perkebunan PT. Asam Jawa:
4.5.1. Penggunaan Feromon
Agregat
Pengendalian ini langsung ditujukan pada kumbang Oryctes rhinoceros yang secara langsung
merusak tanaman kelapa sawit. Feromon yang digunakan untuk mengendalikan hama
ini adalah feromon agregat (ethyl 4-methyloctanoate).
Kemampuan feromon ini mampu menarik kumbang jantan maupun betina karena
kedua-duanya merupakan hama yang makan kelapa sawit. Feromon produksi PPKS
(FEROMONAS) dikemas dalam plastik berpori dengan ukuran 200 µm sehingga di
lapangan mampu bertahan selama 2-3 bulan (Utomo et al., 2007).
1
|
2
|
Gambar 4.7. Alat
pembuatan ferotrap, (1) Alat dan bahan pembuatan ferotrap, (2) feromon sebagai
bahan
pengundang Oryctes.
Fungsi feromon adalah memerangkap kumbang Oryctes rhinoceros sehingga tanpa
feromon pun kumbang Oryctes rhinoceros akan
datang ke kebun kelapa sawit. Selain untuk monitoring atau sensus (Tobing , 2007;
Thomas, 2008; cit. Susanto, 2012),
dalam hal ini feromon digunakan pemerangkapan massal (mass trapping) (Chung, 1997; Utomo, 2006; cit. Susanto, 2012). Oleh karena itu perlu strategi yang tepat
dalam aplikasi feromon ini. Dosis yang digunakan untuk pengendalian adalah 1 sachet per 2 ha, sedangkan untuk
serangan yang sangat berat dapat digunakan dosis 1 sachet per ha. Feromonas dapat bertahan selama 2-3 bulan di
lapangan.
Ferotrap yang digunakan yakni ferotrap jenis
ferotrap tipe terbuka.ferotrap ini terbuat dari jerigen plastik bekas pestisida
25 liter yang telah di robek bagian atasnya sehingga menyerupai ember, pada
bagian atas di letakkan 2 buah plat seng yang saling dikaitkan sampai kurang
lebih 30 cm di atas bibir jerigen. Pada bagian atas seng, bagian tengahnya di
beri lubang segi empat sisi 10 cm, sebagai tempat pemasangan feromon, bagian
bawahnya di lubangi agar jika hujan air tidak tertampung didalamnya.ferotrap
ini di pasang pada tiang dengan tinggi kurang lebih 2,5 meter.
Ketinggian perangkap 4
meter yang lebih baik dalam memerangkap kumbang tanduk (O.rhinoceros) di
areal kebun kelapa sawit yang belum menghasilkan. Total kumbang yang
terperangkap rata-rata 14-50 ekor, yang banyak terperangkap adalah kumbang
betina. Penambahan tinggi perangkap tidak memberikan pengaruh terhadap
pemerangkapan kumbang O.rhinoceros.
1
|
2
|
Gambar 4.8. Pemasangan
serta hasil ferotrap, (1) pemasangan ferotrap, (2) Oryctes rhinoceros
yang
terperangkap didalam ferotrap setelah beberapa hari.
4.5.2. Pengendalian Kimiawi
Pengendalian kimiawi masih diperlukan dalam
pengendalian hama Oryctes rhinoceros ini
karena tidak semua Oryctes rhinoceros
yang ditarik feromon masuk dalam ferotrap. Insektisida yang banyak digunakan
yang berbahan aktif karbosulfan. Kelebihan pengendalian kimiawi adalah teknik
ini langsung mematikan kumbang Oryctes
rhinoceros apabila terjadi kontak antara kumbang dengan insektisida.
Sedangkan kelemahannya adalah biaya yang mahal dan relatif mencemari
lingkungan.
Insektisida Marshal merupakan insektisida yang
berbahan aktif karbosulfan, berbentuk granul (butiran) berwarna merah hati.
Pengaplikasiannya yakni dengan cara pemberian insektisida ini sebanyak 5 g. Dan
di berikan pada bagian pucuk tanaman tersebut. Insektisida ini merupakan racun
kontak dan lambung yang sistemik.
2
|
1
|
Gambar 4.9.
Jenis insektisida, (1) Insektisida Marshal,
(2) Isi dari insektisida Marshal.
Racun kontak yakni jika insektisida memasuki tubuh
serangga bila serangan berjalan diatas permukaan tanaman yang telah mengandung
insektisida. Insektisida masuk kedalam tubuh serangga melalui dinding tubuh.
Insektisida modern umumnya merupakan racun kontak. Namun apabila permukaan
tanaman yang sudah mengandung insektisida dimakan serangga, racun tersebut juga
memasuki tubuh serangga melalui saluran pencernaan. Meskipun suatu jenis
pestisida dapat memasuki tubuh serangga melalui beberapa jalan namun untuk insektisida
kontak jalan masuk utamanya tetap melalui dinding tubuh (Untung, 2006).
Racun perut yakni, insektisida memasuki tubuh
serangga melalui saluran pencernaan makanan (perut). Namun ada juga insektisida
modern yang aksinya pada serangga melalui perut yaitu kelompok insektisida
sistemik. Insektisida sistemik dapat diserap oleh tanaman dan ditranslokasikan
dalam jaringan tanaman.
2
|
1
|
3
|
4
|
Gambar 4.10. Teknik
aplikasi insektisida dilapangan dan jenis insektisida, (1)
Dosis pemberian
Marshal sebanyak 5 g, (2) Pemberian insektisida Marshal dibagian pucuk tanaman sawit, (3) Insektisida STARTHENE, (4) alat untuk penyemprotan.
Selain insektisida Marshal di divisi H juga memakai
insektisida STARTHENE, insektisida ini bersifat racun kontak dan lambung,
insektisida ini berbentuk granul berwarna putih dan memiliki bau yang sangat
menyengat. Bahan aktif yang terkandung di dalam STARTHENE ini adalah Asefat
75%. Insektisida ini diaplikasikan
dengan cara pelarutan dengan air dengan dosis 2 g/ liter.
Pengaplikasian kedua insektisida baik marshal maupun
STARTHENE di divisi H dilakukan secara bergantian. Dua minggu pengaplikasian
insektisida marshal, kemudian dua minggu selanjutnya pengaplikasian insektisida
STARTHENE.
4.5.3. Pengendalian Hayati
Dewasa ini telah terjadi peningkatan preferensi
penggunaan agen hayati dalam pengelolaan hama tanaman ( Murdani et al., 2012). Pengendalian hayati di
Divisi H yakni dilakukan pada saat tanaman akan di tanam serta pada waktu
pengutipan larva, apabila ada hama Oryctes
rhinoceros yang terserang jamur Metarizium
maka hama tersebut di letakkan kembali ke tanaman sawit tersebut. Dengan indikasi
agar apabila ada larva lain juga dapat terserang kembali oleh jamur tersebut.
2
|
1
|
Gambar 4.11.
Pengendalian hayati, (1) Oryctes
rhinoceros yang terinfeksi jamur
Metarhizium anisopliae, (2) Oryctes rhinoceros yang tidak terinfeksi jamur Metarhizium anisopliae.
4.5.4. Pengendalian Fisik Dan
Mekanik
Bertujuan untuk mematikan hama secara langsung baik
dengan tangan atau dengan bantuan alat atau bahan lain. Populasi larva Oryctes rhinoceros terlalu banyak pada
tanaman TBM yang tidak memungkinkan untuk dilakukan pengutipan larva maka dapat
dilakukan tindakan pengendalian secara fisik dan mekanik dengan menggunakan
alat berat.
Pengutipan Larva dan Imago, Teknik pengendalian
dengan pengitipan larva sangat di perlukan untuk memutus siklus hidup Oryctes rhinoceros. Teknik ini biasa
sangat efektif menurunkan populasi Oryctes
rhinoceros pada siklus berikutnya. Hasil pengutipan larva Oryctes rhinoceros sebaiknya digunakan
sebagai bahan perbanyakan jamur Metarhizium
anisopliae. Apabila larva-larva ini sudah terinfeksi maka hendaknya larva
tersebut dikembalikan atau di letakkan pada tanaman sawit tersebut lagi, agar
menginfeksi larva lainnya.
2
|
1
|
4
|
3
|
6
|
5
|
Gambar 4.12.
Teknik pengendalian fisik dan mekanik, (1) dan (3) Pengutipan
larva di areal TBM,
(2)
Hasil pengutipan larva, (4) Pembuatan alat pengait, (5)
Alat pengait untuk pengutipan Oryctes, (6) Oryctes rhinoceros yang telah dikutip.
V.
KESIMPULAN
DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Hama Oryctes
rhinoceros ini merupakan hama utama yang paling dominan pada tanaman sawit
pada area TBM, terlebih setelah mengalami peremajaan sebelumnya. Hal ini
diakibatkan banyaknya bahan organik sebagai makanan utama Oryctes rhinoceros ini. Akibat dari serangan hama ini yakni dapat
merusak tanaman sawit sehingga menyebabkan tumbuh tidak normal, serta dapat
memperlambat fase produksi, dan yang paling membahayakan adalah hama sekunder
yang ada setelah penyerangan hama Oryctes
rhinoceros tersebut dapat menyebabkan kematian pada tanaman. Pengendaliannya
pun tidak hanya sekali ataupun hanya satu cara namun harus menggunakan
pengendalian terpadu. Hal ini dilakukan karena hama ini hidupnya memiliki
beberapa fase yang tidak dapat dikendalikan hanya satu cara saja.
Pengendaliannya meliputi, penggunaan feromon agregat, pengendalian kimiawi,
pengutipan larva dan imago, pengendalian hayati, pengendalian fisik mekanik. Dengan
pengendalian terpadu tersebut diharapkan kuantitas dari hama tersebut dapat berkurang.
5.2. Saran
Dalam melaksanakan PKL hendaknya
kita lebih aktif bertanya sehingga informasi yang kita dapatkan jelas dan dapat
membuat kita lebih mengerti. Selain itu hal yang terpenting dalam pengendalian Oryctes rhinoceros ini adalah pengendalian
harus dilakukan secara rutin dan tidak hanya dilakukan hanya dengan
pengendalian satu cara saja. Namun, keterkaitan cara satu dengan cara lainnya
inilah yang akan memberikan hasil yang optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z. 2008.
Analisis Ekspor Minyak Kelapa Sawit (CPO) Indonesia. Jurnal
Aplikasi Manajemen, 6 (1) : 8 hal
Fauzi, Y. 2008. Kelapa
sawit Budi Daya Pemanfaatan Hasil & Limbah Analisis
Usaha
& Pemasaran. Penebar Swadaya. Jakarta. 137 hal.
Klinik Sawit.
2012. Hama Kelapa Sawit. http://www.kliniksawit.com. Diakses
18 Agustus 2013.
Lubis, A.U.
1992. Kelapa Sawit di Indonesia.
Pusat Penelitian Perkebunan
Marihat.
Pemantang Siantar. 57 hal.
Maksi.
2008. Deskripsi Kelapa Sawit Varietas
Sriwijaya. PT. Bina Sawit. Penebar
Swadaya.
Palembang. 210 hal.
Mangoensoekarjo, S.
dan A.T. Toyib.2003. Manajemen Budidaya Kelapa Sawit
dalam : Manajemen Agrobisnis Kelapa Sawit, Penyunting : S. Mangoensoekarjo dan H. Semangun). Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta. 78 hal.
Manurung E.M. 2012.
Efikasi beberapa formulasi Metarhizium anisopliae
terhadap
larva Oryctes rhinoceros L.
(coleoptera: scarabaeidae) di Insektarium. Jurnal Online Agroekoteknologi, 1 (1):
15 hal.
Pahan, I. 2008. Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Penebar Swadaya:
Jakarta. 213
hal.
Pahan, I. 2012. Panduan Lengkap
Kelapa Sawit. Penebar Swadaya: Jakarta. 220
hal.
Pratama,D. 2012. Morfologi
Kelapa Sawit. Http://morfologi tanaman kelapa sawit. Diakses pada Sabtu, 17 Agustus 2013.
Pracaya. 2009. Hama
dan Penyakit Tanaman. Penebar Swadaya. Jakarta. 423 hal.
Setyatmidjaja,
D. 2006. Kelapa Sawit Teknik Budidaya Panen dan Pengolahan.
Kanisius.
Yogyakarta. 112 hal.
Sudharto P.S., M.
Naim, A.D. Advento, dan A.W. Sulistyanto. 2011.
Pengendalian Terpadu Oryctes
rhinoceros Pada Areal Peremajaan Kelapa
Sawit Di Lahan Gambut.
Sunarko.
2007. Petunjuk Praktis Budidaya dan
Pengolahan Kelapa Sawit.
Agromedia
Pustaka. Jakarta 120 hal
Susanto, A.R.Y.
Purba dan C. Utomo. 2005. Penyakit-Penyakit Infeksi Pada
Kelapa Sawit. PPKS (Pusat Penelitian Kelapa Sawit), Medan. 12 hal.
Susanto. 2005.
Pengurangan Populasi Larva Oryctes rhinoceros
pada
Sistem Lubang Tanam Besar. J. Penelitian Kelapa
Sawit 14 (1): 2-3.
Susanto. 2012.
pengendalian terpadu Oryctes rhinoceros rhinocerosrhinocerosdi
perkebunan
kelapa sawit. Mitra karya. Medan.
Diakses
23 Agustus 2013
Untung. 2006. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu Gadjah
Mada University
Press.Yogyakarta. 348 hal.
Utomo, C., T.
Herawan, dan A. Susanto. 2007. Feromon: era baru pengendalian
hama ramah lingkungan di perkebunan kelapa sawit. 15(2):69-82.
tanggal 28 Agustus 2013.
Winarto, L.
2005. Pengendalian Hama Kumbang Kelapa Secara Terpadu.
http://www.agroindonesia.com.
Diakses tanggal 13 Agustus 2013.
Yahya, S. 1990. Budidaya
Kelapa Sawit
(Elaeis guineensis Jacq.). Institut
Pertanian
Bogor. Bogor.
80
hal.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Peta Divisi H PT.Asam Jawa
Lampiran 2.
Bagan Struktur Organisasi PT. Asam Jawa
Lampiran 3. Kegiatan Praktek
Kerja Lapang
Table 1.
Agenda Kegiatan Praktek Kerja Lapang di PT. Asam Jawa.
No
|
Hari/Tanggal
|
Kegiatan
|
1
|
Kamis,
4 Juli 2013
|
Temu
ramah dengan General Manager (GM) dan beberapa Menager perkebunan PT Asam
Jawa, Sarapan Bersama, Pengenalan tentang
pembibitan oleh asisten pembibitan.
|
2
|
Jum,at,
5 Juli 2013
|
Mengikuti
kegiatan di pembibitan meliputi; mempelajari teknik menanam sawit dari prenursery ke tahap meanursery.
|
3
|
Sabtu,
6 Juli 2013
|
Kunjungan
ke PKS meliputi; mempelajari beberapa sistem pengolahan sawit, Kunjungan ke tempat
pembuatan Bokasi padat.
|
4
|
Senin,
8 Juli 2013
|
Orientasi
ke avdeling 9 meliputi; mempelajari tentang steking, cara pembubunan, melihat
lokasi yang sering terkena banjir.
|
5
|
Selasa,
9 Juli 2013
|
Orientasi
ke divisi H ( pengenalan dengan para pegawai, Survei lapangan (pada tanaman TBM dan
TM).
|
6
|
Rabu,
10 Juli 2013
|
Mengamati
pengaplikasian pupuk dolomit di tanaman TM, Mengamati pengaplikasian insektisida
Marshal di lapangan.
|
7
|
Kamis,11
Juli 2013
|
Mengikuti
agenda rapat pimpinan di kebun Sulum (gabungan divisi C, D, dan H), Bertemu dengan
manajer kebun Sulum (Bapak Edi Batubara) membahas proker yang akan
dilaksanakan selama di divisi h.
|
8
|
Jum’at,
12 Juli 2013
|
Mengamati
kegiatan pemupukan Urea dan MOB, Mengamati kegiatan penyemprotan.
|
Lampiran
Lanjutan 3. Kegiatan
Praktek Kerja Lapang
No
|
Hari/
Tanggal
|
kegiatan
|
9
|
Sabtu, 13 Juli 2013
|
Mempelajari administrasi di divisi h
(meliputi; penghitungan pengecekan dan harian kutip buah), Belajar
mengidentifikasi tanaman kelapa sawit areal TBM yang terindikasi Oryctes rhinoceros.
|
10
|
Senin, 15 Juli 2013
|
Mengikuti dan mengamati pengaplikasian
NORDOX
|
11
|
Selasa, 16 Juli 2013
|
mempelajari administrasi di kantor
divisi h, Evaluasi (mengevaluasi hasil belajar).
|
12
|
Rabu, 17 Juli 2013
|
Mempelajari teknik pemanenan, Evaluasi
kegiatan selama di divisi H.
|
13
|
Kamis, 18 Juli 2013
|
Mempelajari dan mengamati pembuatan
fero-trap, Menghitung keberadaan
Oryctes setelah pengaplikasian starthene selama 10 hari.
|
14
|
Jum’at, 19 Juli 2013
|
Sensus tanaman yang terserang Oryctes rhinoceros.
|
15
|
Sabtu, 20 Juli 2013
|
Membuat infus gulma epifit di tanaman
sawit.
|
16
|
Senin, 22 Juli 2013
|
Evaluasi bersama di divisi G.
|
17
|
Selasa, 23 Juli 2013
|
Mengamati pemupukan dolomit, Mengamati
pengaplikasian penyemprotan STARTHINE di lapangan, Mengikuti kegiatan Foging
ulat api.
|
18
|
Rabu, 24 Juli 2013
|
Pemupukan dolomit, Mengikuti kegiatan
kastrasi., Mengamati hasil infus epifit.
|
19
|
Kamis, 25 Juli 2013
|
Belajar menanam kecambah ke pre nurserry.
|
20
|
Jum’at, 26 Juli 2013
|
Tes evaluasi terhadap kegiatan selama
PKL dan penilaian selama di divisi H.
|
Lampiran 4. Kegiatan selama PKL
3
|
1
|
2
|
4
|
5
|
6
|
7
|
9
|
8
|
(1)
Temu ramah dengan pimpinan PT. Asam Jawa, (2) sarapan bersama
di kantor
(2)
pusat, (3) survei lapangan di avdeling 9, (4) acara
“punggahan” awal
ramadhan, (5) pemilihan dan seleksi kecambah sawit untuk di
tanam, (6) penanaman kecambah sawit, (7) belajar analisis pembukuan, (8) kantor
divisi H, (9) Taman kanak-kanak divisi H.
Lanjutan Lampiran 4. Kegiatan Selama PKL
1
|
2
|
3
|
6
|
5
|
4
|
7
|
8
|
9
|
(1)
Kegiatan Menyemprot, (2) foto bersama tim peneliti hama
penyakit, (3) foto
bersama para
mandor dan kepala divisi H, (4) Bersama Pemanen, (5) Mengunjungi Penitipan
Anak, (6) diskusi bersama setelah sensus hama Oryctes, (7) kegiatan foging, (8) kastrasi, (9) buka bersama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar