Translate

Selasa, 15 April 2014

MAKALAH ISLAM ZAMAN KOLONIAL BELANDA DAN JEPANG PERJUANGAN MERDEKA

MAKALAH
ISLAM ZAMAN KOLONIAL BELANDA DAN JEPANG
PERJUANGAN MERDEKA

                                                              DOSEN PENGAMPU

                                                          Ade Jamaruddin, SS,M.Ag



Oleh :

 NAMA : FAIKAR SETYAWAN
                                         IRMA SANDI
                  LOKAL : IV B AGROTEKNOLOGI                                                                         

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
PEKANBARU
2013












BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Meneliti sejarah bangsa Indonesia tidak akan lepas dari umat islam, baik dari perjuangan melawan penjajah maupun dalam lapangana pendidikan. Melihat kenyataan betapa bangsa Indonesia yang mayoritas beragama Islam mencapai keberhasilan dengan berjuang secara tulus ikhlas mengabdikan diri untuk kepentingan agamanya disamping mengadakan perlawanan militer.
Di antara ciri-ciri Islam yang dapat menduduki ranking par-excellence (istimewa) ialah kerana sifatnya yang  universal, setiap aspek kehidupan tidak terlepas dari peraturannya tidak terkecuali aspek politik dan  dunia pendidikan di Indonesia. Signifikansi hubunganyang begitu erat antara Islam dan Indonesia sebagai suatu daerah teritorial, menyebabkan penjajahan lebih dari tiga abad oleh Belanda dan Jepang gagal dalam upaya deislamisasi agar akidah Islam tercabut dari umat Islam.
Kaum kolonial Belanda berhasil menancapkan kukunya di bumi Nusantara dengan misinya yang ganda (antara imperialis dan kristenisasi) justru sangat merusak dan menjungkirbalikkan tatanan yang sudah ada. Sejak dari zaman VOC (Belanda Swasta) kedatangan mereka di Indonesia sudah bermotif ekonomi, politik dan agama.
Jepang muncul sebagai negara kuat di Asia. Bangsa Jepang bercita-cita besar, menjadi pemimpin Asia Timur Raya, dan hal ini sudah direncanakan jepang sejak tahun 1940 untuk mendirikan kemakmuran bersama Asia Raya.
1.2. Pembahasan Masalah        

Ø    Bagaimana politik islam pada zaman Kolonial Belanda dan Jepang
Ø    Bagaimana pendidikan islam pada zaman kolonial Belanda dan Jepang
Ø    Bagaimana  perjuangan umat islam untik mendapatkan kemerdekaan
Ø    Kondisi umat islam masa Kolonial.

1.3. Tujuan

Tujuan dari hal – hal yang akan dibahas berikut ini akan memberikan pengetahuan kita tentang perjuangan islam pada zaman kolonialisme.






BAB II
PEMBAHASAN

2.1.ZAMAN KOLONIAL

A.    Masa Kolonial Belanda

 Pada awalnya  kedatangan Belanda ke Indonesia adalah untuk menjalin hubungan perdagangan dengan bangsa Indonesia.Tetapi rupanya dibalik semua itu Belanda memiliki maksud terselubung. Belanda berupaya menancapkan pengaruhnya terhadap bangsa Indonesia, Sehingga lambat laun Belanda berhasil memperkuat  penetrasinya di Indonesia. Belanda tidak hanya memonopoli perdagangan bangsa Indonesia dengan system kapitalisnya, namun satu demi satu Belanda berhasil menundukkan penguasa-penguasa lokal,kemudian merampas daerah-daerah tersebut kedalam kekuasaannya,dan dibalik semua itu bertujuan missioner.[1]
Sebelum tahun 1795 Belanda telah berusaha memeras produk pertanian seperti kopi, teh, dan lada,melalui penyerahan paksa dan menjualnya ke pasaran Eropa. Namun kekalahan Belanda terhadap Prancis  tahun 1795 dan hancurnya  Duch East India Company tahun 1799 mendesak Republic Belanda  mencari cara baru  untuk mengeksploitasi  ekonomi kolonial. Belanda bermaksud memusatkan kekuasaan politik dalam rangka memaksimalkan pemerasan pajak.[2]
  Jadi tujuan utama  Belanda datang ke Indonesia ,untuk  mengembangkan usha perdagangan ,yaitu mendapatkan rempah-rempah yang mahal harganya di Eropa.
Sebelum tahun 1795 Belanda telah berusaha memeras produk pertanian seperti kopi, teh, dan lada,melalui penyerahan paksa dan menjualnya ke pasaran Eropa. Namun kekalahan Belanda terhadap Prancis  tahun 1795 dan hancurnya  Duch East India Company tahun 1799 mendesak Republic Belanda  mencari cara baru  untuk mengeksploitasi  ekonomi kolonial. Belanda bermaksud memusatkan kekuasaan politik dalam rangka memaksimalkan pemerasan pajak.[3] 
Jadi tujuan utama  Belanda datang ke Indonesia ,untuk  mengembangkan usha perdagangan ,yaitu mendapatkan rempah-rempah yang mahal harganya di Eropa.[4]
Melihat hasil yang diperoleh Perseroan Amsterdam itu,banyak persorean lain berdiri yang juga ingin berdagang  dan berlayar ke Indonesia.Pada bulan Maret 1602,perseroan-perseroan itu bergabung dan disahkan oleh Staten –General  Republik dengan suatu piagam yang member ikan hak khusus ke pada perseroan gabungan tersebut untuk berdagang ,berlayar,dan memegang kekuasaan di kawasan antara Tanjung Harapan dan kepulauan Soloman,termasuk kepulawan Nusantara.[5]
Jadi kolonialisme di Indonesia dimulai sejak pemulaan abad ke 17 dengan didirikannya Vereenigde Oost Indisce Compagnie(VOC) 1602.[6][5]VOC  melakukan monopoli rempah-rempah dengan jumlah dan harga yang ditetapkan oleh VOC.Untuk merealisasikan kolonialisme tersebut cara yang di tempuh  antara lain pemerintah kolonial mengadakan Culturr Stelsel (Tanam Paksa) tahun 1830-1870,sebagai manifestasi  dari system perbudakan dan merupakan  bencana bangsa Indonesia. Kehadiran belanda bukan hanya mengeksploitasi kekayaan alam iIndonesia ,tetapi juga menekan politik dan keagamaan rakyat.

Kondisi Kerajaan Islam Di Indonesia Ketika Belanda Datang

            Keadaan kerajaan-kerajaan islam menjelang dtngnya belanda diakhir abad ke-16 dan awal abad ke-17 ke Indonesia berbeda-beda,bukan hanya berkenaan dengan politik ,tetapi juga bproses islamisasinya.Pada waktu  itu di Sumatra ,penduduk sudah islam sekitar tiga abad,sedangkan di Maluku dan Sulawesi proses islamisasi baru sedang berlangsung. Di Sumatra kerajaan malaka jatuh ke tangan portugis ,sehingga persatuan politik di kawasan Selat Malaka merupakan perjuangan segi  tiga  Aceh ,Portigis dan Johor yang merupakan kelanjutan dari kerajaan Malaka Islam. [7]
 Pada abad ke-16 ,Aceh kelihtan lebih dominan,karna  para pedagang muslim menghindar dari Malaka lebih memilih Aceh sebagai pelabuahan transit. Kemenangan  Aceh atas Johor  pada tahun 1564 ,membuat kerajaan ini menjadi daerah vassal dari Aceh.
Aceh telah berhasil mengusai daerah-daerah di Sumatra bagian Utara, Stelah itu Aceh juga berusaha menguasai Jambi  pelabuhan pengekspor lada yang banyak dihasilkan di daerah-daerah pedalaman,seperti Minangkabau dan diangkut lewat sungai Indragiri ,Kampar,dan Batanghari.
Di daerah jambi penduduknya ketika itu  sudah islam,jambi juga merupakan pelabuhan transito,tempat beras dan bahan-bahan lain dari jawa ,cina,India, dan lain-lain di ekspor ke Malaka.Selain itu Aceh juga berhasil menguasai perdagangan pantai barat Sumatra dan mencakup Tiku ,Pariaman, dan Bengkulu.Ketika itu ,Aceh memang berada pada masa kejayaan dibawah kepemimpinan Sultan Iskandar Muda.
Setelah sulatan Iskandar Muda wafat digantikan oleh Sultan Iskandar Tsani.Sultan ini masih mampu mempertahankan kebesaran Aceh.Akan tetapi ,setelah dia wafat 15 februari 1641 ,Aceh secara berturut-turut dipimpin oleh tiga orang wanita selama 59 tahun.Ketika itu lah Aceh mulai menaglami kemunduran. Daerah-daerah di Sumatra yang dulu berada di bawah kekusaannya mulai memerdekakan diri. Meski sudah menurun Aceh masih bertahan lama menikmati kedaulatannya dari intervensi kekuasaan asing.Padahal kerajaan islam lainnya seperti Minang kabuau,Jambi,Riau dan Palembang tidak demikian.[8]
Di Jawa,pusat kerajaan islam sudah pindah  dari pesisir ke pedalaman ,yaitu dari Demak ke Pajang kemudian ke Mtaram.Perpindahan ini membawa pengaruh besar  yang sangat menentukan perkembangan sejarah islam di Jawa,diantaranya adalah : Kekuasaan dan system politik didasarkan atas garis agraris,peranan daerah pesisir dalam perdagangan dan pelayaran mundur,begitu juga dengan pedagang dan pelayar Jawa,terjadinya pergeseran pusat-pusta perdagangan dalam  abad ke-17 dengan segala akibatnya.
Di Sulawesi  pada akhir abad ke -16 pelabuhan Makasar berkembang dengan pesat.Letaknya memang  strategis.Akan tetapi ,ada factor-faktor lain yang mempercepat perkembangan itu adalah sebagai berikut:
Pertama, penduduk Malaka oleh Portugis mengakibatkan terjadinya migrasi perdagangan Melayu,antara lain ke Makasar. Kedua, arus migrasi Melayu bertambah besar setelah Aceh mengadakan ekspedisi terus menerus ke Johor dan pelabuhan-pelabuhan di semenanjung Melayu. Ketiga blockade Belanda terhadap malaka dihindari oleh pedagang-pedagang ,baik Indonesia maupun India ,merosotnya pelabuhan Jawa Timur mengakibatkan fungsinya diambil oleh pelabuhan Makasar,usaha belanda memonopoli perdagangan rempah-rempah di Maluku membuat Makasar memiliki kedudukan sentral bagi perdagangan antara Malaka dan Maluku.Itu membuat pasar berbagai macam barang berkembang disana.[9]
Sementara itu ,Maluku ,Banda,Seram dan Ambon sebagai pangkal atau ujung perdagangan rempah-rempah menjadi sasaran pedagang  Barat ayang ingin menguasainya dengan politik monopolinya.Ternate dan Tidore dapat terus berhasil dan mengelakkan dominasi total dari portugis dan spanyol, namun dia mendapat ancaman dari belanda yang datang kesana.



B.     Masa Kolonial Jepang

Masa penjajahan Jepang di Indonesia dimulai pada tahun 1942 dan berakhir pada tanggal 17 Agustus 1945 seiring dengan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia oleh Soekarno dan M. Hatta atas nama bangsa Indonesia. Pada Mei 1940, awal Perang Dunia II, Belanda diduduki oleh Nazi Jerman. Hindia-Belanda mengumumkan keadaan siaga dan di Juli mengalihkan ekspor untuk Jepang ke AS dan Britania. Negosiasi dengan Jepang yang bertujuan untuk mengamankan persediaan bahan bakar pesawat gagal di Juni 1941, dan Jepang memulai penaklukan Asia Tenggara di bulan Desember tahun itu. Di bulan yang sama, faksi dari Sumatra menerima bantuan Jepang untuk mengadakan revolusi terhadap pemerintahan Belanda. Pasukan Belanda yang terakhir  dikalahkan Jepang pada Maret 1942.
Masuknya Jepang ke Indonesia setelah Pemerintah belanda sejak tanggal 8 maret 1942  lenyap dari bumi Indonesia  karna harus bertekuk lutut kepada jepang.Namun Indonesia  belum bebas dari  penjajahan,karna jepang mengambil alih pendududkan Indonesia dari  Belanda. Selanjut nya memasuki kehidupan baru dibawah pemerintah Jepang.Jepang  memiliki cita-cita besar ingin menjadi pemimpin Asia Timur Raya. Hal itu sudah dirancang Jepang sejak tahun 1940 untuk membangun bersama Asia Raya.[10]
 Partai-partai  Islam seakan mendapatkan kekuatan kembali setelah Jepang datang menggantikan posisi belanda.Jepang  berusaha mengakomodasi  dua kekutan islam dan nasionalisme sekuler ,ketimbangan  pimpinan tradisional (raja dan bansawan). Karna menurut Jepang organisasi-organisasi islamlah sebenarnya mempunyai massa yang patuh dan hanya dengan kekuatan agama penduduk bisa dimobilisasi. Oleh karna itu organisasi non islam dibubarkan,maka organisasi-organisasi besar islam seperti Muhammadiyah,NU, Persyariktan Ulama, Majlis Islam A’la Indonesia (MIAI),yang kemudian dilanjutkan Masyumi, diperkenankan meneruskan kegiatannya. Pemohonan Masyumi untuk mendirikan barisan Hizbullah diterima oleh Jepang,sebuah wadah kemileteran bagi para santri untuk mempersiapkan tenaga-tenaga militer yang ahli.[11]
Pada babak pertamanya memang pemerintah Jepang menampakkan diri seakan-akan membela kepentingan Islam, yang merupakan suatu siasat untuk kepentingan Perang Dunia ke II. 
Untuk mendekati umat Islam Indonesia mereka menempuh kebijaksanaan antara lain : 
  1. Kantor Urusan Agama yang pada zaman Belanda disebut : Kantor Voor Islamistische Saken yang dipimpin oleh orang-orang Orientalisten Belanda, diubah oleh Jepang menjadi Kantor Sumubi yang dipimpin oleh ulama Islam sendiri yaitu K.H. Hasyim Asy’ari dari Jombang dan di daerah-daerah dibentuk Sumuka.
  2. Pondok pesantren yang besar-besar sering mendapat kunjungan dan bantuan dari pembesar-pembesar Jepang.
  3. Sekolah negeri diberi pelajaran budi pekerti yang isinya identik dengan ajaran agama.
  4. Di samping itu pemerintah Jepang mengizinkan pembentukan barisan Hisbullah untuk memberikan latihan dasar kemiliteran bagi pemuda Islam. Barisan ini dipimpin oleh K.H. Zainul Arifin.
  5. Pemerintah Jepang mengizinkan berdirinya Sekolah Tinggi Islam di Jakarta yang dipimpin oleh K.H. Wahid Hasyim, Kahar Muzakir dan Bung Hatta.
  6. Para ulama Islam bekerja sama dengan pemimpin-pemimpin nasionalis diizinkan membentuk barisan Pembela Tanah Air (Peta). Tokoh-tokoh santri dan pemuda Islam ikut dalam latihan kader militer itu, antara lain : Sudirman, Abd. Khaliq Hasyim, Iskandar Sulaiman, Yusuf Anis, Aruji Kartawinata, Kasman Singodimejo, Mulyadi Joyomartono, Wahib Wahab, Sarbini Saiful Islam dan lain-lain. Tentara pembela Tanah Air inilah yang menjadi inti dari TNI Sekarang.
  7. Umat Islam diizinkan meneruskan organisasi persatuan yang disebut : Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) yang bersifat kemasyarakatan.[12]

                Dalam kelompok nasionalis  dibentuk lembaga-lembaga baru pada saat pemerintahan Jepang ,seperti Gerakan Tiga A yakni Nippon Chaya Asia ,Nippon Pelindung Asia,Nippon Pemimpin Asia,tspi hanya bertahan beberapa bulan sejak Mei 1942 dan Pusat Tenaga Rakyatyang didirikan 1943,pengembangan putra dumulai April 1943 dan sebagai pemimmpin tertingginya adalah Soekarno yang dipimpin oleh Hatta,KI Hajar Dewantara,dan K.H.Mas Mansur,mereka dikenal dengan empat serangkai pemimpin bangsa.[13]
            Dari empat  serangkai itu tercermin sebagai tokoh nasionalis sekuler lebih dominan dalam gerakan kebangsaan  daripada golongan islam.Kemudian Jepang menjanjikan kemerdekaan pada rakyat Indonesia dengan janji mengeluarkan maklumat Gunseikan nomor 23/29 April 1945 tentang pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).Berbeda dengan stuasi sebelumnya  dimana kalangan islam mendapat layanan dari jepang ,keanggotaan BPUPKI didominasi oleh golongan nasionalis sekuler  yang ketika itu lazim disebut dengan golongan kebangsaan,dan didalam inilah soekarno mencetuskan ide pancasila.
            Meskipun dalm perumusan pancasila itu terdapat prinsip ketuhanan ,tetapi terkesan Negara  dipisahkan dari agama. Setelah itu dialog resmi ideology antara dau golongan terbukti  dalam suatu forum musyawarah. Panitia Sembilan, semacam sebuah komisi  dari forum itu  membahas hal-hal yang sangat mendasar ,prembule UUD.  Lima orang mewakili golongan  nasionalis sekuler  yakni soekarno ,Hatta,Yamin,Maramis dan Subardjo.Adapun yang mewakili golongan islam ada 4 orang  Agus Salim, Abdul Kahar Muzakir, Wahid Hasyim,dan Abikusno Tjikrosujoso. Kompromi yang dihasilkan atas musyawarah ini  dikenal dengan Piagam Jakarta.[14]
Sila pertama  yang merupakan prinsip ketuhanan  berarti kewajiban melakukan syariat islam bagi pemeluk-pemeluknya. Kalimat tersebut dabahas lagi pada siding pleno ,Piagam Jakarta diterima sebagai muqadimah  konstitusi dengan alasan bahwa hal itu  nerupakan suatu kompromi yang dicapai dengan susah payah. Menjelang kemerdekaan setelah Jepang tidak dapat menghindari kekalahan dari tentara sekutu, BPUPKI ditingkatkan menjadi Panitia Persiapan  Kemerdekaan Indonesia (PPKI). BPUPKI khusus  untuk pulau Jawa ,PPKI merupakan perwakilan daerah seluruh kepulauan Indonesia.
Perubahan tersebut menyebapkan banyak anggota BPUPKI tidak muncul lagi termasuk beberapa orang Panitia  Sembilan .Persentase nasionalis Islam merosot tajam. Suasana demikian hatta dalam sidang PPKI setelah kemerdekaan berhasil dengan mudah meyakinkan anggota bahwa hanya dengan konstitusi sekuler yang mempunyai peluang untuk diterima mayoritas rakyat Indonesia.

A.Politik  Islam Masa Penjajahan Belanda

            Pada tahun 1755 VOC berhasil menjadi pemegang hegemoni politik pulau jawa dengan perjanjian Giyanti,oleh karna itu raja Jawa pada saat itu kehilangan kekuasaan politiknya.Bahkan kebiwaan raja jawa pada saat itu sangat tergantung kepada VOC. Pada saat itu campur tangan kolonial terhadap kehidupan karaton makin meluas, sehingga ulama-ulama keraton sebagai penasihat raja-raja tersingkir.
Reaksi paling awal terhadap konsolidasi  pemerintahan Belanda  dan hancurnya aristokrasi  lama datang dari kalangan muslim. Keseimbangan kekuatan yang sedang berubah menimbulkan gerakan kebangkitan  ulama yang menentang otoritas  kaum elite priyayi. Bahkan semenjak  konsolidasi mataram  pada awal abad  ke-17 ,aristokrasi  jawa telah dibagi dua kelompok priyayi yang memerintah ,yang terkondisikan oleh nilai-nilai jawa, dan kiayi  yang mewakili komunitas yang setia terhadap keyakinan agama  islam. Dengan masuknya  kelompok aristokrasi priyayi  ke dalam pemerintahan kolonial Belanda , kiayi menjadi satu-satunya  perwakilan masyarakat jawa yang independen . otoritas ,jumlah, dan pengaruh mereka sangat luas, sehingga meningkatkan kesadaran mereka terhadap identias muslim , dan menjadikan mereka  mengenal perlawanan dunia muslim terhadap kolonialisme.[15]
Akibat Kolonial   rakyat kehilangan kepemimpinan, sementara penguasaan colonial sangat menghimpit kehidupan mereka. Hasil bumi rakyat dijadikan untuk kepentingan pemerintah colonial belanda. Penggusuran dan perampasan tanah milik rakyat untuk kepentingan pemerintah semakin digalakkan. Rakyat ketakutan dan kesulitan menghadapi penindasan tersebut. Ini terjadi sampai abat ke-14.[16]
Dalam kondisi  seperti ini rakyat mencari pemimpin nonformal (para ulama, kiai,atau bangsawan) yang masih memperhatikan mereka. Puasat kekuatan politik berpindah dari istana keluar, Yaitu ke wilayah-wilayah yang jauh dari istana, salah satu ke pasantren-pasantren yang kemudian menjadi basis perlawanan.
Keterlibatan para ulama dalam politik hamper sama tuanya dengan sejarah peradaban islam. Hal ini disebabkan islam sebagai sebuah agama tidak hanya mengajarkan tata cara ibadah untuk kecendrungan  akhirat belaka. Tetapi juga mengajarkan tata cara bermuamalah,berintraksi social dalam urusan dunia. Islam banyak mengajarkan nilai-nilai dan norma-norma dalam masyarakat dan bernegara, baik dalam lingkup local maupun internasional.Ulama, atas nama islam, menggalang kekuatan untuk melawan penjajah. Terjadilah perang jawa (1825-1830) dipelopori pangeran Diponegoro didampingi kiai Mojo  (1873-1904) walaupun perang besar ini berakhir dengan kekalahan, tetapi peran polotik ulama telah menjadi pelajaran politik umat islam Indonesia. Penggalangan atas nama islam telah memupuk cinta tanah air dan anti Kolonial.[17]
Ketika penjajah belanda semakin meluas,maka muncullah gerakan protes petani dipimpin ulama lokal untuk melawan Belanda dan pembantu-pembantu raja-raja tradisional yang dianggap kafir.para petani dan ulama lokaln menganggap gerakan itu sebagai perang suci ,perang terhadap kafir. Di antara gerakan protes petani local yang dianggap terbesar adalah yang terjadi di Cilegon tahun 1888 M.
Faktor pendorong terjadinya gerakan-gerakan protes ini ,antara lain  situasi Kolonial yang menghimpit kehidupan rakyat,kondisi yang brtentangan dengan kaidah-kaidah agam islam,pelarangan umat islam melakukan ibadah,tindakan yang semena-mena,penggusuran tanah milik rakyat yang subur untuk tanaman tebu,kerja paksa,pajak yang memeras,penderitaan rakyat akibat ketidak adilan dan pemerasan tuan tanah,penumpukan rasa dendam,rasa kecewa,tekanan ekonomi yang sangat berat yang kemudian dipersatukan dengan semangat jihad  menjadi gerakan fanatic dan radikal.
Sepanjang abad ke-18 di Sumatra penuh pergolakan. Ulama dan pedagang arab berdatangan menimbulkan suasana baru dalam kehidupan keagamaan karena mulai munculnya cikal bakal repormasi ortodoks (pemurnian keagamaan). Pada saat itu berperang kerajaan Riau yang berakhir ketika gabungan Riau-Johor dikalahkan Belanda. Disusul Palembang besar dan menjadi pusat pengembangan islam, ditandai oleh Insititusionalisme ketentuan fikih kedalam struktur kerajaan. Di abad ini penyebaran tarekat samaniyah juga semakin marak, tarekat yang kelak mengadakan perlawanan terhadap Belanda yang berusaha menguasai isatana Palembang.[18]
Walaupun perang ini kalah tetapi islam makin berkembang dibawah pimpinan yang menyingkir dari kerajaan Belanda seperti sisa-sisa tentara perang padri di pedalaman tanah batak menjadi sebagian suku batak memeluk islam. Sebagian sisa-sia pelarian perang padre yang lain ada yang pergi ketimur tengah, bermukim disana sambil menuntut ilmu sehingga terkena pengaruh reformasi islam internasional. Diantara mereka adalah Ahmad Khatib Alming kabawi, Djamil Djambek, Thaharir Djalaluddin disusul kemudian oleh Haji Abd. Karim (Haji Rasul-Ayahanda Hamkah). [19]
Para tokoh diatas menyadari bahwa mereka tidak akan mungkin berkompetisi dengan Belanda dan penetrasi Kristen oleh karena itu perlu diadakan perubahan-perubahan yang walaupun berasal dari pengaruh colonial sendiri yaitu berjuang melalui organisasi-organisasi, baik bidang social, pendidikan maupun politik seperti K.H.Ahmad Dahlan dijawa dengan gerakan Muhammadiyah dan Khihajar Hasyim Asyari dengan gerakan NU (Nahdatul Ulama) semua organisasi tersebut sama-sama ingin menjadi islam sebagai landasan ideologis dan selanjutnya menjadikan islam sebagai perjuangan politik untuk kekuasaan colonial.
Islam juga akan dijadikan peletak lantasan kesamaan, pengikat persatuan, sebagaimana yang diperjuangkan oleh syarit islam (SI), bangsa islam yang mengawali perasaan kebangsaan sampai pengertian nasionalisme Indonesia ditemukan. Dikalangan rakyat, berkuasanya colonial dirasakan sangat berat karena terjadinya eksploitasi hasil bumi rakyat untuk kepentingan VOC. Dalam kondisi seperti ini rakyat bergabung dengan pemimpin nonformal kiai ulama dan bangsawan yang menggalang rakyat untuk melawan dan berjuang atas nama agama. Terjadilah perang fadri (1821-1837) dipelopori imam bonjol dibantu delapan ulama, perang Aceh (1873-1904) dipimpin panglima polim yang didukung oleh para ulama, haji dan muslim aceh.
Perlawanan yang dilakukan umat islam terhadap penjajahan belanda:
1.      Perang faderi di Minang Kabau
Gerakan  yang dikenal dengan nama paderi ini dilakukan  melalui ceramah  di surau dan masjid.perang ini terjadi  21 Februari 1921 setelah perjanjian  kaum adat dan Belanda  di tanda tangani.
2.      Perang dipenegoro
Perang ini merupakan perang terbesar yang di hadapi colonial Belanda . selain hidup rakyat yang di tindas belanda ,latar belakang terjadinya perang ini adalah  rencana pemerintah belanda  untuk membuat jalan dan menerobos  tanah milik pangeran dipenogoro  dan harus membongkar makam keramat.tujian perang ini adalah untuk  mencapai cita-cita luhur  mendirikan masyarakat  yang bersendikan agama islam, mengembalikan  keluhuran adat jawa  yang bersih dari pengaruh barat.[20]
3.      Perang banjar masin
Perang ini dilatarbelakangi oleh campur tangan belanda dalam menentukan siapa yang akan menjadi raja muda sebagai pengganti sultan, apabila sultan berkuasa wafat.
4.      Perang aceh
Awal mula penyebap perang ini adalah pada tanggal 30 Maret 1857 di tandatangani kontrak antara aceh dengan pemerintahan Belanda  yang berisi kebebasan perdagangan .kontrak ini memberi kebebasan pada belanda disana  dan di perkuat Traktat siak yang ditanda tangani pada tahun itu juaga. Sultan  Aceh menentang isi traktat  tersebut karna bertentangan dengan  hegemoni Aceh.[21]

C.    Masa Penjajahan Jepang

Sebagai penjajah Jepang jauh lebih kejam dari Belanda. Jepang merampas semua harta milik rakyat untuk kepemtingan perang sehingga rakyat mati kelaparan. Pada masa Belanda ada istilah kerja rodi maka dizaman Jepang menjadi romusa jika kerja rodi masih bekerja paksa dikampung sendiri maka romusa dikirim jauh sampai kepedalaman Burma dan Thailand untuk membangun jalur kereta api yang menhhubungkan Birma-Bangkok melalui Konbury. Para romusa diperlakukan sangat buruk makan kurang smentaradipaksa kerja dengan keras. Diantara tiga ratus ribu romusa yang dikirim keluar negeri hanya tujuh puluh ribu yang pulang dengan selamat setelah perang selesai.[22]
            Islam akan dihapus dan diganti dengan agama Shinto oleh karena itu bahasa dan aksar arab dilarang, walaupun nanti larangan itu dicabut ketika jepang sudah kepepet hampir kalah. Jepang sebenarnya lebih kafir daripada Belanda. Jepang mempunyai tujuan untuk me-Nippon-kan Indonesia kalau Belanda menjadikan bangsa Indonesia Irlander penduduk kelas dua Jepang ingin menghilangkan kebangsaan Indonesia menjadi Nippon. Untuk mempercepat usaha itu Jepang melakukan cara-cara sebagai berikut:

1.   Membersihkan kebudayaan barat, kebudayaan islam diganti dengan kebudayaan Jepang. Langkah yang pertama menjadikan bahasa Jepang sebagai bhasa resmi
2.   Mengubah system pendidikan. Jepang mengetahui bahwa jalur yang paling inti untuk me-Nippon-kan bangsa Indonesia adalah melalui pendidikan.
3.   Membentuk barisan pemuda. Jepang berusaha untuk melatih dan memobilisasi pemuda dan santri dengan latihan perang senjata bamboo runcing
4.   Memobilisasi pemimpin islam. Islam adalah alat yang paling efektif berkomunikasi dengan masyarakt oleh karena itu jepang memanfaatkan untuk menyebarkan kebudayaanya.
5.   Membentuk organisasi baru. Untuk kepentingan Nipponosasi jepang membtuhkan suatu organisasi muslim yang menghimpun muslim Indonesia. Organisasi buatan jepang itu adalah sebagai berikut:
a.   Shumubu (Departemen agama buatan Jepang, dibentuk Maret 1942. pada tanggal 1 April 1944 disetiap karesidenan di Jawa di buka kantor wilayah dengan nama Shumuka. Tanggal 1 oktober 1943 Husin Djadiningrat diangkat menjadi Shumubu. Tanggal 1 Agustus 1944 digantikan oleh Kh Hasyim Asyari.
b.   Majelis Suro Muslimin Indonesia dibentuk tanggal 24 oktober 1943.[23]

Ternyata bangsa Indonesia cepat sadar bahwa jepang mempunyai tujuan yang sangat buruk ingin me-Nippon-kan bangsa Indonesia. Umat Islam Indonesia juga sadar bahwa Jepang ingin menghapus islam menggantinya dengan sintoisme. Walaupun telah dilatih denan kemusyirikan, tetapi akhirnya muslim Indonesia melawan baik dengan keras maupun dengan lunak.
Jepang juga menyadari bahwa muslim Indonesia beserta ulamanya bukanlah suatu yan mudah dibentuk dan diarahkan . oleh karena itu jepang mencoba untuk meminta maaf dan jepang berjanji untuk mengkaji islam lebih mendalam. Jepang meminta maaf karena pada sat itu jepang membutuhkan bantuan bangsa Indonesia untuk memenangkan perang karena jepang mulai terdesak di fasifik. Oleh Karen aitu umat islam tetap pada pendiriannya tidak percaya pada jepang. Sikap umat isla terbagi dua, pertama sikap keras daengan perang diperlihatka oleh ulama-ulama secara individual kemudian sikap dipelihatkan oleh pemimpin-pemimpin muslim melalui organisasi- organisasi.[24]
Selanjutnya sikap para pemimpin muslim dan para ulama yang sudah diarahkan jepang untuk membentuk organisasi buatan jepang dengan maksud dapat menjadi alat pencapai tujuannya ternyata telah bertolak belakang jepang. Kelak gerak organisasi itu akan menyelamatkan islam dari kerusakan. Dalam konferensi yang diadakan dijakarta tanggal 12 oktober 1944 keluar pernyataan mempersiapkan masyarakat muslim Indonesia agar siap menerima kemerdekaan.[25]
Pernyataan ini diikuti oleh cabang-cabang Indonesia. Pada tanggal 21 oktober 1944, pemuda muslim memutuskan mempersiapkan diri dengan sungguh—sungguh dan sukarela untuk berjuang melahirkan kemerdekaan Indonesia bangsa dan agama. Tindakan jepang yang kejam ternyata ada sisi positifnya bagi muslimin Indonesia :
1.   Mendamaikan antara kaum “Maju” (pembaru) dengan kaum bertahan (tradisionalis)
2.   Memberikan kesempatan kepada ulama untuk mengalami pendidikan politik dengan menjadi pemimpin suatu organisasi besar yang menyeluruh yang didukung oleh berbagai macam aliran, telah memberikan pengalaman baru bagi para ulama.
3.   Memberikan kesempatan kepada ulama untuk mejadi administrator, sehingga mendapat pengalam baru sehin ga terlibat dalam perundang-undangan, sehinnga sikap yang hanya diliat dari sikap fikih saja telah berubah menjadi cakrawala yang lebih luas.
4.   Mempersatukan system pendidikan
5.   Memberikan latihan dan keterampilan serta mempersiapkan diri menjadi kader-kader bangsa
6.   Mempersatukan bahasa Indonesia menjadi bahasa nasional
7.   Membemtuk organisasi masumi juga isbullah yang menjadi salah satu cikal bakal TNI Mendirikan sekolah tinggi islam.[26]






2.2. PENDIDIKAN ISLAM PADA ZAMAN KOLONIAL

A.          Pendidikan Zaman Belanda

Sejak  dari zaman belanda  VOC kedatangan mereka  di Indonesia  sudah bermoyif ekonomi,politik dan agama,dalam hak actroi VOC terdapat saru pasal yang berbunyai “ badan ini harus berniaga  di Indonesia  dan bila perlu boleh perperang. Dan harus memperhatikan perbaikan agama Kristen  dengan mendirikan sekolah”.[27]
Terhadap pendidikan islam, semula Belanda (tahun 1610 M)bersikap membiarkan saja menurut system kerajaan Mataram.Namun, mereka lambat laun mengubah pendidikan Islam secara sedikit dei sedikit.Sejak perjanjian Giyanti (tahun 1755 M), Belanda mulai berusaha melumpuhkan pengaruh Islam, dimulai didaerah yang sudah dikuasai di Yogya dan Surakarta.[28]
.Setelah Diponegoro ditaklukkan, Belanda melanjutkan usahanya untuk membinasakan organisasi resmi pendidikan Islam. Penghulu , Naib, Modin dibebaskan dari kewajiban pendidikan dan pengajaran Islam.Penghulu tidak lagi menjadi hakim agama, cukup Naib saja yang menjadi juru nikah, talak, dan rujuk, dan semuanya berada dibawah pengawasan Belanda. Karena usaha-usaha Belanda itu , pendidikan islam lama kelamaan menjadi mundur dan makin terdesak oleh pendidikan barat.
Ketika Van den Bosch menjadi Gubernur Jendral di Jakarta tahun 1831, ia mengeluarkan kebijaksanaan bahwa sekolah gereja dianggap diperlukan sebagai sekolah pemerintah Belanda. Departemen yang mengurus pendidikan dan keagamaan dijadikan satu. Di setiap daerah keresidenan didirikan satu sekolah agama Kristen. Ketika Van den Capellen tahun 1819 merencanakan berdirinya sekolah dasar  bagi penduduk pribumi agar dapat membantu pemerintahan Belanda.
Dalam surat edarannya kepada para Bupati berisi : “Dianggap penting untuk secepatnya mengadakan peraturan pemerintah yang menjamin  merata kemampuan membaca dan menulis bagi penduduk pribumi agar mereka dapat menaati undang undang dan hukum Negara.[29]
 Dari surat edaran diketahui bahwa Belanda mengaggap pendidikan agama islam yang diselenggarakan di pondok pondok pesantren , mesjid, musallah, dianggap tidak membantu pemerintah Belanda.
Kemunduran pendidikan Islam itu sampai puncaknya sebelum tahun 1900 Masehi yang meliputi seluruh Indonesia. Bahkan pada tahun 1882 Belanda membuat badan khusus yang bertugas mengawasi kehidupan beragama dan pendidikan islam. Tahun 1925 Belanda mengeluarkan peraturan lebih ketat, bahwa tidak semua kiai boleh memberikan pelajaran mengaji. Peraturan itu dibabkan tumbuhnya organisasi pendidikan Islam, seperti muhammadyah, syarikat islam, al irsyad, nahdatul wathan, dan lain – lain.Tahun 1932 keluar pula peraturan yang dapat memberantas dan menutup madrasah dan sekolah yang tidak izinnya yang disebut Ordonisasi Sekolah Liar. Peraturan ini dikeluarkan setelah muncul gerakan nasionalisme –Islamisme pada tahun 1928 berupa Sumpah Pemuda. Selain itu sekolah Kristen yang banyak mendapat kritikan dari rakyat sekitar, juga untuk menjaga dan menghalangi masuknya pelajaran agama di sekolah umum yang kebanyakan muridnya beragama Islam, maka pemerintah belanda  mengeluarkan poeraturan yang disebut “Netral Agama”.[30]
 Kondisi demikian terjadi juga di Timur Timur ditandai dengan munculnya ide Pan Islamisme yang dirintis oleh jamaluddin al Afghani di mesir dan gerakan Salafiyah Wahhabiah di Hijaz. Oleh karena itu, santri-santri Indonesia banyak yang belajar ke hijaz dan Mesir. Ketika mereka kembali ke tanah air mereka mengajarkan ilmu-ilmu agma dan bahasa arab yang lebih tinggi mutunya dari sebelumnya.Dengan demikian berkat usaha mereka ilmu agama semakin tinggi. Pada masa perubahan itu boleh dikatakan pelajaran agama di Indonesia  hampir sama dengan yang di makkah.[31]
                Susunan  pendidikan islam pada masa perubahan adalah sebagai berikut :
1.      Pengajian alquran masih sama sebelum tahun 1900.
2.      Pengajian kitab terdiri dari :

a.       Menagaji nahwu dengan memakai kitab Ajrumiyah Asymawi.Syaikh kholod, Azhari,Alfiyah, Asymuni, dan lain-lain
b.      Sharaf : Al-Kailani,Taftazani
c.       Fiqih : Fath al-Qarib,Fath al-Muin,Fath al-wahab Mahalli,kadang-kadang sampai  Tuhfah dan Nihayah.[32][39]

Masa perubahan di Jawa sejak tahun 1900 dimulai oleh K.H.Hasyim Asyari membuka Pasantren Tabuireng  di Jomba dari tingkat rendah sampai tingkat tinggi yang meluluskan banyak ulama.Pada tahun 1959 Pondok ini mempunyai tingkatan sebagai berikut:
1.   Madrasyah Ibtidaiyah enam tahun,mata pelajarannya 70 persen agama,30 persen umum.
2.   Tsanawiyah tiga tahun,untuk pelajarannya 70 persen agama.30 persen umum
3.    Mua’allimin lima tahun
4.    Bagian pasantren  menurut system yang dilakukan oleh almarhum K.H. Hasyim Asy’ari.
       Karna pengaruh politik etis  pemerintah Belanda menetapkan kebijaksanaan  pendidikan dan merialisasikannya  dalam berbagai  program pendidikan dasar untuk warga pribumi. Namaun mereka membedakan program tersebut ke beberapa bagian ,yaitu sebagai berikut:

1.   Sekolah dasar kelas satu (De Eerste Klasse School) untuk kalangan para pemuka ,tokoh-tokoh,dan orang-orang terhormat bumi putra.
2.   Sekolah dasar kelas dua (De Tweede Klasse School) untuk anak-anak bumi putra biasa.[33]

Kehadiran sekolah-sekolah Belanda ini mendapat kecaman sengit  kaum ulama dan santri karena pendidikan yang didirikan Belanda itu menjadi alt penetrasi kebudayaan Barat yang akan melahirkan intelektual pribumi sekuler  dan menjadikan umat islam jauh dari agamanya. Oleh sebap itu  lahirlah pembaharuan pendidikan islam .Dengan demikian perubahan pendidikan Indonesia sudah dimulai sejak zaman Kolonial Belanda. Hal ini ditandai dengan berdirinya  organisasi-organisasi islam( seperti Sumatra Thawalib, Jamiatul khair , Al-Irsyad, Muhammadiyah, ) yang mendirikan sekolah-sekolah islam.[34]

B.           Pendidikan Zaman Kolonial Jeapang

Untuk menarik dukungan rakyat Indonesia Jepang membolahkan didirikan sekolah-sekolah agama dan pasantren-pasantren yang terbebas dari pengawasan jepang. Jepang menempuh kebijaksanaan sebagai berikut:
1.   Kantor urusan agama yang apda zaman Belanda disebut sebagai kantor  Voor Islanistische Saken yang dipimpin oleh oriantalis Belanda diubah menjadi sumbu yang dipimpin ulama islam sendiri , yaitu K.H.H asyim Asyari dari jombang dan di daerah-daerah disebut sumuka.
2.   Pondok yang besar-besar mendapat kunjungan dan bantuan dari pembesar Jepang.
3.   Sekolah-sekolah negeri diberi pelajaran budi pekerti /agama .
4.   Membentuk barisan hizbullah yangb member latihan dasar kemiliteran pemuda islam (santri-santri) dipimpin oleh K.HZainul Arifib.
5.   Jepang mengizinkan berdirinya Sekolah Tinggi Islam dipimpin oleh K.H.Wahid Hasyim,Kahar Muzakkir, dan Bung Hatta.
6.   Ulama islam bekerja sama dengan pemimpin nasionalis membentuk barisan pembela Tanah Air (PETA).
7.   Umat islam mendirikan Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi).[35]

Maksud dari pemerintahan jepang adalah agar kekuatan umat islam dan nasionalis bias diarahkan untuk kepentingan memenangkan perang yang dipimpin jepang.
Pada masa pemerintahan Jepang ,sekolah dasar dijadikan satu macam  yaitu sekolah dasar enam tahun,sebenarnya Jepang mengadakan penyeragaman ini untuk memudah untuk memudahkan pengawasan,baik dalm isi maupun oenyelenggaraannya. Ternyata menguntungkan bagi Indonesia di kemudia hari. System pengajaran dan struktur kurikulum ditunjukkan untuk keperluan perang Asia Timur Raya.[36]
Selain itu ,Jepang juga mengadakan latihan bagi guru-guru di Jakarta untuk mengindoktrinasi  mereka dalm Hakko Iciu ( kemakmuran bersama). Para peserta latihan kembali ke daerah masing-masing ,mengadakan latihan untuk meneruskan hasil yang mereka peroleh .

Dengan demikian susunan sekolah menjadi dua bagian ,yaitu :
1.       Sekolah  Umum terdiri dari :
Ø  Sekolah rakyat enam tahun.
Ø  Sekolah Menengah tiga tahun.
Ø  Sekolah Menengah Tinggi tiga tahun.
2.      Sekolah Guru terdiri dari :
Ø  Sekolah Guru dua tahun.
Ø  Sekolah  Guru empat tahun.
Ø  Sekolah  Guru enam tahun.[37]

            Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar digunakan disemua sekolah dan menjadi mata pelajaran  utama. Bahasa jepang diberikan sebagai mata pelajaran wajib.
 Sekolah yang didirikan zaman Belanda didirikan lagi, juga sekolah sekolah suwastat seperti sekolah agama Islam (madrasah atau pesantren), Taman Siswa, sekolah Muhammadiyah, termasuk sekolah-sekolah yang diasuh oleh badan-badan misi atau zending Kristen,tetapi harus diselenggarakan langsung oleh pemerintahan Jepang.

2.3. PERJUANGAN KEMERDEKAAN UMAT ISLAM

A.                    Masa Kolonial Belanda

Nasionalisme  dalam pengertian politik, baru muncul setelah , H. Samanhudi menyerahkan tumpuk pemimpinan SDI pada bulan Mei 1912 kepada HOS Tjokroaminoto yang mengubah nama dan sifat organisasi serta memperluas ruang geraknya. SI pada  dekade pertama adalah organisasi politik besar yang merekrut anggotanya dari berbagai kelas dan aliran yang ada di Indonesia. Waktu itu idiologi bangsa memang belum beragam , semua bertekad ingin mencapai kemerdekaan. Idiologi mereka adalah persatuan dan anto Kolonialisme. Tjokoaminoto dalam pidatonya pada kongres nasional Sarekat Islam yang berjudul “Zulfbetuur”tahun 1916 di Bandung mengatakan :
       Tidak pantas lagi Hindia (Indonesia, pen.) diperintah oleh negeri Belanda , bagaikan tuan tanah yang menguasai tanah-tanahnya. Tidak pada tempatnya, menganggap hindia sebagai seekor sapi perahan yang hanya diberi makan demi susunya.tidaklah pantas, untuk mengagap negri ini sebagai tempat kemana orng berdatangan hanya untuk memperoleh keuntungan dan sekarang sudah tidak pada tempatnya lagi bahwa penduduknya,terutama anak negrinya sendiri, tidak mempunyai hak tutur bicara dalam soal-soal pemerintahan yang mengatur nasib mereka.[38]
            Demikianlah SI memperjuangkan pemerintahan sendiri bagi pendudukan Indonesia, bebas dari pemerintahan Belanda.Namun dalam perjalanan sejarahnya dikalangan tokoh-tokoh dan organisasi-organisasi pergerakan, mulai terjadi perbedaan-perbedaan taktik dan program; golongan revolusioner berhadapan dengan golongan moderat ; dan politik koperasi tidak sejalan denagn politik non-koperasi. Puncak perbedaan itu terjadi di dalam tubuh SI itu sendiri, yang memunculkan kekuatan baru dengan idiologinya sendiri, komunisme, yang dikenal dengan  partai komunisme Indonesia (PKI) , terjadi secara besar-besaran pada tahun 1923.[39]
            Dengan demikian, terdapat tiga kekuatan politik yang mencerminkan tiga aliran idiologi: Islam , komunisme dan nasionalis sekuler. Perpecahan diantara ketiga golongan tersebut, menurut Deliar Noer ,disebapkan oleh pendidikan yang mereka terima bersifat Barat. Golongan sekuler yang ditimbulkan oleh pendidikan itu kemudian terpercah menjadi dua, komunis dan nasionalis sekuler. Proses islamisasi damai di Indonesia yang mengkompromikan ajaran islam dengan nilai – nilai budaya, telah melahirkan tiga golongan : santri, abangan, priyayi. Ideologi islam didukung oleh golongan santri, komunisme oleh abangan dan nasionalis oleh priyayi. Ketiga aliran tersebut, terlibat dalam konflik ideologis yang cukup keras. Dalam suasana konflik semacam itu, SI semakin hari mengalami kemerosotan, sementara partai partai nasionalis sekuler berkembang dengan pesat.
            Di lingkungan islam terbentuk juga kesatuan forum dalam bentuk Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI), tetapi forum ini lebih menekankan segi agama, mejelis ini berdiri tahun 1938. Usaha-usaha untuk mempersatukan kembali partai-partai politik dengan aliran-aliran ideologi itu, selalu berakhir dengan kegagalan. Hal itu karena Belanda tidak pernah member ruang gerak bagi gerakan kebangsaan dan tidak pula bersedia mengadakan dialog. Sementara itu konflik ideology terus berkembang dan kadang-kadang mengeras. Golongan nasionalis netral agama pernah menuduh islam sebagai pembawa perpecahan. H. Agus Salim dituduh menjerumuskan SI menjadi partai pendeta yang mencecerkan kepentingan social dan ekonomi rakyat untuk agama. Tuduhan lain, islam arab merupakan suatu bentuk imperialism yang tidak kalah jeleknya dari Belanda.[40]
Tuduhan-tuduhan tersebut dapat dijawab oleh HOS Tjokroaminoto, H.Agus Sali, A.Hasan, dan M.Natsir. Mereka adalah tokoh-tokoh yang terkenal yang dikatakan sebagai perumus-perumus nasionalisme islam di Indonesia. Di Sumatra Barat masyarakat islam mampu memadukan antara islam dan nasionalisme, yaitu melalui persatuan muslimin Indonesia (Permi) yang dipimpin oleh Muchtar Luthfi yang baru menyelesaikan studinya di Kairo, Mesir. Permi adalah organisasi yang berdasarkan islam dan kebangsaan. Sayangnya Permi tidak berusia panjang.
Di awal tahun 1940-an, Soekarno yang pernah mendalami ajaran islam, mencoba mendamaikan konflik-konflik itu dengan berusaha mengutip pendapat pemikiran-pemikiran pembaru di Negara—negara islam timur tengah, termasuk Turki. Namun, konsep sebagaimana yang dipraktekkan oleh Kemal Attaturk di Turki.

B.                    Masa Kolonial Jepang

            Kemunduran progresif yang dialmi partai-partai islam seakan mendapatkan dayanya kembali setelah Jepang datng menggantikan posisi Belanda. Jepang berusaha mengakomodasi dua kekuatan, Islam dan nasionalis sekuler , ketimbang pimpinan tradisional (raja dan  bangsawan lama). Menurut jepang organisasi islamlah yang mempunyai massa yang patuh dan dengan pendekatan agama penduduk Indonesia bisa di mobilisasi. Oleh karna itu organisasi-organisasi non-islam di bubarkan dan organisasi-organisai besar islam seperti Muhammadiyah,NU, MIAI dan Masyumi diperkenankan kembali  meneruskan kegiatannya.[41]
Pada masa penjajahan jepang semua aktifitas yang berhubungan dengan islam diperbolehkan, walaupun tujuan Jepang untuk menyiapkan pasukan untuk membantunya. Permohonan masyumi untuk membentuk Hizbullah di terima oleh pemerintah penduduk Jepang. Hizbullah merupakan sebuah wadah kemileteran bagi para santri. Bahkan ,tentara Pembela Tanah Air (PETA) Juga di dominasi oleh golongan santri.
Bagi golongan nasionalis dibentuk lembaga-lembaga baru, seperti Gerakan 3 A (Nippon Cahaya, Nippon Pelindung Asia, Nippon Pemimpin Asia) yang hanya berumur beberapa bulanSejak mei 1942 dan Poesat Tenaga Rakyat (Poetra) yang didirikan bulan maret 1943. Usaha pengembangan poetra baru dimulai April 1943, sebagai pemimmpin tertingginya adalah Soekarno dibantu oleh Hatta,Ki Hajar Dewantara, dan K.H Mas Mansur. Dari empat serangkai itu,tercermin bahwa tokoh nasionalis lebih dominan dalam gerakan kebangsaan daripada golongan islam.[42]
Jepang kemudian menjanjikan kemerdekaan Indonesia dengan mengeluarkan maklumat  Gunseikan n0.23/29 April 1945, tentang pembentukan Badan Penyelidik Usaha-uasa Persiapan Kemerdekaan Indonesia( BPUPKI). Berbeda dengan stuasi sebelumnya , yang kalangan islam mendapat pelayanan lebih besar dari Jepang,yang mendominasi keanggotaan BPUPKI adalah golongan nasionalis sekuler yang ketika itu disebut golongan kebangsaan. Didalam forum inilah sukarno menciptakan pancasila.
Setelah itu dialog resmi ideologis antara dua golongan terjadi dengan terbuka dalam suatu forum.  Pnitia Sembilan , forum ini membahas tentang  UUD. Lima orang mewakili golongan nasionalis sekuler ( Sukarno, Hatta, M.Yamin, Maramis dan subardjo) dan empat orang lainnya mewakili islam (Abdul Kahar Muzakkir,  Wahid Hasyim, Agus Salim, dan Abikusno Tjokrosujoso. Kompromi yang d hasilkan panitia ini  dikenal dengan piagam Jakarta. Pada prinsip ketuhanan “ dengan kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Tetapi , pada saad diadakan sidang pleno, piagam Jakarta ternyata tidak memuaskan kedua belah pihak . namun akhirnya  berkat Agus Salim dan Sukarno, piagam Jakarta diterima sebagai mukaddimah konstitusi.[43]



C. Walisongo
Walisongo atau Walisanga dikenal sebagai penyebar agama Islam di tanah Jawa pada abad ke 14. Mereka tinggal di tiga wilayah penting pantai utara Pulau Jawa, yaitu Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, dan Cirebon di Jawa Barat.
Ada beberapa pendapat mengenai arti Walisongo. Pertama adalah wali yang sembilan, yang menandakan jumlah wali yang ada sembilan, atau sanga dalam bahasa Jawa. Pendapat lain menyebutkan bahwa kata songo/sanga berasal dari kata tsana yang dalam bahasa Arab berarti mulia.
Pendapat lain yang mengatakan bahwa Walisongo adalah sebuah majelis dakwah yang pertama kali didirikan oleh Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim) pada tahun 1404 Masehi (808 Hijriah).[1] Para Walisongo adalah pembaharu masyarakat pada masanya. Pengaruh mereka terasakan dalam beragam bentuk manifestasi peradaban baru masyarakat Jawa, mulai dari kesehatan, bercocok-tanam, perniagaan, kebudayaan, kesenian, kemasyarakatan, hingga ke pemerintahan.
Walisongo berarti sembilan orang wali. Mereka adalah:
1. Maulana Malik Ibrahim:
Maulana Malik Ibrahim, atau Makdum Ibrahim As-Samarkandy diperkirakan lahir di Samarkand, Asia Tengah, pada paruh awal abad 14. Beliau meninggal dunia pada tahun 1419. Dikenali juga sebagai Syekh Magribi. "Kakek Bantal" adalah juga sebutan oleh penduduk Jawa. Ia bersaudara dengan Maulana Ishak, ulama terkenal di Samudra Pasai yang juga merupakan ayah dari Sunan Giri (Raden Paku). Ibrahim dan Ishak adalah anak dari seorang ulama Persia bernama Maulana Jumadil Kubro, yang menetap di Samarkand. Maulana Jumadil Kubro diyakini sebagai keturunan ke-10 dari Syayidina Husein iaitu cucu Nabi Muhammad SAW. Selama tiga belas tahun sejak tahun 1379 Maulana Malik Ibrahim pernah bermukim di Campa atau sekarang dikenali Kamboja (Cambodia). Ia mempunyai seorang isteri dari putri raja dan mendapat dua orang anak iaitu Raden Rahmat yang dikenal sebagai Sunan Ampel dan Sayid Ali Murtadha atau Raden Santri.
2. Sunan Ampel:
Sunan Ampel adalah anak sulung Maulana Malik Ibrahim. Nama asalnya adalah Raden Rahmat dan dilahirkan di Campa pada 1401 Masehi. Di daerah Ampel atau Ampel Denta, Surabaya (kota Wonokromo sekarang) adalah tempatnya bermukim dan menyibarkan agama Islam. Sunan Ampel datang ke Pulau Jawa pada tahun 1443 bersama adiknya iatu Sayid Ali Murtadho. Sebelum ke Jawa pada tahun 1440, mereka singgah dahulu di Palembang. Setelah tiga tahun di Palembang, mereka melabuh dan berhijrah ke daerah Gresik. Seterusnya mereka ke Majapahit untuk menemui ibu saudaranya, seorang putri dari Campa yang bernama Dwarawati. Ibu saudaranya ini telah dipersunting oleh salah seorang raja Majapahit beragama Hindu bergelar Prabu Sri Kertawijaya. Sunan Ampel menikah dengan putri seorang adipati di Tuban. Dari perkawinannya itu ia dikurniakan beberapa orang anak lelaki dan perempuan. Diantaranya yang menjadi penerus tugas-tugas dakwah adalah Sunan Bonang dan Sunan Drajad. Ketika Kesultanan Demak iaitu 25 kilometer arah selatan kota Kudus hendak didirikan, Sunan Ampel turut bersama mendirikan kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa. Pada tahun 1475, Sunan Ampel telah mengesyurkan supaya Raden Fatah iaitu anak lelaki Prabu Brawijaya V (Raja Majapahit) untuk menjadi Sultan Demak.
3. Sunan Giri:
Sunan Giri lahir di Blambangan pada tahun 1442. Memiliki beberapa nama panggilan iaitu Raden Paku, Prabu Satmata, Sultan Abdul Faqih, Raden 'Ainul Yaqin dan Joko Samudra. Ia dimakamkan di desa Giri, Kebomas, Gresik.
Terdapat beberapa silsilah Sunan Giri yang berbeza. Ada pendapat mengatakan ia adalah anak Maulana Ishaq, seorang mubaligh yang datang dari Asia Tengah. Maulana Ishaq diceritakan menikah dengan Dewi Sekardadu, iaitu putri dari Menak Sembuyu, penguasa wilayah Blambangan pada masa-masa akhir kekuasaan Majapahit. Pendapat lainnya menyatakan bahwa Sunan Giri juga merupakan keturunan Rasulullah SAW iaitu melalui keturunan Husain bin Ali, Ali Zainal Abidin, Muhammad al-Baqir, Ja'far ash-Shadiq, Ali al-Uraidhi, Muhammad al-Naqib, Isa ar-Rummi, Ahmad al-Muhajir, Ubaidullah, Alwi Awwal, Muhammad Sahibus Saumiah, Alwi ats-Tsani, Ali Khali' Qasam, Muhammad Shahib Mirbath, Alwi Ammi al-Faqih, Abdul Malik (Ahmad Khan), Abdullah (al-Azhamat) Khan, Ahmad Syah Jalal (Jalaluddin Khan), Jamaluddin Akbar al-Husaini (Maulana Akbar), Maulana Ishaq, dan 'Ainul Yaqin (Sunan Giri). Umumnya pendapat tersebut adalah berdasarkan riwayat pesantren-pesantren Jawa Timur dan catatan nasab Sa'adah BaAlawi Hadramaut. Sunan Giri merupakan anak dari Maulana Ishaq, seorang mubaligh Islam dari Asia Tengah, dengan Dewi Sekardadu, putri Menak Sembuyu penguasa wilayah Blambangan pada masa-masa akhir Majapahit.
4. Sunan Bonang:
Beliau adalah anak Sunan Ampel yang juga cucu Maulana Malik Ibrahim. Nama kecilnya adalah Raden Makdum Ibrahim. Dilahirkan pada tahun 1465. Ibunya bernama Nyi Ageng Manila, seorang puteri adipati di Tuban. Sunan Bonang belajar agama dari pesantren ayahnya di Ampel Denta. Setelah dewasa, ia berkelana untuk berdakwah di berbagai pelosok Pulau Jawa. Mula-mula ia berdakwah di Kediri, yang majoriti masyarakatnya beragama Hindu. Di sana ia mendirikan Masjid Sangkal Daha. Ia kemudian menetap di Bonang, di sebuah desa kecil di Lasem, Jawa Tengah sejauh 15 kilometer ke timur kota Rembang. Di desa itu ia membangun tempat pesujudan, zawiyah atau pesantren yang kini dikenali dengan nama Watu Layar. Ia kemudian dikenal pula sebagai imam resmi pertama Kesultanan Demak, bahkan sempat menjadi panglima tertinggi. Meskipun demikian, Sunan Bonang tidak pernah menghentikan kebiasaannya untuk berkelana ke daerah-daerah terpencil dan sukar untuk didakwahkan seperti di Tuban, Pati, Madura dan sehingga ke Pulau Bawean. Pada tahun 1525 beliau meninggal dunia di Pulau Bawean. Jenazahnya dimakamkan di Tuban iaitu di sebelah barat Masjid Agung.
5. Sunan Drajad:
Sunan Drajat dilahirkan pada tahun 1470. Namanya semasa kecil adalah Raden Qasim, kemudiannya digelar Raden Syarifudin. Dia yang terkenal dengan kecerdasannya adalah anak dari Sunan Ampel dan bersaudara dengan Sunan Bonang. Sunan Drajat mendirikan pesantren Dalem Duwur di desa Drajat, Paciran, Lamongan.
Setelah menguasai pelajaran dalam bidang agama islam, beliau menyebarkannya di desa Drajad di kecamatan Paciran. Tempat ini diberikan oleh kerajaan Demak. Ia digelar Sunan Mayang Madu oleh Raden Patah pada tahun 1442/1520 masehi. Makam Sunan Drajat boleh ditemui atau dilawati dari Surabaya ataupun Tuban melalui Jalan Dandeles (Anyer - Panarukan), dan boleh juga melalui Lamongan.
Setelah pelajaran Islam dikuasai, beliau me­ngambil tempat di Desa Drajat wilayah Kecamatan Paciran Kabupaten Daerah Tingkat II Lamongan sebagai pusat kegiatan dakwahnya. Beliau menguasai kerajaan Demak selama 36 tahun.
Sebagai Wali penyebar Islam yang terkenal, beliau sangat perihatin dengan rakyat miskin dengan terle­bih dahulu mengusahakan kesejahteraan sosial dan seterusnya memberikan pemahaman tentang ajaran Islam. Motivasinya lebih ditekankan pada etos kerja keras, menderma dan sedekah bagi membenteras kemiskinan dan menciptakan kemakmuran.
6. Sunan Kalijaga:
Sunan Kalijaga adalah "wali" yang paling banyak disebut oleh masyarakat Jawa. Dilahirkan pada tahun 1450 dari bapanya yang bernama Arya Wilatikta iaitu Adipati Tuban berketurunan dari tokoh pemberontak Majapahit, Ronggolawe. Ketika itu Arya Wilatikta telah menganut agama Islam. Nama semasa kecil Sunan Kalijaga adalah Raden Said. Ia juga memiliki sejumlah nama panggilan seperti Lokajaya, Syekh Malaya, Pangeran Tuban atau Raden Abdurrahman. Terdapat berbagai versi mengenai asal-usul nama Kalijaga yang digunakannya. Masyarakat Cirebon berpendapat bahwa nama itu berasal dari dusun Kalijaga di Cirebon. Sunan Kalijaga memang pernah bermukim di Cirebon dan bersahabat erat dengan Sunan Gunung Jati. Kalangan Jawa mengaitkannya dengan kesukaan wali ini untuk berendam di sungai (kali) atau "jaga kali". Namun ada yang menyebut istilah itu berasal dari bahasa Arab "qadli dzaqa" yang menunjukkan statusnya sebagai "penghulu suci" kesultanan. Semasa hidupnya Sunan Kalijaga mencapai umur lebih dari 100 tahun. Dengan demikian ia mengalami masa akhir kekuasaan Majapahit yang berakhir pada tahun 1478, Kesultanan Demak, Kesultanan Cirebon dan Banten, bahkan juga Kerajaan Pajang yang lahir pada 1546 serta awal kehadiran Kerajaan Mataram dibawah pimpinan Panembahan Senopati.
7. Sunan Gunung Jati:
Sunan Gunong Jati dilahirkan pada tahun 1448. Ibunya adalah Nyai Rara Santang iaitu putri dari raja Pajajaran, Raden Manah Rarasa. Ayahnya pula adalah Sultan Syarif Abdullah Maulana Huda, pembesar Mesir berketurunan Bani Hasyim dari Palestin. Syarif Hidayatullah mendalami ilmu agama sejak berusia 14 tahun dari para ulama Mesir. Ia sempat berkelana ke berbagai negara. Setelah berdirinya Kesultanan Bintoro di Demak, dan atas restu kalangan ulama lain, ia mendirikan Kasultanan Cirebon yang juga dikenal sebagai Kasultanan Pakungwati. Begitupun banyak kisah yang tidak munasabah yang telah dikaitkan dengan Sunan Gunung Jati. Diantaranya adalah bahwa ia pernah mengalami perjalanan spiritual seperti Isra' Mi'raj dan bertemu dengan Rasulullah SAW, bertemu Nabi Khidir dan menerima wasiat Nabi Sulaeman. Semuanya hanya mengisyaratkan kekaguman masyarakat masa itu pada Sunan Gunung Jati.
Sunan Gunung Jati adalah satu-satunya "wali songo" yang memimpin pemerintahan. Sunan Gunung Jati menggunakan pengaruhnya sebagai putra Raja Pajajaran untuk menyebarkan agama Islam dari pesisir Cirebon ke pedalaman Pasundan atau Priangan. Dalam berdakwah, ia menganut kecenderungan Timur Tengah.
8. Sunan Kudus:
Namanya senasa kecil adalah Jaffar Shadiq. Beliau adalah anak dari pasangan Sunan Ngudung dan Syarifah iaitu adik Sunan Bonang, anak Nyi Ageng Maloka. Disebutkan bahwa Sunan Ngudung adalah salah seorang putra Sultan di Mesir yang berkelana hingga di Jawa. Di Kesultanan Demak, ia pun diangkat menjadi Panglima Perang. Sunan Kudus banyak berguru pada Sunan Kalijaga. Kemudian ia berkelana ke berbagai daerah tandus di Jawa Tengah seperti Sragen, Simo hingga ke Gunung Kidul. Cara berdakwahnya juga meniru pendekatan Sunan Kalijaga yang sangat toleran pada budaya setempat. Cuma cara penyampaiannya lebih halus. Inilah yang menyebabkan para wali yang lain meminta beliau berdakwah ke Kudus yang dikatakan sangat sukar untuk ditembusi. Gaya dan caraa Sunan Kudus mendekati masyarakat Kudus adalah dengan memanfaatkan simbol-simbol Hindu dan Budha. Hal ini dapat dilihat dari arkituktur masjid Kudus.
9. Sunan Muria:
Sunan Muria adalah anak kepada Dewi Saroh iaitu adik kandung Sunan Giri yang juga merupakan anak Syekh Maulana Ishak, dengan Sunan Kalijaga. Nama kecilnya adalah Raden Prawoto. Nama Muria diambil dari tempat tinggal terakhirnya di lereng Gunung Muria iaitu 18 kilometer ke utara kota Kudus. Gaya berdakwahnya banyak mengambil cara ayahnya iaitu Sunan Kalijaga. Begitupun, perbezaan dengan ayahnya adalah Sunan Muria lebih suka tinggal di daerah sangat terpencil dan jauh dari pusat kota untuk menyebarkan agama Islam. Beliau bergaul dengan rakyat jelata, sambil mengajarkan cara bercocok tanam, berdagang dan menjadi nelayan adalah kesukaannya. Sunan Muria seringkali dijadikan pula sebagai orang tengah dalam sebarang konflik di Kesultanan Demak (1518-1530), Ia sangat dikenali dengan mempunyai kepribadian yang mampu memecahkan berbagai masalah walaupun ia sangat rumit. unan Muria berdakwah dari Jepara, Tayu, Juana hingga sekitar Kudus dan Pati. Salah satu hasil dakwahnya adalah melalui seni iaitu dari lagu Sinom dan Kinanti .[44]











BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Setelah Islam datang ke Indonesia banyak perubahan-perubahan yang terjadi terutama bagi rakyat yang menengah ke bawah. Mereka lebih di hargai dan tidak tertindas lagi karena islam tidak mengenal sistem kasta, karena semua masyarakat memiliki derajat yang sama. Islam juga membawa perubahan-perubahan baik di bidang politik, ekonomi dan agama. Islam juga bisa mempersatukan seluruh masyarakat Indonesia untuk melawandan mengusir para penjajah.
Umat Islam di Indonesia pada fase penjajahan Belanda dan Jepang mengalami penderitaan yang luar biasa berat. Hal di sebabkan oleh kebijakan penjajah yang di berlakukan bagi masyarakat pribumi. Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulakan kebijakan yang di buat kedua penjajah ini terdapat perbedaan. Kebijakan yang di buat Belanda lebih bersipat diskriminatif, yaitu melihat status sosial dalam masyarakat, sering menekan bahkan kadang berusaha menghapus atau menyingkirkan. Diantara kebijakan diskriminatif yang di buat Belanda yaitu adanya Asosiasi pendidikan, ordonasi kebudayaan, ordonasi sekolah liar.
Kebijakan yang dibuat Jepang dalam kaitanya dengan umat Islam lebih bersifat longgar dan demokratis. Karena tujuan utama mereka adalah berambisi untuk memenangkan peperangan menguasai Asia Raya, dikenal slogan (Nipon cahaya Asia; Nipon pelindung Asia dan Nipon pemimpin Asia). Jepang menyebut dirinya sebagai “Saudara Tua” rakyat Indonesia.  Dalam hal-hal tertentu pemuka umat Islam diberikan kekuasaan dan keleluasaan mengembangkan agamanya menyamakan jenis sekolah untuk mendapatkan bantuan, termasuk kebijakan yang berkaitan dengan Kantor Urusan Agama (shumuka), Masyumi, PETA, dan Hizbullah.Namun dari realitas yang terjadi, kebijakan itu ternyata memiliki kesamaan tujuan yaitu bagaimana mengekploitasi dan mempolitisir umat Islam dan kekayaan bumi Nusantara.
Selama jaman penjajahan barat itu perjalanan proses kritenisasi di Indonesia kedatangan bangsa barat memang telah membawa kemajuan teknologi. Tetapi tujuannya adalah untuk meningkatkan hasil penjajahannya bukan untuk kemakmuran bangsa yang dijajah. Begitu pula di bidang pendidikan. Mereka memperkenalkan sistem dan metode baru tetapi sekedar untuk menghasilkan tenaga yang dapat membantu kepentingan mereka dengan upah yang murah dibandingkan dengan jika mereka harus mendatangkan tenaga dari barat.
Maksud dari pemerintahan Jepang ialah supaya kekuatan umat Islam dan nasionalis dapat dibina untuk kepentingan perang Asia Timur Raya yang dipimpin oleh Jepang. Jepang membentuk badan-badan pertahanan rakyat seperti Haihoo, Peta, Keibondan sehingga penderitaan rakyat lahir dan batin makin tak tertahankan lagi. Malah menjadi kekuatan bagi umat islam dan bangsa Indonesia.

3.2. Saran

Penulis yakin dalam penulisan ini masih banyak kesalahan. Untuk itu kritik,saran,komentar sangat diperlukan untuk memperbaiki tugas ini untuk selanjutnya.


































DAFTAR PUSTAKA

ALfian,Dkk..2007.Islam di Asia Tenggara..Jakarta: PT Raja Grafindo
Badri, yatim. 2004.Sejarah Peradaban Islam.Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Badri ,Yatim.2008.Sejarah Peradaban Islam,Jakarta:PT Raja Grafindo Persada
Drs. Hasbullah. 2001.Sejarah Islam di Indonesia.Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Hasbullah .1996.Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta:,Rajawali Pers
Kartodirdjo,Sartono.1987.Pengantar Sejarah Indonesia Baru,Jakarta : PT Gramedia
Mansur.2005.Sejarah Pendidikan Islam di  Indonesia.Jakarta: Departemn Agama
Sunanto, Musyrifah.2005.Sejarah Peradaban Islam Indonesia.Jakarta:,PT  Raja Grafindo Persada
Description: Islam di Indonesia Fase Kolonial Rating: 4.5 Reviewer: Salman Syuhada ItemReviewed:Islam di Indonesia Fase Kolonial



[1] Mansur, Sejarah Pendidikan Islam di  Indonesia, departemn agma Jakarta, Jakarta, 2005, hlm.49
[2] Ira.M,Lapidus.2000.Sejarah social umat Islam.Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.hlm.310
[3] Ira.M,Lapidus.2000.Sejarah social umat Islam.Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.hlm.310
[4] Yatim Badri,Sejarah Peradaban Islam,Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,2008,hlm.234

[5] Ibid.,hlm.234-235
6Mansur,Sejarah Pendidikan Islam di  Indonesia.departemn agma Jakarta, Jakarta, 2005, hlm.50
7Sartono Kartodirdjo,Pengantar Sejarah Indonesia Baru,Jakarta : PT Gramedia, 1987, hlm.61
[8] Ibid.,hlm.232
[9] Ibid.,233-234
[10]Hasbullah ,Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia,Rajawali Pers ,Jakarta,1996,hlm.61.
[11]Mansur,Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia.departemen agma ,Jakarta,2005,hlm.57
[12]Zuhairini,dkk.sejarah pendidikan islam.departemen agama: bumi aksara,1997,hlm.151
[13]Mansur,Sejarah Pendidikan Islam di  Indonesia.departemen agama ,Jakarta,2005,hlm.58.
[14]Ibid.,hlm.59

[15]Ira.M.Lapidus.2000.Sejarah social umat Islam.Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.hlm.321
[16] Dr.Musyrifah Sunanto,Sejarah Peradaban Islam Indonesia , Jakarta ,PT  Raja Grafindo Persada ,2005,hlm.29
[17] Ibid.,hlm.30
[18] Ibid.,hlm.32
[19] Ibid.,hlm.33
[20]Taufik Abdullah (Ed),op.cit.,hlm.148
[21] Yatim Badri,Sejarah Peradapan Islam,jakata: PT Raja Grafindo Persada,2004,hlm.242-249
[22] Ibid.,hlm 34-34
[23] Ibid.,hlm.35-40
[24] Ibid.,hlm.41-42
[25]Ibid.,hlm.43
[26] Ibid.,hlm.44-45
[27] Zuhairini,dkk.sejarah pendidikan islam.departemen agama: bumi aksara,1997,hlm.148
[28] Dr.Musyrifah Sunanto,Sejarah Peradaban Islam Indonesia , Jakarta ,PT  Raja Grafindo   Persada ,2005,hlm.118
[29]Ibid.,hlm.119
[30]Ibid.,hlm.120
[31]Ibid.,hlm.12
[32]Ibid.,hlm.1221
[33]Ibid.,hlm.123
[34]Ibid.,hlm.132-124

[35]Ibid., hlm.124-125
[36] Ibid., hlm.125-126
[37]Ibid.,hlm.126
[38]Yatim Bandri, Sejarah Peradapan Islam,Jakarta : PT Grafindo Persada,2008,hlm.250
[39]Ibid., hlm.260
[40] Ibid., hlm.262
[41]Ibil.,hlm.263
[42]Ibid., hlm.264
[43]Ibid.,hlm.264-265
[44] khalifahalhidayah.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar